Selasa, 07 Agustus 2012

TERUKIR SEBUAH CERITA INDAH

TEPIAN CINTA
YOYO dan ANNA

PERTAMA BERJUMPA (1)
            Selepas banyak kertas yang sudah saya sobek-sobek, seolah-olah saya adalah seorang penulis yang bodoh, walau pada kenyataannya saya memang seperti itu adanya, dan saya hanya terus berusaha untuk menjadi lebih baik dengan keadaan saya yang memang apa adanya, serta dengan terus mencoba walau saya hanya belajar tanpa harus berguru atau meneruskan sekolah yang memang memakan banyak biaya, satu sisi aku hanya sebuah generasi dari orang-orang pinggiran yang tidak biasa banyak bicara maupun tingkah yang hanya dapat merugikan diri sendiri.
            Saya disini sebagai penulis yang hanya mengamati lingkungan sekitar, mungkin inilah yang saya miliki, walaupun apa yang saya tulis ini hanya sebatas ungkapan dari kisah fiksi.
            Yoyo adalah seorang pria yang tidak pernah mau untuk mencintai wanita lain selain Anna yang berparas cantik, mempunyai kepribadian yang agak unik, dan menjadi idola di kampung pisangan, Anna pun memiliki karakteristik seorang wanita yang tak mudah untuk menyerah, dia teguh pada prinsipnya, dan sangat lembut saat cinta berada didekatnya. Memang di kampung Pisangan pulalah Yoyo bertempat tinggal dan dibesarkan, sudah sejak dikandungan ibunya Dia berada di kampung tersebut.
            Berawal dari pertemuan Yoyo dengan Syarif  (Teman kenal sekilas), ia (Syarif) adalah anak manusia yang tidak jelas asal muasalnya, saat itu diawal bulan Maret 1999, Syarif  datang kerumah Yoyo yang dibangun kira-kira di era 80’an, sedang malam minggu itu Yoyo sedang asik – asiknya menikmati musik rock era 90’an yang Ia sukai. Kebetulan hari itu Yoyo sedang berada didalam rumah sedang duduk diatas kursi abu – abu dengan begitu seriusnya ia menggambar tokoh kartun terkenal bugsbunny, yang memang menjadi teman dikala sedang sendiri, Yoyo memang sudah lama tak memiliki kekasih yang dapat Ia cintai dan yang dapat menghangatkan suasana saat malam dingin menyelimuti alam raya. Kisah jomblonya hanyalah sebuah ungkapan tiada nyata, dan tiada pengaruhnya untuk seorang Yoyo, dirumah itu Yoyo dilahirkan sebagai anak yang sangat dinanti oleh kedua orang tuanya yang belum dikaruniai seorang anak laki-laki. Rumah dengan keadaan yang sudah agak rusak, begitu pula dengan keadaan rumah tangga yang ada dihadapi orang tua Yoyo, yang  membuat Yoyo takut untuk hidup berumah tangga di hari depannya, ‘sebut saja Ia trauma dengan apa yang Ia jalani diatas nyatanya sebuah kehidupan.’ rumah tersebut memang sudah reyot oleh karena bangunannya sudah termakan usia, tembok yang sudah rapuh, kayu pondasi yang sudah termakan rayap, namun masih cukup kuat untuk beberapa tahun kedepan, atap rumah dari genteng, bila musim penghujan datang rumah tersebut pastilah bocor, keadaan ini setiap kali muncul, dan sudah menjadi hal biasa untuk Yoyo. Pintu rumah yang terbuat dari triplek berwarna coklat bergaris – garis hitam, didepan pintu tersebut terpampang stiker yang bertuliskan Boedoet Poesat 145 begitulah tulisan itu manis terpampang dengan paduan warna kuning dengan hitam.
            Syarif belumlah lama Yoyo kenal, baru beberapa bulan yang lalu mereka saling kenal, itu pun juga karena Syarif menyapa terlebih dahulu, dan sok akrab sampai menjadi akrab. Maklumlah, dia pun dikenal dengan julukan Sableng tokoh jagoan silat karya anak bangsa ini. Syarif yang berwajah oval, kulit yang hitam sawo matang, dan memiliki tinggi ± 160’an ‘yah sepantar dengan Yoyo’. Malam itu Syarif datang kerumah Yoyo dengan tujuan menginap sambil meminta pendapatnya tentang permasalahan yang selama ini Syarif alami, ketika itu suasana hati nya sedang tidak enak, lantaran sang kekasih (Anna) sangat dekat dengan seseorang yang memang menjadi sahabat dekatnya. Sebut saja namanya Uchay, dengan model rambut gondrong belah tengah, kulit kuning langsat, dan paling lucu kalau sedang tertawa Ia pasti memejamkan mata. Mereka bukanlah pria yang tanpa latar belakang hitam wajarlah untuk ukuran anak muda diera 90’an.
            Yoyo berbadan kurus oleh karena pernah mengkonsumsi sesuatu hal, akan tetapi semua itu sudah Ia tinggalkan demi masa depan yang masih jauh didepan nanti, dan tak pernah sekalipun Ia menyentuh barang-barang tersebut lagi walau bagaimanapun keadaannya, ‘itulah janji didalam hatinya.’ Yoyo sekolah di STM 1 Negeri hanya untuk beberapa saat saja, karena disana Ia bukan membuat satu kemajuan melainkan kemunduran, yang pada akhirnya Ia pun keluar demi sebuah kebahagiaan, semenjak Syarif hadir didalam kehidupan Yoyo, dari situlah awal cinta yang akan hadir didalam kehidupan Yoyo untuk kesekian kalinya.
“Oh iya Yo___!; gue lagi bingung nih sama diri gue____”, ucap Syarif spontan tanpa ditanya terlebih dahulu oleh Yoyo, yah malam itu didepan rumah diatas teras rumah yang berwarna kuning, sebagian berwarna hijau tua gelap, suasana malam dengan angin yang berhembus perlahan membuat tubuh terasa dingin.
