TEPIAN CINTA
YOYO dan ANNA
PERTAMA
BERJUMPA (1)
Selepas banyak kertas yang sudah saya sobek-sobek, seolah-olah saya adalah
seorang penulis yang bodoh, walau pada kenyataannya saya memang seperti itu
adanya, dan saya hanya terus berusaha untuk menjadi lebih baik dengan keadaan
saya yang memang apa adanya, serta dengan terus mencoba walau saya hanya
belajar tanpa harus berguru atau meneruskan sekolah yang memang memakan banyak
biaya, satu sisi aku hanya sebuah generasi dari orang-orang pinggiran yang
tidak biasa banyak bicara maupun tingkah yang hanya dapat merugikan diri
sendiri.
Saya disini sebagai penulis yang hanya mengamati lingkungan sekitar, mungkin
inilah yang saya miliki, walaupun apa yang saya tulis ini hanya sebatas ungkapan
dari kisah fiksi.
Yoyo adalah seorang pria yang tidak pernah mau untuk mencintai wanita lain
selain Anna yang berparas cantik, mempunyai kepribadian yang agak unik,
dan menjadi idola di kampung pisangan, Anna pun memiliki karakteristik seorang
wanita yang tak mudah untuk menyerah, dia teguh pada prinsipnya, dan sangat
lembut saat cinta berada didekatnya. Memang di kampung Pisangan pulalah Yoyo
bertempat tinggal dan dibesarkan, sudah sejak dikandungan ibunya Dia berada di
kampung tersebut.
Berawal dari pertemuan Yoyo dengan Syarif (Teman kenal sekilas), ia
(Syarif) adalah anak manusia yang tidak jelas asal muasalnya, saat itu diawal
bulan Maret 1999, Syarif datang kerumah Yoyo yang dibangun kira-kira di
era 80’an, sedang malam minggu itu Yoyo sedang asik – asiknya menikmati musik
rock era 90’an yang Ia sukai. Kebetulan hari itu Yoyo sedang berada didalam
rumah sedang duduk diatas kursi abu – abu dengan begitu seriusnya ia menggambar
tokoh kartun terkenal bugsbunny, yang memang menjadi teman dikala sedang
sendiri, Yoyo memang sudah lama tak memiliki kekasih yang dapat Ia cintai dan
yang dapat menghangatkan suasana saat malam dingin menyelimuti alam raya. Kisah
jomblonya hanyalah sebuah ungkapan tiada nyata, dan tiada pengaruhnya untuk
seorang Yoyo, dirumah itu Yoyo dilahirkan sebagai anak yang sangat dinanti oleh
kedua orang tuanya yang belum dikaruniai seorang anak laki-laki. Rumah dengan
keadaan yang sudah agak rusak, begitu pula dengan keadaan rumah tangga yang ada
dihadapi orang tua Yoyo, yang membuat Yoyo takut untuk hidup berumah
tangga di hari depannya, ‘sebut saja Ia trauma dengan apa yang Ia jalani diatas
nyatanya sebuah kehidupan.’ rumah tersebut memang sudah reyot oleh karena
bangunannya sudah termakan usia, tembok yang sudah rapuh, kayu pondasi yang
sudah termakan rayap, namun masih cukup kuat untuk beberapa tahun kedepan, atap
rumah dari genteng, bila musim penghujan datang rumah tersebut pastilah bocor,
keadaan ini setiap kali muncul, dan sudah menjadi hal biasa untuk Yoyo. Pintu
rumah yang terbuat dari triplek berwarna coklat bergaris – garis hitam, didepan
pintu tersebut terpampang stiker yang bertuliskan Boedoet Poesat 145
begitulah tulisan itu manis terpampang dengan paduan warna kuning dengan hitam.
Syarif belumlah lama Yoyo kenal, baru beberapa bulan yang lalu mereka saling
kenal, itu pun juga karena Syarif menyapa terlebih dahulu, dan sok akrab sampai
menjadi akrab. Maklumlah, dia pun dikenal dengan julukan Sableng tokoh jagoan
silat karya anak bangsa ini. Syarif yang berwajah oval, kulit yang hitam sawo
matang, dan memiliki tinggi ± 160’an ‘yah sepantar dengan Yoyo’. Malam itu
Syarif datang kerumah Yoyo dengan tujuan menginap sambil meminta pendapatnya
tentang permasalahan yang selama ini Syarif alami, ketika itu suasana hati nya
sedang tidak enak, lantaran sang kekasih (Anna) sangat dekat dengan seseorang
yang memang menjadi sahabat dekatnya. Sebut saja namanya Uchay, dengan model
rambut gondrong belah tengah, kulit kuning langsat, dan paling lucu kalau sedang
tertawa Ia pasti memejamkan mata. Mereka bukanlah pria yang tanpa latar
belakang hitam wajarlah untuk ukuran anak muda diera 90’an.
Yoyo berbadan kurus oleh karena pernah mengkonsumsi sesuatu hal, akan tetapi
semua itu sudah Ia tinggalkan demi masa depan yang masih jauh didepan nanti,
dan tak pernah sekalipun Ia menyentuh barang-barang tersebut lagi walau
bagaimanapun keadaannya, ‘itulah janji didalam hatinya.’ Yoyo sekolah di
STM 1 Negeri hanya untuk beberapa saat saja, karena disana Ia bukan membuat
satu kemajuan melainkan kemunduran, yang pada akhirnya Ia pun keluar demi
sebuah kebahagiaan, semenjak Syarif hadir didalam kehidupan Yoyo, dari situlah
awal cinta yang akan hadir didalam kehidupan Yoyo untuk kesekian kalinya.
“Oh
iya Yo___!; gue lagi bingung nih sama diri gue____”, ucap Syarif spontan tanpa
ditanya terlebih dahulu oleh Yoyo, yah malam itu didepan rumah diatas teras
rumah yang berwarna kuning, sebagian berwarna hijau tua gelap, suasana malam
dengan angin yang berhembus perlahan membuat tubuh terasa dingin.
“Emangnya
elo lagi ada masalah apaan,! sampe bingung begitu…?” tanya Yoyo meneruskan
obrolan, diiringi suara tipe yang terdengar sampai kehalaman rumah.
“Gini
loh Yo. gue merasa kesal dengan Uchay yang selalu gangguin gue kalau sedang
berduaan dengan Anna, dan yang paling gue gak suka lagi Uchay selalu
memberikan sesuatu ke Anna pas didepan muka gue, gimana gue nggak nambah kesel;
nah kalo elo yang digituin gimana Yo?” Tanya Syarif dengan wajah yang sangat
mengharapkan pendapat Yoyo,
“Ooh
gitu!.’ Jadi, elo selama ini bete karena ulah Uchay yang punya sikap seperti
itu. Oh iya… ngomong – ngomong nama bokin elo siapa tadi?” tandas Yoyo yang
agak tuli sedikit, wajahlah lantaran suara tipe yang terdengar hingga halaman
rumah, membuat sekitar rumah menjadi berisik,
“Yah
elo bagaimana Yo___; tadikan gue udah kasih tau sama elo, bokin gue itu namanya
Anna, A-N-N-A jelaskan!;” ucap Syarif agak sedikit jengkel,
“Oooh….
Iya, Anna__; mungkin gini Rif, jangan-jangan Uchay suka juga sama Anna, Ka..li…!.
Sampai-sampai Dia rela ngejajanin Anna didepan elo. !” seru Yoyo dengan
tersenyum,
“Nah
itu lah Yo__, yang bikin gue merasa kesel selama ini, terus bagaimana dong Yo.
apa perlu gue ajakin Uchay ribut dilapangan rumah susun!?” Seru Syarif yang semakin
panas dengar perkataan Yoyo,
“Jangan!
masa gara-gara cewe elo berdua sampe pukul-pukulan apa lagi elu berduakan
pernah jadi teman bae, plus tetanggaan pula lagi!, sebentar gue mikir dulu
nyari solusi buat elu berdua” tandas Yoyo sambil meletakkan tangannya di bawah
dagu, lalu tak beberapa lama tangan Yoyo yang merasa iseng segera meraih
bungkus rokok yang ada disamping sebelah kanannya, untuk Ia ambil sebatang
rokok dari bungkusnya,
Kepulan asap kini keluar dari mulut Yoyo dengan begitu saja, sambil menghisap
rokok Yoyo berusaha mencari solusi, wajar saja karena selama ini Yoyo memang
selalu ditemani Rokok bila Ia sedang merasa membutuhkan jalan keluar atau saat
Ia membutuhkan sebuah inspirasi, sedang Syarif hanya terpaku memikirkan bagaimana
cara agar Uchay tak melakukan hal seperti itu lagi, dan Syarif hanya terdiam
membisu tanpa mengatakan sepatah kata pun dari bibirnya yang hitam, wajah yang
penuh senyum kini hanya tinggal sebuah kebisuan, sedang Yoyo merasa perlu untuk
membantunya, walau entah berhasil atau tidak yang pasti Yoyo ingin membantunya.
“Anna
gue gak bakalan mencintai cewe lain selain elu….!”, tandas Syarif bicara
sendiri seolah-olah kata-kata itu keluar tanpa disengaja untuk ketiga kalinya,
hal tersebut yang membuat Yoyo menoleh kearah nya yang berada disebelah kanan
dekat dengan batang besi sebagai penyangga rumah,
“Anna,
pacar elo!. terus, Uchay teman dekat elo!, jadi gak ada masalahkan?” gumam Yoyo
dengan santai lalu Ia tersenyum, dan Ia merasa buntu tanpa dapatkan jalan keluar
yang tepat hingga Ia mengatakan kata-kata yang tak membuat satu perubahan sama
sekali,
“Gimana
gak apa-apa; kalau dihati Uchay sebenarnya menyukai Anna?” tandas Syarif dengan
suara yang terkesan agak kesal dengan Uchay, namun terlebih lagi pada Yoyo yang
berkomentar gak penting.
“Iya
juga Bleng!.” balas Yoyo sambil menggaruk kepala, lalu tak lama kemudian ia
memegang dagunya, mencari solusi yang lebih tepat lagi untuk Ia utarakan.
Permasalahan antara Syarif dengan Uchay tak selesai sampai disitu, hingga harus
dilupakan dengan mengganti obrolan yang lebih menyenangkan. Akhirnya mereka
mengobrol kesana kemari, sampai waktu tak terasa sudah semakin larut, namun
mereka tak melupakan permasalah yang di bahas sebelumnya. Di rumah tersebut
adalah tempat dimana kenangan bersama syarif serta kawan - kawan yang takkan
terlupakan, disana catatan cinta Syarif pada Anna terpampang jelas sebagai satu
memorial bila suatu saat nanti dapat menjadi sebuah kenangan cinta yang
terindah. Entah kenapa Syarif menceritakan semua permasalahan percintaannya itu
pada Yoyo, padahal Dia belum lama mengenal Yoyo, malam itu banyak kejadian yang
dialami Syarif dengan Anna, dari kisah dilema yang kerap terjadi sampai pertama
kali Syarif mengecup bibir Anna, di sebuah kontrakkan dimana Syarif pernah
tinggal. Kejadian itu terjadi disaat Syarif hanya berdua saja dengan Anna
diatas sofa yang berada diruang tamu, sedang teman-temannya sedang berada
diruang atas rumah yang memang tingkat, mereka sedang asik melihat pemandangan
jalan raya yang ramai, serta rel kereta api yang sesekali membuat bergetar
ruangan saat kereta melintas..