“Emangnya elo lagi ada masalah apaan,! sampe bingung begitu…?” tanya Yoyo meneruskan obrolan, diiringi suara tipe yang terdengar sampai kehalaman rumah.
“Gini loh Yo. gue merasa kesal dengan Uchay yang selalu gangguin gue kalau sedang berduaan dengan Anna, dan yang paling gue gak suka lagi Uchay selalu memberikan sesuatu ke Anna pas didepan muka gue, gimana gue nggak nambah kesel; nah kalo elo yang digituin gimana Yo?” Tanya Syarif dengan wajah yang sangat mengharapkan pendapat Yoyo,
“Ooh gitu!.’ Jadi, elo selama ini bete karena ulah Uchay yang punya sikap seperti itu. Oh iya… ngomong – ngomong nama bokin elo siapa tadi?” tandas Yoyo yang agak tuli sedikit, wajahlah lantaran suara tipe yang terdengar hingga halaman rumah, membuat sekitar rumah menjadi berisik,
“Yah elo bagaimana Yo___; tadikan gue udah kasih tau sama elo, bokin gue itu namanya Anna, A-N-N-A jelaskan!;” ucap Syarif agak sedikit jengkel,
“Oooh…. Iya, Anna__; mungkin gini Rif, jangan-jangan Uchay suka juga sama Anna, Ka..li…!. Sampai-sampai Dia rela ngejajanin Anna didepan elo. !” seru Yoyo dengan tersenyum,
“Nah itu lah Yo__, yang bikin gue merasa kesel selama ini, terus bagaimana dong Yo. apa perlu gue ajakin Uchay ribut dilapangan rumah susun!?” Seru Syarif yang semakin panas dengar perkataan Yoyo,
“Jangan! masa gara-gara cewe elo berdua sampe pukul-pukulan apa lagi elu berduakan pernah jadi teman bae, plus tetanggaan pula lagi!, sebentar gue mikir dulu nyari solusi buat elu berdua” tandas Yoyo sambil meletakkan tangannya di bawah dagu, lalu tak beberapa lama tangan Yoyo yang merasa iseng segera meraih bungkus rokok yang ada disamping sebelah kanannya, untuk Ia ambil sebatang rokok dari bungkusnya,
            Kepulan asap kini keluar dari mulut Yoyo dengan begitu saja, sambil menghisap rokok Yoyo berusaha mencari solusi, wajar saja karena selama ini Yoyo memang selalu ditemani Rokok bila Ia sedang merasa membutuhkan jalan keluar atau saat Ia membutuhkan sebuah inspirasi, sedang Syarif hanya terpaku memikirkan bagaimana cara agar Uchay tak melakukan hal seperti itu lagi, dan Syarif hanya terdiam membisu tanpa mengatakan sepatah kata pun dari bibirnya yang hitam, wajah yang penuh senyum kini hanya tinggal sebuah kebisuan, sedang Yoyo merasa perlu untuk membantunya, walau entah berhasil atau tidak yang pasti Yoyo ingin membantunya.
“Anna gue gak bakalan mencintai cewe lain selain elu….!”, tandas Syarif bicara sendiri seolah-olah kata-kata itu keluar tanpa disengaja untuk ketiga kalinya, hal tersebut yang membuat Yoyo menoleh kearah nya yang berada disebelah kanan dekat dengan batang besi sebagai penyangga rumah,
“Anna, pacar elo!. terus, Uchay teman dekat elo!, jadi gak ada masalahkan?” gumam Yoyo dengan santai lalu Ia tersenyum, dan Ia merasa buntu tanpa dapatkan jalan keluar yang tepat hingga Ia mengatakan kata-kata yang tak membuat satu perubahan sama sekali,
“Gimana gak apa-apa; kalau dihati Uchay sebenarnya menyukai Anna?” tandas Syarif dengan suara yang terkesan agak kesal dengan Uchay, namun terlebih lagi pada Yoyo yang berkomentar gak penting.
“Iya juga Bleng!.” balas Yoyo sambil menggaruk kepala, lalu tak lama kemudian ia memegang dagunya, mencari solusi yang lebih tepat lagi untuk Ia utarakan.
            Permasalahan antara Syarif dengan Uchay tak selesai sampai disitu, hingga harus dilupakan dengan mengganti obrolan yang lebih menyenangkan. Akhirnya mereka mengobrol kesana kemari, sampai waktu tak terasa sudah semakin larut, namun mereka tak melupakan permasalah yang di bahas sebelumnya. Di rumah tersebut adalah tempat dimana kenangan bersama syarif serta kawan - kawan yang takkan terlupakan, disana catatan cinta Syarif pada Anna terpampang jelas sebagai satu memorial bila suatu saat nanti dapat menjadi sebuah kenangan cinta yang terindah. Entah kenapa Syarif menceritakan semua permasalahan percintaannya itu pada Yoyo, padahal Dia belum lama mengenal Yoyo, malam itu banyak kejadian yang dialami Syarif dengan Anna, dari kisah dilema yang kerap terjadi sampai pertama kali Syarif mengecup bibir Anna, di sebuah kontrakkan dimana Syarif pernah tinggal. Kejadian itu terjadi disaat Syarif hanya berdua saja dengan Anna diatas sofa yang berada diruang tamu, sedang teman-temannya sedang berada diruang atas rumah yang memang tingkat, mereka sedang asik melihat pemandangan jalan raya yang ramai, serta rel kereta api yang sesekali membuat bergetar ruangan saat kereta melintas..