‘Yah____;
begitulah kisah cinta Syarif dengan Anna, Syarif semakin sering menginap
dirumah Yoyo yang sepi, setiap kali Syarif menginap Ia selalu saja membuat Yoyo
ketinggalan acara TV favoritnya di Minggu pagi, dan hampir setiap kali Syarif
datang Ia selalu membicarakan Anna, sampai-sampai Yoyo merasa bosan, hingga Ia
sering bergumam sendirian ‘emang gak ada yang bisa diobrolin lagi apa?’
kalau Syarif terlihat dari kaca rumah yang sering Ia buka gordengnya begitulah
yang Yoyo suka ucapkan didalam hatinya, oleh karena kesal dengan semua yang
dibicarakan dengan Syarif, akhirnya Yoyo pada malam Minggu berikutnya Ia pergi
kerumah temannya didaerah Buaran satu, oleh karena untuk menghindar dari Syarif
yang sering sekali datang untuk menginap apa lagi pada malam Minggu, Yoyo yang
sudah sangat bosan dengan kehidupan cinta Syarif dengan Anna saat itu.
“Assalamualaikum…..!,”
sahut Yoyo didepan rumah teman dekatnya yang bernama Ajay, seorang pria yang
tak tampan, tidak juga buruk rupa, namun Ia memiliki ciri – ciri yang tak bisa
untuk dilupakan, suasana rumah yang berada didalam gang dekat dengan
rumah-rumah yang begitu rapat membuat rumah Ajay tampak tak memiliki halaman.
“Wa’
alaikum Salam….” Suara membalas salam terdengar dari dalam rumah, suara yang
lemah lembut menyatakan itu adalah suara ibu yang segera membuka pintu untuk
melihat siapakah yang bertamu malam itu,
“eh
elu Yo___; ayo masuk tuh Ajaynya ada dikamarnya lagi rebahan !” ibu itu
langsung mengenali wajah Yoyo yang memang sudah familiar.
“Iya
nyak!, lah….. emangnya dia kagak kemana-mana nyak….?” Tanya Yoyo sambil masuk
kedalam rumah.
“Ya
elu naik aja sono…., Ajay ada diatas, oh iya,; elu mau ngopi apa nge-teh!?”
ucap ibu itu menawari Yoyo minum,
“Udah
biarin Nyak, entar Aja. Yoyo keatas yah Nyak...!” ujar Yoyo menjawab lalu
Ia menaiki tangga yang mengarah kekamar Ajay.
Selangkah
demi langkah Yoyo menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu, sedangkan kamar
Ajay yang memang menempel dengan pohon melinjo membuat suasana sejuk dan
tenang, hingga Yoyo pun akan merasa betah bila berada di rumah Ajay.
Dilain
sisi, didalam kamar itu Ajay bersama dengan Pian sedang asik mengobrol tentang
keseharian yang mereka lakukan, terutama tentang Tipe deck yang mau Pian jual.
Lantaran Pian tidak punya uang untuk keperluannya, maklum anak muda yang hidup
dalam lingkup yang biasa-biasa saja. Tiba – tiba “Jay!, lagi ngapain loh…?”
sapa Yoyo dari depan kamar, dengan serentak mereka berdua menoleh kearah Yoyo.
“Tumben
lo Yo, ada angin apaan lo kerumah gue…?” balas Ajay dengan rokok yang
menempel di ujung bibir, yang lalu tangannya dengan cepat meraih rokok tersebut
untuk Ia apit di sela jemarinya, Yoyo pun langsung menghampiri Ajay.
“Eh
ada elu Ian,!?” Sapa Yoyo dengan sedikit senyuman diakhir
kata.
“Iya
nih Yo, Gue lagi ada urusan ama Ajay” jawab Pian.
“Emang
elu bedua lagi ada urusan apaan?, kalau ada bisnis ajak-ajak gue lah, biar gue
bisa kecepretan Dikit, oh iya kabarnya Muklis gimana?” ujar Yoyo sambil
menanyakan sobatnya.
“Iya
nih Yo, gue lagi mau jual Tipe deck gue, abis gue kayanya lagi kangker alias
kantong kering nih :.,
lah
elo kan saudaranya..?” Sambil memegang saku celananya yang berisikan dompet
yang hanya berisikan recehan. ‘namanya juga anak muda yang memiliki masa
depan sangat cerah di negeri ini hingga banyak generasi muda yang lupa dengan
belajar.’
Ajay
tersenyum sambil menatap Yoyo, dalam hatinya ‘semoga aja Yoyo bisa membantu
Pian yang lagi kesulitan Uang,’ wajar lah se Buaran satu Yoyo dikenal
sebagai cucu dari kakeknya yang cukup kaya, tapi kenyataannya itu hanya slogan
kehidupan saja.
“Kayanya
Gue lagi gak ada duit deh!, tapi nanti gue coba cariin kawan gue yang mau,”
Ujar Yoyo yang lalu mengambil bungkusan rokok yang tergeletak diatas karpet,
putuslah harapan yang tersimpan di hati Pian, lantaran berharap Yoyo mempunyai
uang, namun yang terjadi malah sebaliknya sama saja “boke”.
Didalam kamar itu mereka berbincang kesana kemari
hingga tak terasa hari sudah terasa gelap, kelalawar berterbangan diluar kamar
mencari makan, kelalawar yang mulai mengibaskan sayapnya keluar dari pepohonan
yang rindang dan dari sela-sela atap pabrik yang berada dibelakang rumah Ajay,
udara berhembus mengajak Ajay dan Yoyo menikmati segelas kopi hitam, sedang
Pian pulang untuk bergegas pergi menuju kerumah kekasihnya yang berada di
Kampung Sumur.
Di tempat yang
berbeda
Di
Kampung Pisangan, malam Minggu itu Anna sedang asik menikmati ruangan rumah
yang menjadi tempat dimana segala macam hal menyatu dan sudah terbiasa dengan
apa yang terjadi didalamnya, suara telepone berdering kencang membuat Anna
segera bangun dari bermalas-malasannya, lalu ia angkat gagang telepone itu,
tiba-tiba suara yang ia dengar adalah suara Syarif,
“Hallo….!,
wa’alaikum salam. Ada apa Bay…?” tanya Anna dengan sedikit malas menjawab telepone.
“Anna,
elu bisa keluar gak?, gue mau ngajak elu jalan nih___!” seru Syarif di telepone.
“Kayanya
gak bisa Bay, gue lagi ada pengajian trus gue juga udah janji mau nginep
dirumah Sari, sorry banget yah!” tandas Anna menghindar, dengan suara lembutnya
yang akhirnya membuat Syarif kecewa.
“Ya
udah, kalo elu gak bisa gak apa-apa, bye!” suara Syarif terdengar lemas hingga
rasa kecewanya membawanya ketempat dimana banyak teman-temannya merayakan party
kecil-kecilan dibelakang kontrakan dimana Syarif tinggal dengan
Pamannya.
Satu sisi Anna sedang asik menikmati malam minggu dengan
seorang pria yang berkunjung kerumahnya entah siapa yang jelas dia tampan dan
lebih tampan ketimbang Syarif. Malam itu pria yang dengan tampilan elegan
membuat Anna merasa bangga bila ada didekat pria tersebut, harum minyak wangi
maskulin yang menambah sempurnanya pria tersebut, akhirnya Anna pun pergi
dengan pria itu setelah beberapa saat saja berberbincang didepan rumah, memang
benar Anna pergi kerumah Sari, namun sebelumnya Ia menonton Bioskop yang berada
di Buaran tiga alias Buaran Theater ‘tepatnya’.
Syarif yang sendiri membuat Ia merasa butuh teman ngobrol,
Syarif pun pergi mengunjungi rumah Yoyo yang disana hanya ada Kakek dan Nenek
lantaran Yoyo tak ada di rumah, dan sangat kebetulan malam itu Papanya Yoyo sedang
berada dirumah berbincang-bincang dengan Kakek yang sedang Ia urut tangannya.
“
Assalamualaikum…!” Syarif dari depan teras mengucapkan salam, lalu pintu
terbuka lebar.
“Waalaikumsalam,
Yoyonya gak ada dirumah!” Ujar Papanya Yoyo yang langsung menjawab dengan agak
sinis.
“Yoyonya
gak ada yah Pak?, Kalo gitu saya titip salam aja buat Yoyo dari Syarif !
Assalammualaikum !” ujar Syarif yang lalu meninggalkan pelataran rumah tersebut
dengan mengucapkan salam, pintu rumah pun di tutup kembali oleh Papanya Yoyo,
sedang malam semakin membuat dingin sekujur tubuh sehingga badan terasa
menggigil, Yoyo yang berada di rumah Ajay, mereka menghangatkan tubuhnya dengan
mie rebus yang mereka buat, sedang Syarif mengisi malam yang mendung dengan
melinting beberapa batang bersama Komar dan Chandra lantaran teman-teman
lainnya asik menikmati malam minggu itu dengan kekasih mereka masing-masing,
sedangkan Anna entah dengan apa menghilangkan rasa dingin yang menyelimuti
malam itu di kota Jakarta, Hal itu tak perlu aku bicarakan yang pasti Ia lalui
malam dengan positif dan bukan arah yang negatif.
Kehidupan Yoyo yang sibuk dengan beragam pekerjaan rumah yang
membuatnya tidak lagi mau untuk memikirkan cinta pada saat itu, lantaran ia
kini tidak lagi tinggal bersama dengan kedua orang tuanya serta
saudara-saudaranya, oleh karena mereka telah berbeda rumah dengan Yoyo, Ia
hanya tinggal bersama Kakek serta Neneknya yang memang sudah ujur serta
memiliki penyakit ditubuhnya, yang membuat Yoyo suka membersihkan rumah hampir
setiap sore dan disetiap harinya, atau setelah pulang sekolah, bila ia masuk
pagi, keadaan dirumah itu kerap sepi dan terlihat seperti tiada orang yang
menempatinya. Yoyo setiap kali merasa bahagia disaat suasana sepi tanpa teman
yang menganggunya, yang selalu membuat dirinya bebas untuk melakukan apapun. Didalam
keseharian Yoyo, Dia suka sekali membuat karya dari menggambar sampai membuat
puisi, kesukaannya pada seni membuat dirinya terkenal sebagai penyendiri, dan
jarang untuk berkumpul dengan kawan-kawan sebayanya, atau masyarakat sekitarnya
bukan berarti ia tipe orang yang senang berada dalam rumah atau dengan kata
lain anak rumahan.
Bulan Maret pun telah berlalu sampai dibulan April yang
semakin suntuk oleh karena keadaan yang memaksa dia untuk setia pada kejombloannya,
malam minggu itu Yoyo sedang asik didepan rumah berteman dengan rokok, hembusan
angin menyibak muka Yoyo, dan dedaunan yang rapuh menemani malamnya yang sepi,
asap rokok yang keluar dari mulutnya membahana tanpa arah yang pasti, hingga
membuat bentuk yang tidak teratur, lalu ia masuk kedalam rumah untuk
menghidupkan tape yang selalu menemaninya bila suasana hati merasa sepi, memang
hanya itu hiburan yang ada dirumahnya. Ketika sedang asik mendengarkan alunan
musik rock era 90’an yang menjadi favoritnya, lalu tiba-tiba Syarif datang
bertamu. dimana Syarif baru saja dari rumah Dewi terlebih dahulu kira – kira
sekitar Jam setengah delapan malam, Yoyo merasa sedikit kesal dengan datangnya
Syarif malam itu karena mengusik ketenangannya.
“Yo…!,
Elo lagi ngak ngapa-ngapain kan..?” tegurnya saat melihat Yoyo yang sedang
menulis, dan kebetulan pintu rumah terbuka.
“Eh
elo Rif, ada apa nih?; Elo kayanya lagi ada perlu banget, tapi jangan pake
teriak dong bikin bangun tetangga gue aja luh !” sapa Yoyo tanpa menjawab
pertanyaan yang Syarif lontarkan, wajarlah Yoyo masih merasa bosan dengan
cerita cinta.
Syarif menghampiri Yoyo yang berada diatas kursi didalam
rumah, Yoyo lalu berdiri untuk sekedar saja lalu ia duduk kembali sambil
merapikan kertas yang berantakan diatas meja,
“Gini
Yo____? (kini suaranya agak ia pelankan) tadi gue nelpon Anna, terus gue
janjian dirumah Ijah, elu mau ikut kagak ?” ucap Syarif dengan wajahnya yang
berseri-seri, dan tampak bahagia lantaran sang kekasih yang tercinta akan ada
didekatnya, Yoyo yang selalu ingin tertawa bila mendengar Syarif bicara dengan
logat jawa yang medok.
“Oh
gitu____; terus elo emang janjian dimana Bleng..?” Tanya Yoyo yang tak
mendengar dengan jelas ucapan Syarif tadi, dan Ia pun mengambil bungkusan rokok
tersebut, Ia tarik sebatang rokok yang lalu dihisapnya setelah sebelumnya Ia
nyalakan dengan korek kayu yang tersimpan didalam sakunya, Yoyo tampak sibuk
menaruh korek kayunya kembali kedalam saku celana levisnya itu.
“Iya,
gue tadi janjian dirumahnya Ijah; oh iya… dari pada elu sendirian dirumah, elu
ikut gue aja yuk!?” Syarif mengajak Yoyo untuk ikut kerumah Ijah, Yoyo merasa
ingin ikut, akan tetapi dihatinya ragu-ragu, lantaran Yoyo sedang merasa
suntuk, dan ingin pergi keluar entah kemana.
“Ntar
dulu yah? gue mikir dulu, mau ikut, apa dirumah aja?. Oh iya,! Ngomong –
ngomong elo ama Uchay bagaimana sekarang Bleng?” Tanya Yoyo yang lalu
meletakkan tangannya diatas dagunya, sambil Ia memikirkan antara ikut atau
tidak, dan Ia mencoba mengulur beberapa detik agar Ia dapat temui jawaban dari
pertanyaan yang ada didalam hatinya itu, akan tetapi Syarif yang sedang
terburu-buru karena sudah ada janji dengan kekasihnya, tampak tak bisa diam dan
serasa ingin cepat menuju ketempat dimana Ia sudah tetapkan sebagai tempat
untuk bertemu.
“Semakin
jauh Yo!; terus bagaimana elo jadi ikut apa ng’gak nih?, kalau jadi.., ayo
sekarang kita kesono, tuh udah jam delapan, ayo buruan!.” ajak Syarif dengan
agak memaksa lalu Ia bangkit dari duduknya dengan agak tergesah-gesah, oleh karena
jam yang ditentukan sudah memanggil, Yoyo yang belum memutuskan, akhirnya ikut
juga menuju kerumah Ijah yang berada tak jauh dari rumah Yoyo.
Mereka menuruni tangga yang terbuat dari peluran, dan melalui gang kecil yang
sempit dipadati oleh rumah para penduduk setempat, jalan tersebut adalah jalan
yang terdekat untuk sampai kerumah Ijah. Mereka semakin mempercepat langkah
mereka oleh karena Syarif telah berjanji, sambil menghisap rokok yang sudah
dinyalakan sebelumnya mereka bergegas. Akhirnya mereka tiba dipertigaan gang
dimana terdapat warung rokok disana Yoyo terdiam dan terpaku hanya
memperhatikan Syarif yang menghampiri dua gadis cantik sedang duduk di atas
teras rumah, dari sana pula Yoyo memperhatikan mereka bertiga yang sedang asik membicarakan
sesuatu, walau gelapnya malam namun masih dapat terlihat rambut panjang yang
terurai dengan setelan celana pendek serta t-shirt coklat garis-garis, sedang
yang satunya berada diteras rumah dengan setelan celana jeans panjang dipadu
dengan t-shirt berwarna biru. Yoyo berdiri dibawah pohon belimbing yang berada
tepat didepan warung tersebut, sedang Syarif asik mengobrol dengan mereka.
Dengan jalan perlahan Yoyo menghampiri mereka, akhirnya Yoyo
berada diantara mereka yang penuh canda dan tawa, cerita yang Yoyo tak mengerti
awalnya maupun akhirmya, tiba-tiba saja Syarif menegurnya dan berkata pada Yoyo
yang sebelumnya hanya mendengarkan mereka berbincang kesana kemari.
“Yo!
ini kenalin cewe gue, Anna” ujar Syarif dengan bangga setelah Yoyo sudah berada
diantara mereka bertiga sekitar 5 menitan,
“Yoyo”,
ucap Yoyo sambil menjabat tangan yang sudah terjulur dihadapannya, Yoyo pun
merasakan getaran saat tangan halus menyentuh telapak tangannya, bagai sebuah
kehangatan yang menyambar kedalam lubuk hatinya dan perasaan itu muncul begitu
saja di lubuk hatinya, memang selama ini Yoyo telah kehilang seorang gadis yang
sangat Ia sayangi didalam kehidupannya,
“Anna”,
ucap gadis berambut panjang dengan setelan t-shirt, dan celana pendek itu,
dengan suara lembutnya serta senyuman manis dari bibirnya membuat Yoyo berusaha
untuk menghindar.
Saat Yoyo melihat Anna Ia merasa terkesan ternyata hal ini
yang membuat banyak pria mengincar Anna untuk menjadi kekasih mereka, namun
hanya sedikit getaran didada saat itu, oleh karena Yoyo merasa gadis itu adalah
kekasih sahabatnya, kini yang ada didalam hatinya adalah sebuah jawaban ‘oh___
mungkin ini yang menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan gue, yang selama
ini pengen gue tahu, tapi orangnya gak ada yang special darinya, dan hanya
terlihat biasa-biasa saja, tapi apa yang menjadi perebutan adalah sikap
ramahnya yang menjadikan hal indah, senyumannya yang begitu menawan membuat gue
jadi sedikit suka; dan ternyata kelembutannya itu yang membuat banyak pria
merasa terhormat bila berada didekatnya’, kata-kata yang hanya ada didalam
hati membuat Yoyo termenung hingga mengabaikan ucapan Syarif yang sedang
memperkenalkan Ijah padanya,
“Yo,
ini kenalin kawan gue.!” tegur Syarif dengan nada suara yang agak keras,
membuat Yoyo sadar yang lalu menyambut tangan halus yang sudah dari tadi
didepannya,
“
Ijah,” ucap simple gadis itu dengan wajah yang nampak agak sedikit kesal,
“Oh
iya. gue Yoyo, dan maaf yah. gue tadi bengong.” ucap Yoyo karena merasa
bersalah sudah tak menghiraukannya yang berada dihadapannya itu,
“Iya
nih. elo bagaimana sih Yo, orang udah serius ngajak kenalan juga; eh, elo malah
cuekin!” sindir Syarif pada Yoyo sambil tersenyum dan agak cemburu lantaran
Yoyo menatap Anna begitu lama.
“Oh
iya Yo; kayanya gue udah kenal elo deh!?” ujar Ijah pada Yoyo, sedang Yoyo
terdiam hanya mencoba untuk mengingat-ingat lagi kapan Ia bertemu dengan Ijah.
“Oh
iya; elo yang dulu rumahnya ada disamping Musolah An – Nur kan?, waktu itu kalo
gak salah, gue cuma kenal muka elo doang, tapi gue gak tahu nama elo, waktu itu
pas gue lagi mau pergi ke acara ulang tahunnya Wati trus jatoh di depan rumah
elo yang akhirnya kue ulang tahunnya jadi kotor kan!?” ujar Yoyo dengan agak
senang bercampur dengan bayangan wajah Ijah yang pernah menertawakanya dimasa
lalu,
“Elo
bener Yo, yang trus elo nangis akhirnya bokap gue nganterin elo pulangkan! masa
sih gue sampe lupa sama kejadian lucu kaya gitu, elo juga dulu sering maen sama
Didit dirumahnya kan, terus sekarang bagaimana elo masih maen sama Dia....?” Tanya
Ijah sambil mengingatkan tentang masa kecil Yoyo dengan Didit sahabatnya itu,
“Masih
gue masih maen sama Didit, emang kenapa elo nanyain Didit?!”
“Enggak
gue cuma mau nanya aja, ternyata elo juga temenan sama Didit dari dulu sampai
sekarang” ujar Ijah yang duduk manis diatas teras ubin yang berada didepan
rumah yang berada jauh dari tempatnya yang dulu, dan kini berada didekat warung
Mama Ade yang cukup dikenal oleh warga setempat.
“Jah,
elo udah kenal lama sama mereka?” Tanya Yoyo yang melihat Ijah agak sedikit
bete melihat Syarif dengan Anna yang lagi asik pacaran diteras depan rumah yang
berbeda, duduk bersebelahan sambil mengobrol kesana kemari tak menghiraukannya
dengan Yoyo yang sedang asik mengenang masa kecilnya dulu.
“Belum
lama, ketimbang gue mengenal elo Yo, terus elo kok sepertinya jarang gue lihat
maen di daerah sini?” Tanya Ijah mencoba mengalihkan pembicaraan,
“Emang
gue jarang keluar sejak tiga tahun yang lalu, paling kalau gue mau maen, gue
pasti maennya ke Buaran atau ke Klender, dan yang paling dekat gue maen kerumah
teman gue yang berada di gang Bambu” jawab Yoyo dengan sangat singkat,
“Eh
Yo, kita ngobrolnya disono aja yuk, dari pada ganggu mereka berdua yang lagi
asik kangen-kangenan!” ujar Ijah mengejek mereka yang nyuekin dirinya dengan
Yoyo.