‘Yah____; begitulah kisah cinta Syarif dengan Anna, Syarif semakin sering menginap dirumah Yoyo yang sepi, setiap kali Syarif menginap Ia selalu saja membuat Yoyo ketinggalan acara TV favoritnya di Minggu pagi, dan hampir setiap kali Syarif datang Ia selalu membicarakan Anna, sampai-sampai Yoyo merasa bosan, hingga Ia sering bergumam sendirian ‘emang gak ada yang bisa diobrolin lagi apa?’ kalau Syarif terlihat dari kaca rumah yang sering Ia buka gordengnya begitulah yang Yoyo suka ucapkan didalam hatinya, oleh karena kesal dengan semua yang dibicarakan dengan Syarif, akhirnya Yoyo pada malam Minggu berikutnya Ia pergi kerumah temannya didaerah Buaran satu, oleh karena untuk menghindar dari Syarif yang sering sekali datang untuk menginap apa lagi pada malam Minggu, Yoyo yang sudah sangat bosan dengan kehidupan cinta Syarif dengan Anna saat itu.
“Assalamualaikum…..!,” sahut Yoyo didepan rumah teman dekatnya yang bernama Ajay, seorang pria yang tak tampan, tidak juga buruk rupa, namun Ia memiliki ciri – ciri yang tak bisa untuk dilupakan, suasana rumah yang berada didalam gang dekat dengan rumah-rumah yang begitu rapat membuat rumah Ajay tampak tak memiliki halaman.
“Wa’ alaikum Salam….” Suara membalas salam terdengar dari dalam rumah, suara yang lemah lembut menyatakan itu adalah suara ibu yang segera membuka pintu untuk melihat siapakah yang bertamu malam itu,
“eh elu Yo___; ayo masuk tuh Ajaynya ada dikamarnya lagi rebahan !” ibu itu langsung mengenali wajah Yoyo yang memang sudah familiar.
“Iya nyak!, lah….. emangnya dia kagak kemana-mana nyak….?” Tanya Yoyo sambil masuk kedalam rumah.
“Ya elu naik aja sono…., Ajay ada diatas, oh iya,; elu mau ngopi apa nge-teh!?” ucap ibu itu menawari Yoyo minum,
“Udah biarin Nyak, entar Aja. Yoyo keatas yah Nyak...!”  ujar Yoyo menjawab lalu Ia menaiki tangga yang mengarah kekamar Ajay.
Selangkah demi langkah Yoyo menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu, sedangkan kamar Ajay yang memang menempel dengan pohon melinjo membuat suasana sejuk dan tenang, hingga Yoyo pun akan merasa betah bila berada di rumah Ajay.
Dilain sisi, didalam kamar itu Ajay bersama dengan Pian sedang asik mengobrol tentang keseharian yang mereka lakukan, terutama tentang Tipe deck yang mau Pian jual. Lantaran Pian tidak punya uang untuk keperluannya, maklum anak muda yang hidup dalam lingkup yang biasa-biasa saja. Tiba – tiba “Jay!, lagi ngapain loh…?” sapa Yoyo dari depan kamar, dengan serentak mereka berdua menoleh kearah Yoyo.
“Tumben lo Yo, ada angin apaan lo kerumah gue…?”  balas Ajay dengan rokok yang menempel di ujung bibir, yang lalu tangannya dengan cepat meraih rokok tersebut untuk Ia apit di sela jemarinya, Yoyo pun langsung menghampiri Ajay.
“Eh ada elu Ian,!?” Sapa Yoyo dengan sedikit senyuman diakhir kata.     
“Iya nih Yo, Gue lagi ada urusan ama Ajay” jawab Pian.
“Emang elu bedua lagi ada urusan apaan?, kalau ada bisnis ajak-ajak gue lah, biar gue bisa kecepretan Dikit, oh iya kabarnya Muklis gimana?” ujar Yoyo sambil menanyakan sobatnya.
“Iya nih Yo, gue lagi mau jual Tipe deck gue, abis gue kayanya lagi kangker alias kantong kering nih :.,
lah elo kan saudaranya..?” Sambil memegang saku celananya yang berisikan dompet yang hanya berisikan recehan. ‘namanya juga anak muda yang memiliki masa depan sangat cerah di negeri ini hingga banyak generasi muda yang lupa dengan belajar.’
Ajay tersenyum sambil menatap Yoyo, dalam hatinya ‘semoga aja Yoyo bisa membantu Pian yang lagi kesulitan Uang,’ wajar lah se Buaran satu Yoyo dikenal sebagai cucu dari kakeknya yang cukup kaya, tapi kenyataannya itu hanya slogan kehidupan saja.
“Kayanya Gue lagi gak ada duit deh!, tapi nanti gue coba cariin kawan gue yang mau,” Ujar Yoyo yang lalu mengambil bungkusan rokok yang tergeletak diatas karpet, putuslah harapan yang tersimpan di hati Pian, lantaran berharap Yoyo mempunyai uang, namun yang terjadi malah sebaliknya sama saja “boke”.
Didalam kamar itu mereka berbincang  kesana kemari hingga tak terasa hari sudah terasa gelap, kelalawar berterbangan diluar kamar mencari makan, kelalawar yang mulai mengibaskan sayapnya keluar dari pepohonan yang rindang dan dari sela-sela atap pabrik yang berada dibelakang rumah Ajay, udara berhembus mengajak Ajay dan Yoyo menikmati segelas kopi hitam, sedang Pian pulang untuk bergegas pergi menuju kerumah kekasihnya yang berada di Kampung Sumur.

Di tempat yang berbeda
Di Kampung Pisangan, malam Minggu itu Anna sedang asik menikmati ruangan rumah yang menjadi tempat dimana segala macam hal menyatu dan sudah terbiasa dengan apa yang terjadi didalamnya, suara telepone berdering kencang membuat Anna segera bangun dari bermalas-malasannya, lalu ia angkat gagang telepone itu, tiba-tiba suara yang ia dengar adalah suara Syarif,
“Hallo….!, wa’alaikum salam. Ada apa Bay…?” tanya Anna dengan sedikit malas menjawab telepone.