Malam itu didepan rumah Ijah serasa penuh kenangan dimana Yoyo teringat akan
sosok Wati yang pernah Ia suka sewaktu SD, itu yang terbesit dipikirannya saat
itu. Sudah tiga tahun Yoyo tak pernah ikut main dengan anak muda dikampung itu,
Yoyo yang memang belum lama pulang kerumah orang tuanya, dimana sebelumnya Ia
tinggal dirumah kakeknya di Buaran Satu tepatnya. Kehidupan Yoyo dirumah
kakeknya yang berada di Buaran Satu sangatlah terkekang oleh karena memang
terkenal sebagai orang kaya, sehingga Yoyo suka diantar kerumah orang tuanya
yang berada di kampung Pisangan kalau sedang libur sekolah rumah orang tuanya,
Yoyo bebas untuk kemana saja, bebas untuk mengeluarkan keinginannya, oleh
karena keadaan yang seperti itu akhirnya Ia pun memutuskan untuk pulang kerumah
orang tuanya yang berada dikampung Pisangan tersebut, semenjak itulah Yoyo tak
pernah keluar rumah, padahal sewaktu kecil Ia suka bermain dengan
teman-temannya dikampung itu, dimana penuh canda dan tawa, akan tetapi semenjak
Ia berada di SLTP semua itu berubah, Yoyo sering menyendiri dirumah sedang
kalau hari libur sekolah Ia pasti pergi main ketempat yang jauh dari rumahnya,
oleh karena Ia memang sudah terbiasa sendiri saat berada dirumah kakeknya, dan
Ia memang memiliki sahabat di daerah Buaran, Rawa Badung, serta Klender yang
membuat Ia suka untuk main kesana hanya sekedar melepas penat yang berada
didirinya dan rindu pada mereka yang menjadi teman dekatnya, atau hanya sekedar
berkunjung.
“Anna
gue kangen banget sama elu Ann!” Syarif yang lalu merangkul Anna lantaran
rasa rindunya yang begitu dalam, namun Anna hanya menanggapi dengan senyuman,
mungkin karena Anna merasa bosan dengan Syarif yang tak pernah mau untuk
berubah.
“Bay,
gue kayanya gak mungkin nerusin hubungan kita, soalnya gue mau serius sekolah
dulu, lagian gue juga belum diizinin ama nyokap gue…!” Anna yang tiba-tiba saja
melontarkan kata-kata yang manis terdengar oleh telinga Syarif.
“Anna
; gue gak bisa untuk jauh dari elu, seandainya saja gue bisa (syarif semakin
erat merangkul Anna) mungkin keputusan elu untuk pergi dari gue bisa gue
terima, tapi Ann…” Syarifpun tak melanjutkan kata – katanya oleh karena
meletakkan tangannya di depan mulut Syarif.
“Udah
ah Bay, gue gak mau ngomongin itu lagi yang pasti kita jalanin aja yang ada,
tapi gue minta satu dari elu…?” ucap Anna sambil bersandar dibahu Syarif
begitu mesrah membuat Ijah dan Yoyo sedikit iri pada mereka.
“Elu
minta apa dari gue” tanya Syarif penasaran dan wajahnya sedikit tenang tak segelisah
saat Anna bicara putus.
“Gue
mau elu gak ngerokok lagi” jawab Anna dengan pasti hingga Syarif merasa
binggung mau jawab apa, lalu Syarif menoleh kearah ijah serta Yoyo.
“Kenapa
tuh Jah Syarif ngeliatin kita….!” Ujar Yoyo pada Ijah disela obrolan mereka
berdua.
“Gak
tau Yo.. mungkin dia gak enak kali sama kita mereka cuma ngobrol berdua aja”
jawab Ijah pada Yoyo,
“Yo
elu beneran gak punya pacar ?” tanya Ijah dengan pasti dan menatap wajah Yoyo
dengan perasaan yang tak percaya kalau Yoyo benar-benar tidak memiliki pacar.
“Emang
gue gak punya pacar emang kenapa sih elu nanya gue kaya gitu ?” tanya balik
Yoyo pada Ijah yang membuat wajah Ijah merona takut ketahuan sesungguhnya
dirinya menyimpan perasaan pada Yoyo yang memang sudah sejak lama Ia suka.
“eng…gak;
gue Cuma gak believe aja, masa orang kaya elu gak punya pacar !” Seru Ijah yang
membuat Yoyo tersenyum.
Disisi
lain.
“Ann,
kapan kita nonton, gue pengen ngajak elu nonton di Butet (Buaran Theater)
kayanya kita udah lama gak pernah jalan lagi!” seru Syarif pada Anna.
“Ya
udah, kalo elu mau ngajak gue nonton, kira – kira kalo gue ngajak Sari gimana
?” tanya Anna pada Syarif.
“Sari
ama Cowoknya kan?” Syarif yang sedikit berpikir bajet yang iya pegang setelah
melontarkan pertanyaan.
“Iya
lah, trus Ijah ….” Anna
“Terserah
kalo elu mau ajak gak apa-apa, tapi bayar sendiri-sendiri!” seru Syarif
lantaran Ia hanya punya uang cukup.
“Jah…..!
sini deh sebentar!” seru Anna memanggil Ijah
“Kenapa
Ann...?” tanya Ijah sambil melangkahkan kakinya menuju kearah Anna yang sedang
asik berdua dengan Syarif menikmati malam minggu, setibanya Ijah didekat Anna,
Anna pun membisikinya seraya mengatakan apa yang sudah Syarif dan Anna
maksudkan, dan Anna membisiki Ijah agar ia mau mengajak Yoyo untuk ikut menonton
juga, tapi sayang hal tersebut hanya menjadi angan-angan belaka.
Akhirnya Ijah mau ikut tapi tanpa
ada pasangannya oleh karena Yoyo tak mau ikut, lantaran Yoyo ingat dengan pesan
Ustadz Ahmad yang mengatakan "masuk kedalam Bioskop adalah makruh hukumnya
alias dibenci Allah SWT".
Namun lantaran hanya dibenci tidak
haram hingga membuat banyak umat Islam yang menganggap dibenci Allah adalah hal
yang ringan hingga banyaklah umat Islam yang masuk dalam kebencian Allah. ‘Langkah
yang buruk adalah langkah yang dibenci Allah’ jangan didengarkan kata-kata
ku karena aku hanya seorang pendusta tiada kebenaran dari ucapan ku.
Malam itu sedang asik-asiknya
berbincang dengan Ijah dua orang pria datang menghampiri Syarif dan Anna yang
berada didepan rumah Ijah, mereka agak jauh dari Yoyo serta Ijah yang berada
didepan rumah salah satu tetangganya yang memang masih kerabatnya, ‘Yah itu
adalah Arif yang datang bersama dengan Uchay’, yang memang sudah dikenal oleh
Syarif, dan Anna. Suasana hati Syarif malam itu kacau balau oleh karena Uchay
datang, dan suasana obrolan dengan Anna terusik dengan datang nya mereka berdua
terlebih lagi Uchay, seorang sahabat yang mencintai kekasih sahabatnya itu,
Yoyo dan juga Ijah terdiam tak meneruskan obrolan melihat kedatangan Arif
dengan Uchay.
“Yo
sini?! kenalin kawan gue….” panggil Syarif kearah Yoyo, Yoyo pun menghampiri
mereka berempat, Ijah pun ikut menuju ketempat mereka berbincang.
“Gue
Yoyo….!” seru Yoyo menyalami mereka,
“Gue
Uchay!” sambut Uchay dengan senyum ramah,
“Gue
Arif !” Suara Arif hampir berbarengan dengan Uchay menyebutkan namanya.
Suasana malam itu dipelataran rumah yang berubin keramik semakin ramai canda
serta tawa kerap menghiasi, dan Yoyo merasa suntuk hingga dihatinya selalu
ingin pulang. Syarif malam itu semakin bertambah kebenciannya pada uchay; oleh
karena, pas Anna meminta diantarkan pulang bukannya Syarif yang mengantarkan,
malahan Uchay yang dengan sigap menawarkannya, yang akhirnya Anna pun pulang
dengan Uchay, dan bukan dengan Syarif yang masih berstatus baru putus itu.
“Semuanya
gue balik duluan yah!” ucap Anna yang lalu pergi bersama dengan Uchay.
“Oh
iya! gue juga balik Bleng, gue mau nyelesain PR gue yang belum selesai, oh iya
Jah gue balik ya....” ujar Yoyo pada Syarif seraya mengucapkan salam perpisahan
pada Ijah,
“Oh…;
ya udah nanti gue nyusul elu Yo___!” sambut Syarif menanggapi, sedang
Ijah hanya mengangguk tanpa berkomentar, dan memberikan senyumnya yang manis.
Yoyo akhirnya pulang kerumah tanpa tahu apa saja yang dibicarakan Syarif dengan
Ijah yang jelas semua itu mereka yang tahu, setiba dirumah; Yoyo pun akhirnya
terbayang akan kekasihnya untuk pertama kalinya, ‘Yah__, sebut saja namanya
Ani’, tetapi Yoyo merasakan perasaan yang berbeda saat menatap wajah Anna yang
sangat unik dengan tanda lahir yang berada diatas bibir, yang membuat Yoyo
terbayang akan dirinya, tetapi sayang Ia sudah menjadi milik orang lain yang
menjadi sahabatnya itu. Setibanya dirumah, Yoyo duduk termanggu menunggu Syarif
yang katanya akan menginap dirumahnya, suasana yang sepi menambah perasaannya
hanyut didalam lamunan yang begitu sangat, dan terlintas dipikirannya
seandainya dirinya yang pernah menjadi kekasihnya itu masih ada disisi mungkin
Ia takkan merasakan sepi yang begitu dalam, desir angin malam itu menambah
dingin yang masih ia simpan dilubuk hatinya. Ruang tamu yang terdapat kursi
lapuk adalah kenyataannya, lalu tak beberapa lama Yoyo memandang sebuah potret
yang berada didalam dompetnya, sebuah potret seorang gadis yang berkulit hitam
manis tersenyum dengan manisnya, Dialah Ani sang pujaan hati dimasa yang lalu,
tak lama kemudian Syarif pun tiba dengan wajah yang sangat kacau, dan tak
seriang saat berada disamping Anna beberapa jam yang lalu, mungkin itu yang
disebut cinta bila tak ada kekasih yang menemani terasa sepi, bila kekasih
dengan pria lain hati akan merasa cemburu sampai curiga pun muncul meski pria
itu sudah dikenal atau pria tersebut adalah sahabatnya, namun yang aku tahu
cinta itu adalah sesuatu yang lebih indah dari pada yang mereka jalani, dan
saat itulah awal-awal kisah yang menurutku sangat unik, antara
persahabatan dengan percintaan.
BULAN-BULAN YANG SEPI (2)
Aku tidur diatas kasur kapas yang indah
Berteman alunan ilalalang dibalik ngarai
Terbuai didalam hayal
Taman impian
Bersatu dalam hujan malam
Hilang bersama gelap di selatan
By : Yoyo
‘Sepanjang kisah cinta tak pernah aku dapati cinta tanpa memandang material,
segalanya bagai satu tubuh yang menjadi satu’. Ada banyak wanita yang akan
tergiur, dan sang wanita pasti mau untuk menjadi kekasihnya bila sang pria
memiliki harta yang berlebih atau cukup dikenal sebagai anak dari orang tua
yang kaya, atau dikenal sebagai cucu dari kakek yang kaya, dan yang semakin
romantis adalah bila seorang wanita yang mencintai seorang kakek yang memiliki
kekayaan, itulah yang aku tahu dari kehidupan dimasa kini, ini sebuah kenyataan
yang sulit untuk dirubah oleh karena sebuah sugesti yang telah mengakar dari
jaman pra-peradaban sampai pada saat ini, dan kehidupan cenderung dinilai
dari hartanya serta seberapa banyak orang itu memiliki harta warisan, bukan
dinilai sesuatu yang lebih utama. ‘Maaf sedikit mengkritis oleh karena ini
memang sebuah kenyataan dari hidup, dan aku cukup maklum di jaman susah
yang semakin susah’.
Sepanjang kisah Yoyo dimasa silam, Ia selalu mencintai seorang wanita yang
mengenakan jilbab, dan Ia memang memandang wanita akan terlihat lebih baik
apabila wanita itu lebih menjaga auratnya, setelah lama ia tak lagi mencintai
wanita alias menjomblo, akan tetapi Yoyo terkadang menelphone seorang gadis
yang pernah menjadi kekasihnya sewaktu di SLTP, Yah Dia seorang gadis Betawi
yang memiliki wajah cantik, mengenakan jilbab yang membuat gadis Itu begitu
menawan hatinya, Dia pun menjadi rebutan banyak kaum Adam yang berada
disekolahnya atau pun dilingkungan tempat tinggalnya.
“Hallo….;”
malam itu Yoyo di sebuah wartel dekat pangkalan metro mini 47 jurusan Pondok
Kopi Senen,
“Ya,
Hallo. ini siapa yah…?” ucap seorang pria yang suaranya terdengar sudah agak
tua sekitar 40’an,
“Assalammualaikum”
ucap Yoyo tanpa menjawab pertanyaan bapak itu,
“Wa’alaikumsalam_
ini siapa.., dan mau bicara dengan siapa?” Tanya bapak itu untuk ke dua kalinya
dengan nada yang rendah namun tampak agak kesal, entah mungkin karena ada
masalah dalam rumah tangganya.
“Saya
Yoyo, bisa bicara dengan Aik-nya pak…?” Jawab Yoyo dengan sopan dan lalu Ia
menanyakan salah seorang anaknya,
“Sebentar.
bapak panggilin dulu Aik-nya” Ujar bapak itu yang lalu meletakkan gagang telepone
yang masih dapat Yoyo dengar suara didalam rumah itu, suaranya yang keras
memanggil Aik pun dapat didengar oleh Yoyo, lalu tak beberapa lama Yoyo
menunggu, kemudian suara yang lembut terdengar dari gagang telepone yang
menempel dikelinganya,
“Eh
elo Yo. ada apa nih Yo..?” Tanya Aik dengan penasaran oleh karena Yoyo jarang
menghubungi Aik semenjak kisah cinta mereka putus dipertengahan tahun lalu,
“Enggak
gue cuma kangen aja ama elo. oh iya, elu lagi ngapain….?” Tanya Yoyo sambil
memandang ke sekitar ruang KBU Wartel tepatnya, yang dipenuhi dengan coretan
pulpen bertuliskan nama, serta nomor telepone entah nomor telepone siapa
yang jelas Yoyo tak perdulikan,
‘Lagi
nggak ngapa-ngapain___; emang kenapa Yo!?’ seru Aik dengan suaranya yang
lembut,
“Nggak,
oh iya; elo gak malam mingguan nih…!” ucap Yoyo agak ragu mengatakannya,
‘Enggak
Yo, gue lagi ada masalah sama pacar gue, jadinya gue dirumah aja deh!’ jawab
Aik tanpa merasa sedih walau gundah dihati terdengar dari suaranya,
“Oh
gitu Ik; emangnya masalah elo gimana. Trus emangnya elo bikin kesalahan apaan
sama dia?” Tanya Yoyo sedikit penasaran,
‘Bukan
gue kali… yang bikin kesalahan, tapi dia yang bikin gue sebel, masa Dia jalan
sama cewek lain didepan gue, trus yang bikin gue tambah kesel lagi, dia pake
senyum ke gue lagi., trus Dia juga mau nyamperin gue, akhirnya gue pun
menghindar dari Dia!’ seru Aik, sedikit jengkel dihatinya
“Elo
salah Ik, mestinya elo jangan menghindar gitu, belum tentu cewek itu pacarnya
bisa jadi itu saudaranya yang mau Dia kenalin ke elo, trus kenapa elo gak
coba nanya ke dia, tentang cewek tersebut. trus emangnya setelah kejadian itu
Dia gak pernah nelephone elo atau sebaliknya?” ujar Yoyo seraya memberi masukan
pada Aik,
‘Pernah,!
Tapi gue gak mau ngomong sama dia, Habis gue udah gondok duluan ama dia’ Jawab
Aik dengan agak tenang seperti orang yang tak pernah membuat kesalahan apapun,
“Ya
ampun..... segitunya !” seru Yoyo
‘eh
tapi, Iya juga Yo. nanti deh!, gue coba tanya sama dia, trus elu sendiri
bagaimana. udah punya pacar Lagi?’ tanyanya pada Yoyo,
“P
A C A R!?; nggak dulu deh.. gue masih mau sendiri, belajar menelaah diri
sendiri biar gak ancur dikemudian hari.” sahut Yoyo dengan suara yang agak
bimbang oleh karena dihatinya kini tersimpan nama seseorang yang sangat dia
sukai yah sebut saja. Dia adalah Anna yang masih menjadi Mantan kekasih
Sahabatnya itu, tapi selama ini yang masih ada dilubuk hatinya hanyalah kekasih
pertamanya, sebut saja Ani.
“Tapi
apa elo gak bosen. tiap malam minggu kaya gini, elo cuma bisa duduk ngeliat
orang gandengan tangan, trus menikmati malam yang dingin berdua, atau gangguin
mantan-mantan elu biar gak sepi gitu?!” tandas Aik menyindir Yoyo yang sedang
gusar antara harus mencintai atau hanya sebagai sahabat saja, obrolan dengan
Aik semakin tak enak,
“Ik
gue itu gak pernah merasa seperti apa yang elo katakan, yang jelas gue bakalan
merasa bosen kalau gue udah gak ada duit buat jajan, and gue juga akan merasa
bosen kalo ngeliat sahabat-sahabat gue sedih karena masalah cinta atau hal
lainnya..!” seru Yoyo sambil menatap durasi rupiah yang sudah menunjuk kan Rp.
2000,- biaya yang sudah dikeluarkan, oleh karena sudah cukup lama Ia menelepone
Aik,
“Maaf
Yo. kayanya gue harus udahin obrolan kita, habis ada yang mau make telepone
nih…!”, ucap Aik oleh karena sang kakak ada disampingnya, hingga obrolan jadi
gak enak lagi.
“Ya
udah deh kalo gitu. gue juga mau balik, oh iya. Kapan-kapan gue telepone elo
lagi oke! Assalamualaikum…” ujar Yoyo mengucapkan kata perpisahan, lalu Ia
menuju kearah operator untuk membayar biaya yang sudah dikeluarkan.
Disisi
yang berbeda.
“Ik
elu lama banget sih terima teleponenya, gue kan mau pake nelephone….!” Wajah
kakak yang begitu marahnya.
“Ah
kakak…, segitu marahnya sama Aik, Aik kan juga baru kali ini pake telepone
lama, kalo kakak yang pake telepone lama Aik gak marah, padahal Aik ada hal
penting”, balas Aik yang sambil berjalan menuju ke arah kamarnya.
“Elu
ngelawan mulu kalau gue bilangin…!” sang kakak dengan nada yang agak keras
hingga sang Bapak yang sedang pusing menatap mereka dengan wajah yang tak enak.
“Udah-udah,
masuk kamar Ik, kamu juga jadi kakak bukannya baikin adenya malah berantem
mulu, Mama gak suka kalo kalian kaya gitu!” seru sang Ibu yang memisahkan
mereka yang sedang bertengkar, lalu merekapun berhenti dari bertengkar mulut,
Aik pun masuk kedalam kamar lalu tidur sedang sang kakak menelephone dengan
santainya mencoba melupakan kejadian yang baru terjadi.
Yoyo pun sudah merasa tenang, lalu Ia berjalan menuju kearah tepi jalan raya
yang setelah itu ia pun menyeberangi jalan yang ramai dengan kendaraan
bermotor, serta terasa sesak di dada oleh karena asap yang keluar dari
kendaraan umum yang tidak terawat ‘maklum jakarta’. Setibanya dirumah
Yoyo langsung menghidupkan tipe lalu ia raih kaset Heavy Metal yang tergeletak
diatas kasur yang memang berada diatas lantai, tak lama sedang asik
mendengarkan musik tiba-tiba Anna datang berkunjung bersama sahabatnya
hingga membuat suasana jadi serba salah, ‘yah…; memang itulah adanya’,
pintu rumah yang tak terkunci, dan hanya tertutup saja adalah kebiasaan Yoyo
kalau sedang berada dirumah.
“Mia
kira-kira Yoyo nya ada apa enggak yah…?”. Tanya Anna pada Mia sambil jalan
menuju kerumah Yoyo.
“Yah…,
gak tau Ann, emangnya elo udah janjian sama dia apa belum sih?” jawab Mia,
“Ah,
cuek aja deh kita coba aja, kali aja ada dirumah” Anna dengan perasaan yakin
bahwa Yoyo ada di rumah.
“Terus
kalau ternyata dirumah Yoyo ada Abay bagaimana..?” tanya Mia dengan santai
“Iya
juga!” seru Anna yang lalu berhenti sejenak, dan ditatapnya wajah Mia
mengisyaratkan agar dia mau untuk mengintipnya terlebih dahulu,
“Tuh
kan akhirnya gue juga yang kena, oke deh demi persahabatan gue rela bantuin
kawan gue yang lagi ‘fallin in love’ sama Yoyo, terus Abay elu mau kemanain?”
sindir Mia sambil melongok kedepan rumah Yoyo yang sepi tak ada siapapun.
“Ann,
sepi gak ada orang tapi kayanya Yoyo nya ada deh habis suara tape
kedengeran sampai kesini” Mia yang menghampiri Anna yang menunggunya di
pertigaan gang sempit.