“Anna, elu bisa keluar gak?, gue mau ngajak elu jalan nih___!” seru Syarif di telepone.
“Kayanya gak bisa Bay, gue lagi ada pengajian trus gue juga udah janji mau nginep dirumah Sari, sorry banget yah!” tandas Anna menghindar, dengan suara lembutnya yang akhirnya membuat Syarif kecewa.
“Ya udah, kalo elu gak bisa gak apa-apa, bye!” suara Syarif terdengar lemas hingga rasa kecewanya membawanya ketempat dimana banyak teman-temannya merayakan party kecil-kecilan dibelakang kontrakan dimana Syarif tinggal dengan Pamannya.
Satu sisi Anna sedang asik menikmati malam minggu dengan seorang pria yang berkunjung kerumahnya entah siapa yang jelas dia tampan dan lebih tampan ketimbang Syarif. Malam itu pria yang dengan tampilan elegan membuat Anna merasa bangga bila ada didekat pria tersebut, harum minyak wangi maskulin yang menambah sempurnanya pria tersebut, akhirnya Anna pun pergi dengan pria itu setelah beberapa saat saja berberbincang didepan rumah, memang benar Anna pergi kerumah Sari, namun sebelumnya Ia menonton Bioskop yang berada di Buaran tiga alias Buaran Theater ‘tepatnya’.
Syarif yang sendiri membuat Ia merasa butuh teman ngobrol, Syarif pun pergi mengunjungi rumah Yoyo yang disana hanya ada Kakek dan Nenek lantaran Yoyo tak ada di rumah, dan sangat kebetulan malam itu Papanya Yoyo sedang berada dirumah berbincang-bincang dengan Kakek yang sedang Ia urut tangannya.
“ Assalamualaikum…!” Syarif dari depan teras mengucapkan salam, lalu pintu terbuka lebar.
“Waalaikumsalam, Yoyonya gak ada dirumah!” Ujar Papanya Yoyo yang langsung menjawab dengan agak sinis.
“Yoyonya gak ada yah Pak?, Kalo gitu saya titip salam aja buat Yoyo dari Syarif ! Assalammualaikum !” ujar Syarif yang lalu meninggalkan pelataran rumah tersebut dengan mengucapkan salam, pintu rumah pun di tutup kembali oleh Papanya Yoyo, sedang malam semakin membuat dingin sekujur tubuh sehingga badan terasa menggigil, Yoyo yang berada di rumah Ajay, mereka menghangatkan tubuhnya dengan mie rebus yang mereka buat, sedang Syarif mengisi malam yang mendung dengan melinting beberapa batang bersama Komar dan Chandra lantaran teman-teman lainnya asik menikmati malam minggu itu dengan kekasih mereka masing-masing, sedangkan Anna entah dengan apa menghilangkan rasa dingin yang menyelimuti malam itu di kota Jakarta, Hal itu tak perlu aku bicarakan yang pasti Ia lalui malam dengan positif dan bukan arah yang negatif. 
Kehidupan Yoyo yang sibuk dengan beragam pekerjaan rumah yang membuatnya tidak lagi mau untuk memikirkan cinta pada saat itu, lantaran ia kini tidak lagi tinggal bersama dengan kedua orang tuanya serta saudara-saudaranya, oleh karena mereka telah berbeda rumah dengan Yoyo, Ia hanya tinggal bersama Kakek serta Neneknya yang memang sudah ujur serta memiliki penyakit ditubuhnya, yang membuat Yoyo suka membersihkan rumah hampir setiap sore dan disetiap harinya, atau setelah pulang sekolah, bila ia masuk pagi, keadaan dirumah itu kerap sepi dan terlihat seperti tiada orang yang menempatinya. Yoyo setiap kali merasa bahagia disaat suasana sepi tanpa teman yang menganggunya, yang selalu membuat dirinya bebas untuk melakukan apapun. Didalam keseharian Yoyo, Dia suka sekali membuat karya dari menggambar sampai membuat puisi, kesukaannya pada seni membuat dirinya terkenal sebagai penyendiri, dan jarang untuk berkumpul dengan kawan-kawan sebayanya, atau masyarakat sekitarnya bukan berarti ia tipe orang yang senang berada dalam rumah atau dengan kata lain anak rumahan.

Bulan Maret pun telah berlalu sampai dibulan April yang semakin suntuk oleh karena keadaan yang memaksa dia untuk setia pada kejombloannya, malam minggu itu Yoyo sedang asik didepan rumah berteman dengan rokok, hembusan angin menyibak muka Yoyo, dan dedaunan yang rapuh menemani malamnya yang sepi, asap rokok yang keluar dari mulutnya membahana tanpa arah yang pasti, hingga membuat bentuk yang tidak teratur, lalu ia masuk kedalam rumah untuk menghidupkan tape yang selalu menemaninya bila suasana hati merasa sepi, memang hanya itu hiburan yang ada dirumahnya. Ketika sedang asik mendengarkan alunan musik rock era 90’an yang menjadi favoritnya, lalu tiba-tiba Syarif datang bertamu. dimana Syarif baru saja dari rumah Dewi terlebih dahulu kira – kira sekitar Jam setengah delapan malam, Yoyo merasa sedikit kesal dengan datangnya Syarif malam itu karena mengusik ketenangannya.
“Yo…!, Elo lagi ngak ngapa-ngapain kan..?” tegurnya saat melihat Yoyo yang sedang menulis, dan kebetulan pintu rumah terbuka.
“Eh elo Rif, ada apa nih?; Elo kayanya lagi ada perlu banget, tapi jangan pake teriak dong bikin bangun tetangga gue aja luh !” sapa Yoyo tanpa menjawab pertanyaan yang Syarif  lontarkan, wajarlah Yoyo masih merasa bosan dengan cerita cinta.
Syarif menghampiri Yoyo yang berada diatas kursi didalam rumah, Yoyo lalu berdiri untuk sekedar saja lalu ia duduk kembali sambil merapikan kertas yang berantakan diatas meja,
“Gini Yo____? (kini suaranya agak ia pelankan) tadi gue nelpon Anna, terus gue janjian dirumah Ijah, elu mau ikut kagak ?” ucap Syarif dengan wajahnya yang berseri-seri, dan tampak bahagia lantaran sang kekasih yang tercinta akan ada didekatnya, Yoyo yang selalu ingin tertawa bila mendengar Syarif bicara dengan logat jawa yang medok.
“Oh gitu____; terus elo emang janjian dimana Bleng..?” Tanya Yoyo yang tak mendengar dengan jelas ucapan Syarif tadi, dan Ia pun mengambil bungkusan rokok tersebut, Ia tarik sebatang rokok yang lalu dihisapnya setelah sebelumnya Ia nyalakan dengan korek kayu yang tersimpan didalam sakunya, Yoyo tampak sibuk menaruh korek kayunya kembali kedalam saku celana levisnya itu.
“Iya, gue tadi janjian dirumahnya Ijah; oh iya… dari pada elu sendirian dirumah, elu ikut gue aja yuk!?” Syarif mengajak Yoyo untuk ikut kerumah Ijah, Yoyo merasa ingin ikut, akan tetapi dihatinya ragu-ragu, lantaran Yoyo sedang merasa suntuk, dan ingin pergi keluar entah kemana.
“Ntar dulu yah? gue mikir dulu, mau ikut, apa dirumah aja?. Oh iya,! Ngomong – ngomong elo ama Uchay bagaimana sekarang Bleng?” Tanya Yoyo yang lalu meletakkan tangannya diatas dagunya, sambil Ia memikirkan antara ikut atau tidak, dan Ia mencoba mengulur beberapa detik agar Ia dapat temui jawaban dari pertanyaan yang ada didalam hatinya itu, akan tetapi Syarif yang sedang terburu-buru karena sudah ada janji dengan kekasihnya, tampak tak bisa diam dan serasa ingin cepat menuju ketempat dimana Ia sudah tetapkan sebagai tempat untuk bertemu.
“Semakin jauh Yo!; terus bagaimana elo jadi ikut apa ng’gak nih?, kalau jadi.., ayo sekarang kita kesono, tuh udah jam delapan, ayo buruan!.” ajak Syarif dengan agak memaksa lalu Ia bangkit dari duduknya dengan agak tergesah-gesah, oleh karena jam yang ditentukan sudah memanggil, Yoyo yang belum memutuskan, akhirnya ikut juga menuju kerumah Ijah yang berada tak jauh dari rumah Yoyo.
            Mereka menuruni tangga yang terbuat dari peluran, dan melalui gang kecil yang sempit dipadati oleh rumah para penduduk setempat, jalan tersebut adalah jalan yang terdekat untuk sampai kerumah Ijah. Mereka semakin mempercepat langkah mereka oleh karena Syarif telah berjanji, sambil menghisap rokok yang sudah dinyalakan sebelumnya mereka bergegas. Akhirnya mereka tiba dipertigaan gang dimana terdapat warung rokok disana Yoyo terdiam dan terpaku hanya memperhatikan Syarif yang menghampiri dua gadis cantik sedang duduk di atas teras rumah, dari sana pula Yoyo memperhatikan mereka bertiga yang sedang asik membicarakan sesuatu, walau gelapnya malam namun masih dapat terlihat rambut panjang yang terurai dengan setelan celana pendek serta t-shirt coklat garis-garis, sedang yang satunya berada diteras rumah dengan setelan celana jeans panjang dipadu dengan t-shirt berwarna biru. Yoyo berdiri dibawah pohon belimbing yang berada tepat didepan warung tersebut, sedang Syarif asik mengobrol dengan mereka.
Dengan jalan perlahan Yoyo menghampiri mereka, akhirnya Yoyo berada diantara mereka yang penuh canda dan tawa, cerita yang Yoyo tak mengerti awalnya maupun akhirmya, tiba-tiba saja Syarif menegurnya dan berkata pada Yoyo yang sebelumnya hanya mendengarkan mereka berbincang kesana kemari.
“Yo! ini kenalin cewe gue, Anna” ujar Syarif dengan bangga setelah Yoyo sudah berada diantara mereka bertiga sekitar 5 menitan,
“Yoyo”, ucap Yoyo sambil menjabat tangan yang sudah terjulur dihadapannya, Yoyo pun merasakan getaran saat tangan halus menyentuh telapak tangannya, bagai sebuah kehangatan yang menyambar kedalam lubuk hatinya dan perasaan itu muncul begitu saja di lubuk hatinya, memang selama ini Yoyo telah kehilang seorang gadis yang sangat Ia sayangi didalam kehidupannya,
“Anna”, ucap gadis berambut panjang dengan setelan t-shirt, dan celana pendek itu, dengan suara lembutnya serta senyuman manis dari bibirnya membuat Yoyo berusaha untuk menghindar.