“Yang
bener, ya udah kita kesono yuk…!” Anna dengan senangnya melangkahkan kaki
menuju kearah rumah Yoyo, setibanya didepan rumah Yoyo mereka dorong-dorongan
yang akhirnya Anna juga yang memberikan salam terlebih dahulu didepan pintu
rumah,
“Assalamualaikum___”
Anna menyapa,
“Wa
alaikumsalam___!” sambut Yoyo yang langsung mendengar suara yang datang dari
depan rumah, lantaran ia baru saja mau mengganti kaset yang sudah habis lalu
dengan cepatnya Ia segera membuka pintu rumah yang tak ia kunci,
“Eh
elo Anna__, tum_ben. ada apa nih….!?” Sapa Yoyo yang kaget Dikiranya siapa
ternyata mantan kekasih sahabatnya,
“Ngga....
oh iya Yo, nih kenalin teman gue Mia” ujar Anna yang lalu tersenyum padanya,
“Mia.”
serunya memperkenalkan diri sambil menatap wajah Yoyo dan menoleh kearah Anna
dengan wajah yang seperti menutupi sesuatu,
“Gue
Yoyo. oh iya, silahkan masuk!” balas Yoyo yang lalu tersenyum, Anna serta
Mia akhirnya duduk didepan rumah yang berteras kuning dengan penyangga yang
terbuat dari besi silinder yang tak terlalu besar dengan cat berwarna putih,
sedang Yoyo masih berdiri namun kini berada didekat mereka,
“Ngomong-ngomong
Mau minum apa nih?” Yoyo sambil tersenyum.
“oh
iya. Sebenarnya elo kemari ada acara apa nih..?” ucap yoyo.
“Makasih
Yo. elo gak usah repot-repot. Nggak Yo… gue cuma mau minta anterin sama elo!”
balas Anna,
“Emang
nya elo pada mau kemana minta dianterin ama gue…?” Tanya Yoyo,
“Kita
mau ke telepone umum yang ada dirumah sakit Islam, habis cuma disana yang ada telepone
umum koin” Mia menjawab, berharap Yoyo mau untuk menemani mereka ke rumah sakit
Islam yang berada didekat Pos Polisi Pondok Kopi,
“Oh
gitu. Ya` udah kalau gitu tunggu bentar. gue ngonci pintu dulu oke !” Yoyo pun
segera menuju arah pintu rumah untuk menguncinya, namun sebelum mengunci pintu
Yoyo mematikan tape yang masih menyala, dan kaset yang baru Ia pasang belumlah
habis didengarnya. Akhirnya mereka bertiga pergi menuju kerumah sakit Islam, melewati
tangga rumah yang berada dihalaman, yang lalu tak terlihat lagi setelah mereka
belok didepan gang yang penuh kenangan bagi Yoyo.
Mereka berjalan bersamaan melewati rel kereta, lalu mereka menyeberangi jalan
raya yang ramai, dan sangat riuh karena suara para kenek ditambah suara para
tukang ojek yang sedang mengobrol kesana kemari sambil menawari setiap orang
yang baru turun dari angkutan umum, ketika itu mereka bertiga berjalan sambil sedikit
membicarakan hal–hal biasa. Sedikit demi sedikit Anna menoleh sambil
menampakkan senyum manisnya pada Yoyo. ‘Kasihannya Mia yang menjadi sapi ompong
lantaran Yoyo hanya mengajak ngobrol Anna’, sedang Mia hanya sebatas saja,
namun terkadang Anna mengajak bicara Mia yang memang sahabatnya itu, disisi
lain Yoyo saat itu bertanya–tanya di dalam hatinya ‘apakah mungkin gue jatuh
cinta sama Anna, dan kenapa gue didekatnya, gue merasakan getaran yang begitu
dalam?’ ucapnya didalam hati.
Sebaliknya Anna merasakan-perasaan yang nyaman malam itu saat Yoyo
memperhatikannya. tak terasa walau berjalan dengan santai, akhirnya mereka tiba
dirumah sakit itu, Anna yang langsung menuju telepone umum itu bersama dengan
Mia tak perdulikan Yoyo dimana, akhirnya Yoyo nongkrong diatas trotoar yang
agak jauh dari mereka, dirumah sakit itu banyak orang-orang yang berlalu-lalang
ingin menjenguk keluarganya, sesekali melintas mobil ambulance datang dengan
membawa orang sakit, ‘yah.. sebagaimana layaknya rumah sakit.’ berbagai
raut wajah mengisyaratkan beraneka ragam perasaan manusia, ada yang nampak
sedih oleh karena duka menyelimuti, dan ada pula yang bersuka cita oleh karena
kerabatnya telah nampak lebih baik dari sebelumnya. Yoyo yang sedang nongkrong
ditrotoar itu sangat serius memandang seorang anak kecil yang menunjuk-nunjuk
mainan, yang memang diparkiran itu terdapat para pedagang mainan yang menjajaki
dagangan yang Ia bawa untuk mereka jual demi mendapatkan uang demi kebutuhan
anak serta istrinya dirumah, anak kecil itu menarik-narik tangan Ibunya, yang
dengan tangannya yang satu menunjuk kearah mainan berharap Ibunya mau
membelikannya.
Saat itu Yoyo teringat akan kenangan masa kecilnya yang selalu ingin membeli
mobil-mobilan bila Ia melihat pedagang mainan. Didepan gerbang rumah sakit yang
kini sudah tak berfungsi sebagai tempat keluar masuk kendaraan, hanya sebatas
untuk keluar masuk orang saja, nampak tukang ojek menunggu para penumpang
yang minta untuk diantar, serta tukang jajanan diseberang jalan berjajar sangat
ramai terlihat juga para pedagang buah yang bersaing harga, dan mereka menanti
pembeli yang mau mengunjungi kerabat mereka yang sedang sakit atau hanya
sekedar untuk isi kulkas dirumah mereka masing-masing, Yoyo melamun memandangi
sekitar yang memang malam itu begitu ramai, lamunan pun harus berakhir setelah
Anna menegurnya.
“Yo...;”
ucap Anna sambil menepuk punggung Yoyo, Anna tampak stress namun sedikit
bahagia, lantaran ada Yoyo yang mau menemaninya menelephone, tetapi saat itu
wajah Anna tak berseri lagi.
“Udah
nelphone nya..?” Tanya Yoyo yang langsung menoleh kearah Anna serta Mia,
“Udah
Yo.” Anna menjawab dengan singkat yang lalu melangkah menjauh dari telepone
umum itu,
“Mia!,
Anna kenapa sih…?” Yoyo menegur Mia yang berada disampingnya,
“Gak
tau Yo. tapi kayanya gara-gara Abay, masalahnya tadi Anna nelephone Dia, terus
habis ngobrol dengan Abay, Anna langsung bete gitu deh.” jawab Mia yang sedikit
banyaknya tahu,
“Ann!,
elo kenapa sih....?” tegur Yoyo yang lalu mengejar Anna yang berjalan didepan
agak jauh darinya,
“Gak
apa-apa kok. nanti aja deh gue ceritain ke elo Yo.” jawab Anna, yang kemudian
Yoyo pun terdiam tak menanyakannya lagi.
Merekapun akhirnya pergi dari tempat itu, dan perlahan tak terlihat lagi dari
tempat penjaga karcis parkir, mereka melalui jalan yang sama, namun kini agak
berbeda oleh karena mereka ingin lebih cepat sampai kerumah, sepanjang
perjalanan pulang Anna hanya diam membisu tak sepatah katapun keluar dari
mulutnya, sedang Yoyo kini tak dapat banyak bertanya pada Anna, yang
memang Ia sangat sanjungi saat itu meskipun Ia harus tutupi dari banyak orang,
demi tidak merusak hubungan antara Anna dengan sahabatnya, tak lama kemudian
mereka akhirnya tiba disebuah tangga peluran yang berada didepan halaman rumah
Yoyo dimana suasana sepi nampak disekitar rumah, hingga rindang pohon salam
yang berada disamping jalan setapak berpeluran menambah suasana disana nampak
semakin sepi angin serasa menyambut sunyi, Di malam yang dingin bersama gerimis
yang menghadirkan rasa dihati Yoyo semakin membeku, sebut saja seperti itu,
oleh karena sejak tadi Yoyo masih saja bertanya-tanya tentang masalah apa yang
sebenarnya Anna alami, didepan tangga itu mereka berdiri sejenak.
“Kalian
mau mampir dulu gak...?” Yoyo menawari, lalu Ia menatap Anna yang nampak
tak ingin cepat pulang,
“Makasih
Yo.., gue kayanya pulang aja deh.” jawab Mia dengan pasti,
“Sebentar
Yo__; gue nganterin Mia balik dulu yah!, nanti gue balik lagi, Tapi elo gak
kemana-manakan?” tandas Anna yang lalu bertanya membuat Yoyo tak jadi untuk
mengatakan sesuatu, dan menyuruh Yoyo untuk tetap berada dirumah secara tak
langsung,
“Ya
udah___, kebetulan gue lagi gak ada acara malam ini” seru Yoyo dengan santai,
Ia pun langsung menaiki tangga tersebut, lalu menuju keteras rumah untuk
membuka pintu yang tadi Ia kunci sebelum pergi, namun setelah Anna serta Mia
tak lagi terlihat nya.
Anna yang mengantarkan Mia pulang sampai kerumahnya setelah
itu Ia agak buru-buru menuju kerumah Yoyo, sedangkan Yoyo yang sudah berada
didalam rumah, Ia kembali menghidupkan lagi tape kasetnya yang tadi Ia baru
dengarkan setengah, malam itu Yoyo duduk diatas sofa, setelah sebelumnya Ia
membuat kopi sebagai teman untuk merokok, tak lama kemudian Anna pun tiba
dirumah Yoyo, yang lalu memanggil Yoyo dari depan rumah, sebenarnya Yoyo tidak
terlalu suka kalau Anna atau wanita datang kerumahnya, akan tetapi kali ini
beda oleh karena Yoyo memiliki perasaan yang tersimpan didalam hatinya hanya
didalam hatinya saat itu, lalu Ia segera membereskan rumah dari segala
macam benda yang berada diatas meja yang ditengahnya terdapat triplek sebagai
pengganti kaca meja, malam itu nenek sedang melaksanakan Shalat Isya, sedang
kakek sudah terlelap dikamar mereka masing-masing, nenek memang sangat tekun
dalam menjalankan ibadahnya, Anna menunggu agak lama didepan rumah Yoyo, Ia
merasa ragu-ragu untuk memanggilnya yang akhirnya Ia berpikiran untuk pulang,
akan tetapi Yoyo yang sudah tahu Anna didepan rumah karena sebelumnnya Yoyo
mengintip kedepan rumah melalui jendela kamar yang memang mengarah kehalaman
rumah. Ia segera membuka pintu rumah yang tak Ia kunci, baru saja Anna bangun
dari duduknya hendak melangkah kaki untuk pulang, tiba-tiba Yoyo memanggilnya
dengan lekas.