Saat Yoyo melihat Anna Ia merasa terkesan ternyata hal ini yang membuat banyak pria mengincar Anna untuk menjadi kekasih mereka, namun hanya sedikit getaran didada saat itu, oleh karena Yoyo merasa gadis itu adalah kekasih sahabatnya, kini yang ada didalam hatinya adalah sebuah jawaban ‘oh___ mungkin ini yang menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan gue, yang selama ini pengen gue tahu, tapi orangnya gak ada yang special darinya, dan hanya terlihat biasa-biasa saja, tapi apa yang menjadi perebutan adalah sikap ramahnya yang menjadikan hal indah, senyumannya yang begitu menawan membuat gue jadi sedikit suka; dan ternyata kelembutannya itu yang membuat banyak pria merasa terhormat bila berada didekatnya’, kata-kata yang hanya ada didalam hati membuat Yoyo termenung hingga mengabaikan ucapan Syarif yang sedang memperkenalkan Ijah padanya,
“Yo, ini kenalin kawan gue.!” tegur Syarif dengan nada suara yang agak keras, membuat Yoyo sadar yang lalu menyambut tangan halus yang sudah dari tadi didepannya,
“ Ijah,” ucap simple gadis itu dengan wajah yang nampak agak sedikit kesal,
“Oh iya. gue Yoyo, dan maaf yah. gue tadi bengong.” ucap Yoyo karena merasa bersalah sudah tak menghiraukannya yang berada dihadapannya itu,
“Iya nih. elo bagaimana sih Yo, orang udah serius ngajak kenalan juga; eh, elo malah cuekin!” sindir Syarif pada Yoyo sambil tersenyum dan agak cemburu lantaran Yoyo menatap Anna begitu lama.
“Oh iya Yo; kayanya gue udah kenal elo deh!?” ujar Ijah pada Yoyo, sedang Yoyo terdiam hanya mencoba untuk mengingat-ingat lagi kapan Ia bertemu dengan Ijah.
“Oh iya; elo yang dulu rumahnya ada disamping Musolah An – Nur kan?, waktu itu kalo gak salah, gue cuma kenal muka elo doang, tapi gue gak tahu nama elo, waktu itu pas gue lagi mau pergi ke acara ulang tahunnya Wati trus jatoh di depan rumah elo yang akhirnya kue ulang tahunnya jadi kotor kan!?” ujar Yoyo dengan agak senang bercampur dengan bayangan wajah Ijah yang pernah menertawakanya dimasa lalu,
“Elo bener Yo, yang trus elo nangis akhirnya bokap gue nganterin elo pulangkan! masa sih gue sampe lupa sama kejadian lucu kaya gitu, elo juga dulu sering maen sama Didit dirumahnya kan, terus sekarang bagaimana elo masih maen sama Dia....?” Tanya Ijah sambil mengingatkan tentang masa kecil Yoyo dengan Didit sahabatnya itu,
“Masih gue masih maen sama Didit, emang kenapa elo nanyain Didit?!”
“Enggak gue cuma mau nanya aja, ternyata elo juga temenan sama Didit dari dulu sampai sekarang” ujar Ijah yang duduk manis diatas teras ubin yang berada didepan rumah yang berada jauh dari tempatnya yang dulu, dan kini berada didekat warung Mama Ade yang cukup dikenal oleh warga setempat.
“Jah, elo udah kenal lama sama mereka?” Tanya Yoyo yang melihat Ijah agak sedikit bete melihat Syarif dengan Anna yang lagi asik pacaran diteras depan rumah yang berbeda, duduk bersebelahan sambil mengobrol kesana kemari tak menghiraukannya dengan Yoyo yang sedang asik mengenang masa kecilnya dulu.
“Belum lama, ketimbang gue mengenal elo Yo, terus elo kok sepertinya jarang gue lihat maen di daerah sini?” Tanya Ijah mencoba mengalihkan pembicaraan,
“Emang gue jarang keluar sejak tiga tahun yang lalu, paling kalau gue mau maen, gue pasti maennya ke Buaran atau ke Klender, dan yang paling dekat gue maen kerumah teman gue yang berada di gang Bambu” jawab Yoyo dengan sangat singkat,
“Eh Yo, kita ngobrolnya disono aja yuk, dari pada ganggu mereka berdua yang lagi asik kangen-kangenan!” ujar Ijah mengejek mereka yang nyuekin dirinya dengan Yoyo.
            Malam itu didepan rumah Ijah serasa penuh kenangan dimana Yoyo teringat akan sosok Wati yang pernah Ia suka sewaktu SD, itu yang terbesit dipikirannya saat itu. Sudah tiga tahun Yoyo tak pernah ikut main dengan anak muda dikampung itu, Yoyo yang memang belum lama pulang kerumah orang tuanya, dimana sebelumnya Ia tinggal dirumah kakeknya di Buaran Satu tepatnya. Kehidupan Yoyo dirumah kakeknya yang berada di Buaran Satu sangatlah terkekang oleh karena memang terkenal sebagai orang kaya, sehingga Yoyo suka diantar kerumah orang tuanya yang berada di kampung Pisangan kalau sedang libur sekolah rumah orang tuanya, Yoyo bebas untuk kemana saja, bebas untuk mengeluarkan keinginannya, oleh karena keadaan yang seperti itu akhirnya Ia pun memutuskan untuk pulang kerumah orang tuanya yang berada dikampung Pisangan tersebut, semenjak itulah Yoyo tak pernah keluar rumah, padahal sewaktu kecil Ia suka bermain dengan teman-temannya dikampung itu, dimana penuh canda dan tawa, akan tetapi semenjak Ia berada di SLTP semua itu berubah, Yoyo sering menyendiri dirumah sedang kalau hari libur sekolah Ia pasti pergi main ketempat yang jauh dari rumahnya, oleh karena Ia memang sudah terbiasa sendiri saat berada dirumah kakeknya, dan Ia memang memiliki sahabat di daerah Buaran, Rawa Badung, serta Klender yang membuat Ia suka untuk main kesana hanya sekedar melepas penat yang berada didirinya dan rindu pada mereka yang menjadi teman dekatnya, atau hanya sekedar berkunjung.
“Anna gue kangen banget sama elu Ann!” Syarif  yang lalu merangkul Anna lantaran rasa rindunya yang begitu dalam, namun Anna hanya menanggapi dengan senyuman, mungkin karena Anna merasa bosan dengan Syarif yang tak pernah mau untuk berubah.