“Anna….Anna...!.
elo mau pulang yah?” tegur Yoyo yang merasa tidak enak karena Anna sudah
datang, Anna yang mendengar suara Yoyo segera menoleh kebelakang, Yoyo
tersenyum padanya,
“Ah
enggak____, gue cuma ngerasa gak enak aja gangguin elu malam-malam” ujar Anna
yang lalu kembali untuk meghampiri Yoyo yang berdiri didekat teras rumah,
“Duduk
Ann___, gue ngambil minum dulu buat elu yah” ujar Yoyo yang lalu masuk kedalam
rumah untuk mengambil segelas air minum, dan Yoyo tak menghiraukan alasan Anna
apa yang pasti Ia sudah berada didekatnya saat ini, sedikit jajanan warung
yang sudah ada dari tadi sore itu Ia bawa keluar bersama dua gelas berisi
air, sedang Anna duduk diatas teras rumah, yang memang duduk situ dikempat yang
paling enak untuk memandang kehalaman rumah yang penuh dengan rimbun pepohonan,
sesekali Anna memandang keatas langit berhiaskan bintang yang berkilau,
sesekali Anna mengendus udara yang sejuk, lalu tak lama kemudian Yoyo keluar
dengan agak kerepotan membuka pintu rumah, oleh karena membawa jajanan warung
dan membawa dua gelas yang satu berisi kopi sedang yang satunya lagi hanya air
putih biasa, pintu yang terbuka lebar membuat seisi rumah terasa sedikit sejuk
serta hening. Maklum penghuni rumah tersebut hanya nenek, kakek dan yoyo.
“Ann,
gue kelamaan yah, ngambil minumnya?” sapa Yoyo yang agak kerepotan membawa dua
gelas, serta toples jajanan warung yang Ia apit didadanya dengan menggunakan
lengannya yang kurus,
“Enggak
juga Yo, oh iya. itu pohon apaan sih Yo?” tanyanya pada Yoyo sedikit penasaran,
“Yang
mana Ann__?” Anna tak menjawab hanya menunjuk kearah salah satu
pohon yang tumbuh dihalaman rumah tua itu,
“Oh....
yang itu. kalau itu sih. pohon pete Ann.” ucapYoyo dengan santai sambil
menikmati suasana malam,
“Oh…..”
serunya. lalu termenung entah apa yang ia pikirkan, Yoyo merasa tak
enak masa tamu hanya duduk membisu, dan memendam masalah seorang diri tanpa mau
untuk membaginya pada seorang teman yang berada disampingnya,
“Ann,.
elo jangan bengong gitu dong., emangnya elo lagi mikirin apaan sih?” Tanya Yoyo
yang berada disamping kiri Anna, dengan perhatian yang tidak terlalu,
“Ahh__enggak Yo. gue Cuma lagi berpikir bagaimana kalau gue putusan aja sama
Abay `ya. plus gue juga lagi mikirin buat ulangan minggu depan.” jawabnya yang
lalu menoleh kearah Yoyo,
“Kok
bisa gitu.? Trus kayanya yang gue pethatiin elo berdua terlihat mesra, emangnya
elo ada masalah apaan sih sama Dia. Sampe-sampe elo berpikir untuk bubaran,
lagian yang gue tahu elo berduakan udah lama pacarankan?, apa karena ada orang
lain yang membuat elo berpikir untuk memutuskan hal tersebut Liss?” Tanya
Yoyo sedikit perduli dengan hubungan mereka.
“Gue
juga gak tahu Yo?. yang jelas hubungan gue berdua semakin tak menentu dan kita
juga udah jarang ketemuan setelah Dia pindah kerumah kakaknya, yang akhirnya
gue pun berpikiran untuk memutuskan hubungan gue sama Dia!” jawabnya,
“Oh
gitu: emang elu udah yakin akan keputusan elu Liss..?, kalau gue rasa semua itu
gak beralasan.” seru Yoyo yang merasa heran dengan keputusan Anna yang terlihat
agak terburu – buru,
“Elu
salah Yo-, gue merasa, yang gue lakukan udah benar sepenuhnya; udah Yo,
gue gak mau lagi ngomongin itu lagi, yang jelas gue udah lupa ama semua itu”
wajah Anna bertambah tidak enak dilihat dan nampak suara yang keluar bernada
agak marah, Yoyo merasa tak enak lalu Ia pun diam, dan Yoyo memandang
kesekeliling dengan perasaan yang tak menentu antara mengatakan saat ini atau
tidak sama sekali, Yoyo termenung lalu tiba-tiba Anna mengagetkannya dengan
menepuk pundaknya hingga segalanya lenyap, lalu Ia tersentak bertanya,
“Anna__.
Terus elu sendirian lagi dong sekarang..?” tanya Yoyo dengan nada yang agak
pelan,
“Kayanya
gitu deh Yo!, habis gue bosen dengan semua cinta yang gue alami.” jawab Anna
dengan simpel yang lalu meletakkan tangannya pada gelas,
lalu Ia menggenggam gelas yang berada disebelah kirinya untuk Ia teguk air yang
berada didalamnya, malam itu Anna hanya ingin berada didekat Yoyo saja, sedang
alasan curhat hanyalah sebuah karangan belaka, itu yang tersimpan didalam hati
Anna, malam itu Yoyo memandang Anna sebagai wanita yang begitu cantik oleh
karena memang sesuai engan kennyataan. entah mungkin ini memang sudah takdir
mereka dipertemukan atau memang menjadi satu catatan terindah untuk sebuah
cinta Yoyo.
Malam itu Yoyo bersama dengan Anna sampai pada pukul 21.30 WIB yang kemudian
Anna pulang dengan diantar oleh Yoyo, akan tetapi Yoyo hanya mengantar sampai
gang yang berada didekat rumah Anna karena takut ketahuan oleh Ibunya yang
melarang untuk berpacaran dan Ibunya termasuk jamaah dari masjid LDII yang
belum terlalu lama berdiri dikampung pisangan itu, namun sudah sangat tenar
oleh karena banyak orang yang tak mengerti dengan hidup yang bergolongan, itu
bukan sesuatu yang berarti malah semakin memecah suatu keselarasan hidup, lalu
Yoyo pun pulang kembali menuju rumah yang sangat sepi oleh karena Ia hanya
tinggal bersama dengan kakek serta neneknya saja, setibanya dirumah Yoyo
kembali mendengarkan tape yang memang hanya itu barang elektronik dirumahnya,
merebahkan badan diatas kasur yang tergeletak dilantai tua berwarna hijau
lumut, Ia pun melamun seandainya saja Ia tak putus dengan Ani seorang wanita
yang Ia cintai dengan sangat, akan tetapi semua itu sudah berakhir dari
kehidupannya kini, karena saat ini Yoyo hanya sendiri tanpa seorang wanita
disisinya sepanjang dua tahun ini, segalanya telah ia akhiri disaat ujian
Ebtanas waktu duduk di SLTP, Ia termasuk pria yang banyak membuat wanita
tertarik bahkan sempat dua kakak kelasnya menyukainya.
Di satu pihak Anna ketika itu ingin mencoba untuk menyendiri, dan tak ingin
memiliki seorang pujaan hati yang hanya membuat dirinya merasa bosan dengan
segala macam dilemanya. Malam itu suasana sendu menguasai ruang kamar yang agak
berantakkan, dengan buku–buku pelajaran berserakan dimana–mana, ada yang berada
diatas meja berwarna hitam yang berada didalam kamarnya, dan ada diatas kasur
yang tak seindah kamar hotel terdapat beberapa hasil karya puisi buatannya,
kamar yang nampak kumuh karena tak seperti rumah yang berada dikehidupan mewah
yang selalu kita tonton di Televisi, namun tak sekotor kamar anak muda biasanya
dan kamar itu cukup baik untuk Ia gunakan menikmati malam untuk beristirahat.
BULAN
AGUSTUS PENUH CINTA (3)
Di dalam hutan rindu.
Aku berjalan didasar hati yang berlalulalang
Mengiba – mengecap – mengeram tentang bayang-bayang
Inikah memori dibalik kisi-kisi
Tersembunyi dibalik pelukan lampu jalan
17 Agustus hampirlah tiba dimana Indonesia merayakan hari Kemerdekaannya, Yoyo
semakin sering bertemu dengan Anna didepan rumah Dewi, dan Yoyo pun kini
semakin akrab dengan Koco teman yang baru beberapa lama Ia kenal, dan Ia juga
pernah menjadi saingannya Syarif dalam mengejar cinta Anna, akan tetapi Koco
hanya menelan pil pahit yang membuat dia merasa tak lagi punya harapan untuk
menjadikan Anna sebagai seorang kekasih yang mampu memberikan cinta yang
hangat, sedang Yoyo hanya sekedar mencari teman wanita yang enak untuk diajak
bicara dalam hal biasa dan tak berharap lebih. Yoyo dan Koco mungkin tidak cuma
mengenal wanita dilingkup Rt.11 saja, namun mereka juga terkadang ikut ngumpul
dengan anak muda dilingkungan Rt.10, disana mereka mengenal Tia, Sesi, Ayu dan
yang lainnya. Malam itu kebetulan sekali Yoyo berada disana dengan Koco setelah
Enjun memberitahukan bahwa Anna akan ikut latihan nari dirumah Dewi salah satu
teman dekat Anna, akan tetapi masih ada hubungan saudara dengan Yoyo.
Suasana musik pop ala Britney spears memanjakan kuping banyak
orang yang berkumpul disana, Yoyo pun sesekali memandang kearah rumah Dewi yang
memang terlihat jelas mereka sedang latihan oleh karena kaca rumah yang tembus
pandang, lalu Anna pun agak malu saat Ia tahu bahwa Yoyo berada disana untuk
melihatnya atau punya maksud lain yang jelas itu suatu privasi yang tersimpan dilubuk
hati Yoyo. Akhirnya Anna pun selesai latihan, Ia langsung menuju kearah Yoyo
yang sedang berdiri didekat gerbang berwarna hitam yang terbuat dari tralis
besi berukiran, lalu Ia tersenyum pada Anna yang nampak berseri-seri entah apa
yang Ia rasakan yang jelas itu terlihat sangat menarik.
“Hai……”
Anna menyapa pada Yoyo dengan wajah tersenyum,
“Udah
selesai latihan narinya?” Tanya Yoyo dengan santai, lalu Ia bersandar pada
pagar besi yang berada didekat bangku kayu,
“Sudah.
emang kenapa Yo?” Anna yang agak salah tingkah didepan Yoyo,
“Gak
apa-apa, gue cuma mau nanya aja.” ucap Yoyo,
“Elu
udah lama Yo?” tanya Anna yang kini agak lebih dekat dengan Yoyo,
“Gue____.”