“Bay, gue kayanya gak mungkin nerusin hubungan kita, soalnya gue mau serius sekolah dulu, lagian gue juga belum diizinin ama nyokap gue…!” Anna yang tiba-tiba saja melontarkan kata-kata yang manis terdengar oleh telinga Syarif.
“Anna ; gue gak bisa untuk jauh dari elu, seandainya saja gue bisa (syarif semakin erat merangkul Anna) mungkin keputusan elu untuk pergi dari gue bisa gue terima, tapi Ann…” Syarifpun tak melanjutkan kata – katanya oleh karena meletakkan tangannya di depan mulut Syarif.
“Udah ah Bay, gue gak mau ngomongin itu lagi yang pasti kita jalanin aja yang ada, tapi gue minta satu dari elu…?” ucap Anna sambil bersandar dibahu Syarif  begitu mesrah membuat Ijah dan Yoyo sedikit iri pada mereka.
“Elu minta apa dari gue” tanya Syarif penasaran dan wajahnya sedikit tenang tak segelisah saat  Anna bicara putus.
“Gue mau elu gak ngerokok lagi” jawab Anna dengan pasti hingga Syarif merasa binggung mau jawab apa, lalu Syarif menoleh kearah ijah serta Yoyo.
“Kenapa tuh Jah Syarif ngeliatin kita….!” Ujar Yoyo pada Ijah disela obrolan mereka berdua.
“Gak tau Yo.. mungkin dia gak enak kali sama kita mereka cuma ngobrol berdua aja” jawab Ijah pada Yoyo,
“Yo elu beneran gak punya pacar ?” tanya Ijah dengan pasti dan menatap wajah Yoyo dengan perasaan yang tak percaya kalau Yoyo benar-benar tidak memiliki pacar.
“Emang gue gak punya pacar emang kenapa sih elu nanya gue kaya gitu ?” tanya balik Yoyo pada Ijah yang membuat wajah Ijah merona takut ketahuan sesungguhnya dirinya menyimpan perasaan pada Yoyo yang memang sudah sejak lama Ia suka.
“eng…gak; gue Cuma gak believe aja, masa orang kaya elu gak punya pacar !” Seru Ijah yang membuat Yoyo tersenyum.
Disisi lain.
“Ann, kapan kita nonton, gue pengen ngajak elu nonton di Butet (Buaran Theater) kayanya kita udah lama gak pernah jalan lagi!” seru Syarif pada Anna.
“Ya udah, kalo elu mau ngajak gue nonton, kira – kira kalo gue ngajak Sari gimana ?” tanya Anna pada Syarif.
“Sari ama Cowoknya kan?” Syarif yang sedikit berpikir bajet yang iya pegang setelah melontarkan pertanyaan.
“Iya lah, trus Ijah ….” Anna
“Terserah kalo elu mau ajak gak apa-apa, tapi bayar sendiri-sendiri!” seru Syarif lantaran Ia hanya punya uang cukup.
“Jah…..! sini deh sebentar!” seru Anna memanggil Ijah
“Kenapa Ann...?” tanya Ijah sambil melangkahkan kakinya menuju kearah Anna yang sedang asik berdua dengan Syarif menikmati malam minggu, setibanya Ijah didekat Anna, Anna pun membisikinya seraya mengatakan apa yang sudah Syarif dan Anna maksudkan, dan Anna membisiki Ijah agar ia mau mengajak Yoyo untuk ikut menonton juga, tapi sayang hal tersebut hanya menjadi angan-angan belaka.
            Akhirnya Ijah mau ikut tapi tanpa ada pasangannya oleh karena Yoyo tak mau ikut, lantaran Yoyo ingat dengan pesan Ustadz Ahmad yang mengatakan "masuk kedalam Bioskop adalah makruh hukumnya alias dibenci Allah SWT".
            Namun lantaran hanya dibenci tidak haram hingga membuat banyak umat Islam yang menganggap dibenci Allah adalah hal yang ringan hingga banyaklah umat Islam yang masuk dalam kebencian Allah. ‘Langkah yang buruk adalah langkah yang dibenci Allah’ jangan didengarkan kata-kata ku karena aku hanya seorang pendusta tiada kebenaran dari ucapan ku. 
            Malam itu sedang asik-asiknya berbincang dengan Ijah dua orang pria datang menghampiri Syarif dan Anna yang berada didepan rumah Ijah, mereka agak jauh dari Yoyo serta Ijah yang berada didepan rumah salah satu tetangganya yang memang masih kerabatnya, ‘Yah itu adalah Arif yang datang bersama dengan Uchay’, yang memang sudah dikenal oleh Syarif, dan Anna. Suasana hati Syarif malam itu kacau balau oleh karena Uchay datang, dan suasana obrolan dengan Anna terusik dengan datang nya mereka berdua terlebih lagi Uchay, seorang sahabat yang mencintai kekasih sahabatnya itu, Yoyo dan juga Ijah terdiam tak meneruskan obrolan melihat kedatangan Arif dengan Uchay.
“Yo sini?! kenalin kawan gue….” panggil Syarif kearah Yoyo, Yoyo pun menghampiri mereka berempat, Ijah pun ikut menuju ketempat mereka berbincang.
“Gue Yoyo….!” seru Yoyo menyalami mereka,
“Gue Uchay!” sambut Uchay dengan senyum ramah,
“Gue Arif !” Suara Arif hampir berbarengan dengan Uchay menyebutkan namanya.       
          Suasana malam itu dipelataran rumah yang berubin keramik semakin ramai canda serta tawa kerap menghiasi, dan Yoyo merasa suntuk hingga dihatinya selalu ingin pulang. Syarif malam itu semakin bertambah kebenciannya pada uchay; oleh karena, pas Anna meminta diantarkan pulang bukannya Syarif yang mengantarkan, malahan Uchay yang dengan sigap menawarkannya, yang akhirnya Anna pun pulang dengan Uchay, dan bukan dengan Syarif yang masih berstatus baru putus itu.