Yoyo sedikit mengangkat bahunya, ‘gue udah lama disini sejak elu lagi pada
latihan nari tadi!” tandas Yoyo dengan pasti,
“Gue
jadi malu, tapi gimana baguskan tarian gue?” Anna sedikit membanggakan lalu
terdengar suara menyoraki Anna, mereka yang tak dianggap ada oleh Anna maupun
Yoyo, ‘yah…, itulah cinta terkadang membuat orang menjadi egois, dan sangat
egois walau sebenarnya cinta itu hanya membuat orang menjadi sangat rendah’
“Bagus
kok!” ujar Yoyo agak sedikit memuji,
“Masa_____,
tapi kalau menurut gue, kayanya masih kurang deh Yo..!” Anna sedikit pesimis
yang lalu Ia melipatkan tangannya, dan sedikit tersenyum manja.
“Eh
elu Yo…” sapa Dewi pada Yoyo yang mengganggu mereka yang sedang asik mengobrol,
“Pa
kabar Dew…?” sahut Yoyo membalas tegurnya.
“Baik…
; Anna besok kita latihan lagi oke…!” ucap Dewi pada Anna yang sedang asik
menatap Yoyo yang memang telah membuat hati Anna terpanah.
“Dew,
kayanya gue balik dulu deh, abis udah malam nih ntar Mama gue ngomel lagi!”
ujar Anna yang merasa harus pulang lantaran Ia ingat Mamanya yang suka marah
kalau anak perempuannya pulang malam melewati batas.
“Mau
gue anterin….?” Tanya Dewi.
“Makasih
Dew, ud ada yang mau nganterin nih..!” seru Anna sambil memandang Yoyo yang
sedang diam memperhatikan mereka sedang asik ngobrol.
“Oh…,
ya udah kalo gitu gue juga capek, ati-ati yah Ann” Ujar Dewi yang lalu
tersenyum,
“Udah
sono anterin Yo…!” ujar Dewi pada Yoyo,
“Ya
udah gue nganterin Anna dulu oke!” serunya pada Dewi,
“Oh
Iya Co, bentar ya, gue nganterin Anna dulu” ucap Yoyo pada Koco yang sedang
asik mengobrol.
“Ya
udah sono..!” agak jutek Koco menjawabnya.
“Yo…,
ayo anterin gue balik…!” tandas Anna dari kejauhan.
Malam
itu akhirnya mereka berpisah setelah sebelumnya Yoyo mengantarkan Anna pulang
terlebih dahulu sebelum Ia kembali kerumahnya untuk menikmati kesendirinya yang
panjang, mungkin sudah terlalu lama untuk berada diatas kesendirian. Entah
harus berapa lama lagi semua ini akan dijalani olehnya yang pasti dikemudian
hari semua akan berubah.
Diawal bulan Agustus ini Yoyo bersama dengan Koco sedang asik
mengobrol di dalam rumah, obrolan kesana kemari dengan banyak topik yang
dibicarakan membuat Yoyo sedikit terinspirasi untuk membuat surat cinta, entah
apa maksudnya, serta tujuannya kemana yang jelas malam itu mereka merencanakan
untuk membuat surat cinta tersebut, malam itu kakek yang sudah terlelap pulas
serta nenek yang sedang terbaring setelah melaksanakan shalat Isya, lalu Ia
terbaring sambil meletakkan tangannya diatas keningnya memikirkan sesuatu ‘entah
apa yang Ia pikirkan saat itu,’ mungkin Ia tak habis pikir tentang
keluarganya yang telah menghancurkan segalanya, bagaimana tidak hancur saat
kaya Ia selalu dimintai bantuannya, akan tetapi saat susah Ia malah dihinakan,
barang-barang yang tersisa pun akhirnya dibawa dan diakui sebagai barang
saudaranya sungguh biadab saudaranya itu hingga orang yang sudah miskinpun
masih saja dibuat susah hingga tak tersisah, baju-bajunya yang hanya tinggal
beberapa pun dimanfaatkan untuk diakui sebagai milik saudaranya yang
jahat, baik dari pihak nenek, maupun dari pihak keluarga kakeknya yang
sangat rakus, semua itu membuat Yoyo seperti saat ini dimana Ia tak dapat
mempercayai saudara-saudara dari Kakek serta Neneknya yang masih keturunan dari
uyutnya, memang dalam keluarga Betawi terkenal seperti itu, hanya bisa
memanfaatkan saudaranya untuk memperkaya dirinya sendiri, tanpa mau untuk
bekerja keras, dan orang Betawi rata-rata tak pernah mau membalas budi
saudaranya yang telah membantunya dengan penuh kasih sayang, disini aku cuma
mau mengingatkan bahwa “sebenarnya dimuka bumi ini sudah hilang rasa balas
budi atas kebaikan seseorang dan bukan dalam satu suku saja melainkan satu
negeri ini semuanya sama, (apa lagi kepada Tuhan), “saya
pun minta maaf kalau kisah ini menyinggung satu pihak diri saya sendiri.
Malam itu Yoyo berdua dengan koco didalam ruang tamu sambil mendengarkan tape
satu-satunya barang elekronik yang bisa menghibur hati mereka.
“Co.!
enaknya ngapain yah?” ujar Yoyo bertanya pada Koco yang sedang melamun,
“Gak
tahu Yo____!” seru Koco, sambil Ia mengangkat gelas yang berisi kopi,
“Bagaimana
kalau kita bikin surat ?” Yoyo dengan tiba-tiba nyeletuk melontarkan
pertanyaan.
“mmm…;
tapi buat siapa Yo.?” tanya Koco dengan wajah bingung, sambil menggaruk
kepalanya, dan menyelipkan cambangnya disela-sela telinga atasnya.
“Kalau
buat Anna gimana? tapi enak gak yah? trus bakalan diterima apa nggak yah? tapi
apapun balasannya yang jelas gue cuma mau iseng aja, terus kalau gue diterima
bagaimana Co?” ujar Yoyo sambil memandang langit – langit rumah yang sudah
penuh dengan kerak air,
“Coba
aja dulu Yo___; kalau diterima bagus” jawab Koco dengan sedikit menghibur,
“Ia
juga tapi gak bisa gitu dong Co. gue kan gak niat untuk jadian sama Anna, dan
gue juga cuma mau iseng aja dari pada bosen gak jelas gini!, mau dengerin musik
gak punya kaset baru, yang ada cuma kaset lama yang ngebosenin gue……!” Yoyo
berkomentar, sedangkan Koco sedang tak konsen mendengarkan ucapan Yoyo, yang
Koco lakukan hanya melamun memikirkan sesuatu entah apa?.
“Co,
elu gimana! gue lagi serius ngomong elu malah bengong ___!” Yoyo menegur Koco,
lalu Yoyo menghampirinya yang berada diatas sofa,
“Enggak
Yo. gue gak bengong !, gue cuma berpikir mau nulis surat buat siapa?, kalau ke
Anna gue udah jelas ditolak, kalau ke_Tia bagaimana Yo…?” wajah koco berubah
menjadi sedikit berseri dengan senyumnya,
“Ya
udah_ kalau elu suka sama Tia kirimin aja surat ke Dia, gue pengen tahu
diterima apa enggak__!” jawab Yoyo yang mencoba menyemangati Koco,
“Nah
kalau gitu, elu ambil buku ama pulpen gidah, buku ama pulpennya ada diatas
meja, dikamar gue, ntar gue yang bikinin suratnya, tapi entar elu salin lagi
pake tulisan elu masalahnya Tia udah tahu tulisan gue!” ucap Yoyo menyuruh
Koco.
Lalu Koco pun hanya mengangguk, dan Ia segera mengambil buku
serta pulpen yang berada didalam kamar sambil tersenyum, Yoyo dengan sangat
semangat menuliskan surat untuk Anna terlebih dahulu, setelah selesai surat
tersebut dibaca oleh Koco, lalu setelah koco membacanya Ia pun segera
memberikan balik pada Yoyo yang kini sedang menulis satu surat lagi untuk Tia
yang telah membuat Koco tertarik dan berpikiran untuk menjadikannya kekasih, ‘terkadang
sesuatu yang indah itu adalah pacaran, akan tetapi cinta didalam pacaran hanya
sebuah ungkapan dosa yang besar dimana cinta dalam pacaran membawa manusia
kearah yang jauh dari keimanan,’ surat kedua sudah selesai dengan
bahasa merayu yang sangat menarik, dan terlalu manis untuk dibaca, dengan
segenap hati Koco membacanya dengan teliti hingga Yoyo pun mengusiknya,
Suasana malam yang masih terus terasa sepi dengan cinta yang
masih dalam bayangan mereka berdua, keadaan yang rumah yang hening berteman
dengan musik yang keluar dari radio tape milik Yoyo, dalam kegaduhan anak mudah
dengan suara lagu yang dapat terdengar dari pelataran rumah Yoyo. Koco yang
sedang asik membaca surat yang sudah dibuat oleh Yoyo berharap akan datang
cinta yang diharapkan, sedang Yoyo menikmati tulisan-tulisan puisinya.
Malam semakin membawa kantuk untuk setiap manusia yang
terbiasa terlelap ditengah malam namun mereka berdua tidak seperti itu, mereka
senantiasa menikmati hari malam hingga pagi terjelang.
Disela-sela keseriusan Yoyo menulis ia pun terkadang
menyeletuk “Co… kira-kira elu laper gak?” tanya pada Koco yang sudah terlihat
menguap
“hoooaam….. laper sih tapi mata gue dah lima watt nih Yo..”
jawab koco sambil mengucek matanya.
“ah payah luh… kalo aja Didit atau si Komplang ada enak nih
klo kita maen Remi..!” ujar Yoyo sambil meletakkan pena nya.
“iya juga, tapi tumben tuh dia pada gak kerumah lo Yo ..?!”
tandas koco yang kini sudah mulai mengulet di atas sofa.
“terus sekarang enak nya ngapai ya Co ?” sambil bangun dari
duduknya Yoyo menuju kamar sambil membawa buku dan pena yang menjadi teman
setia.
“gak tahu dah Yo.. gue ngantuk.. gue tidur duluan ya Yo ..!”
Koco yang mulai merasa letih dengan mata nya yang kini terpejam.
“ya udah…, gue mau lanjutin tulisan gue aja dah” Yoyo pun
menjawab ucapan Koco, namun ia seperti bicara sendiri, oleh karena Koco sudah
terlelap.
Mungkin
kebiasaan Yoyo yang selalu tidur pagi membuat tubuh dia semakin tidak dapat
gemuk atau dengan kata lain tetap kurus walau makan sebanyak apapun. Yang selalu
dipikirkannya hanya menulis dan membuat karya entah apakah karya tersebut dapat
dihargai atau hanya sebatas angin lalu. Malam yang semakin sepi suara tape yang
kini telah Yoyo sedikit pelankan namun suasana rock and roll masih tertetap
menyatu di telinganya sambil membuat beberapa puisi, atau sekedar menulis
beberapa kata untuk mengisi suntuk oleh karena hanya dirinya yang masih terjaga
di dalam rumah itu.