“Semuanya gue balik duluan yah!” ucap Anna yang lalu pergi bersama dengan Uchay.
“Oh iya! gue juga balik Bleng, gue mau nyelesain PR gue yang belum selesai, oh iya Jah gue balik ya....” ujar Yoyo pada Syarif seraya mengucapkan salam perpisahan pada Ijah,
“Oh…; ya udah nanti gue nyusul elu Yo___!” sambut Syarif  menanggapi, sedang Ijah hanya mengangguk tanpa berkomentar, dan memberikan senyumnya yang manis.
            Yoyo akhirnya pulang kerumah tanpa tahu apa saja yang dibicarakan Syarif dengan Ijah yang jelas semua itu mereka yang tahu, setiba dirumah; Yoyo pun akhirnya terbayang akan kekasihnya untuk pertama kalinya, ‘Yah__, sebut saja namanya Ani’, tetapi Yoyo merasakan perasaan yang berbeda saat menatap wajah Anna yang sangat unik dengan tanda lahir yang berada diatas bibir, yang membuat Yoyo terbayang akan dirinya, tetapi sayang Ia sudah menjadi milik orang lain yang menjadi sahabatnya itu. Setibanya dirumah, Yoyo duduk termanggu menunggu Syarif yang katanya akan menginap dirumahnya, suasana yang sepi menambah perasaannya hanyut didalam lamunan yang begitu sangat, dan terlintas dipikirannya seandainya dirinya yang pernah menjadi kekasihnya itu masih ada disisi mungkin Ia takkan merasakan sepi yang begitu dalam, desir angin malam itu menambah dingin yang masih ia simpan dilubuk hatinya. Ruang tamu yang terdapat kursi lapuk adalah kenyataannya, lalu tak beberapa lama Yoyo memandang sebuah potret yang berada didalam dompetnya, sebuah potret seorang gadis yang berkulit hitam manis tersenyum dengan manisnya, Dialah Ani sang pujaan hati dimasa yang lalu, tak lama kemudian Syarif pun tiba dengan wajah yang sangat kacau, dan tak seriang saat berada disamping Anna beberapa jam yang lalu, mungkin itu yang disebut cinta bila tak ada kekasih yang menemani terasa sepi, bila kekasih dengan pria lain hati akan merasa cemburu sampai curiga pun muncul meski pria itu sudah dikenal atau pria tersebut adalah sahabatnya, namun yang aku tahu cinta itu adalah sesuatu yang lebih indah dari pada yang mereka jalani, dan saat itulah awal-awal  kisah yang menurutku sangat unik, antara persahabatan dengan percintaan.

BULAN-BULAN YANG SEPI (2)
Aku tidur diatas kasur kapas yang indah
Berteman alunan ilalalang dibalik ngarai
Terbuai didalam hayal
Taman impian
Bersatu dalam hujan malam
Hilang bersama gelap di selatan
                                              By : Yoyo

            ‘Sepanjang kisah cinta tak pernah aku dapati cinta tanpa memandang material, segalanya bagai satu tubuh yang menjadi satu’. Ada banyak wanita yang akan tergiur, dan sang wanita pasti mau untuk menjadi kekasihnya bila sang pria memiliki harta yang berlebih atau cukup dikenal sebagai anak dari orang tua yang kaya, atau dikenal sebagai cucu dari kakek yang kaya, dan yang semakin romantis adalah bila seorang wanita yang mencintai seorang kakek yang memiliki kekayaan, itulah yang aku tahu dari kehidupan dimasa kini, ini sebuah kenyataan yang sulit untuk dirubah oleh karena sebuah sugesti yang telah mengakar dari  jaman pra-peradaban sampai pada saat ini, dan kehidupan cenderung dinilai dari hartanya serta seberapa banyak orang itu memiliki harta warisan, bukan dinilai sesuatu yang lebih utama. ‘Maaf sedikit mengkritis oleh karena ini memang sebuah kenyataan dari hidup, dan aku cukup maklum di jaman susah yang semakin susah’.
            Sepanjang kisah Yoyo dimasa silam, Ia selalu mencintai seorang wanita yang mengenakan jilbab, dan Ia memang memandang wanita akan terlihat lebih baik apabila wanita itu lebih menjaga auratnya, setelah lama ia tak lagi mencintai wanita alias menjomblo, akan tetapi Yoyo terkadang menelphone seorang gadis yang pernah menjadi kekasihnya sewaktu di SLTP, Yah Dia seorang gadis Betawi yang memiliki wajah cantik, mengenakan jilbab yang membuat gadis Itu begitu menawan hatinya, Dia pun menjadi rebutan banyak kaum Adam yang berada disekolahnya atau pun dilingkungan tempat tinggalnya.
“Hallo….;” malam itu Yoyo di sebuah wartel dekat pangkalan metro mini 47 jurusan Pondok Kopi Senen,
“Ya, Hallo. ini siapa yah…?” ucap seorang pria yang suaranya terdengar sudah agak tua sekitar 40’an,
“Assalammualaikum” ucap Yoyo tanpa menjawab pertanyaan bapak itu,
“Wa’alaikumsalam_ ini siapa.., dan mau bicara dengan siapa?” Tanya bapak itu untuk ke dua kalinya dengan nada yang rendah namun tampak agak kesal, entah mungkin karena ada masalah dalam rumah tangganya.
“Saya Yoyo, bisa bicara dengan Aik-nya pak…?” Jawab Yoyo dengan sopan dan lalu Ia menanyakan salah seorang anaknya,
“Sebentar. bapak panggilin dulu Aik-nya” Ujar bapak itu yang lalu meletakkan gagang telepone yang masih dapat Yoyo dengar suara didalam rumah itu, suaranya yang keras memanggil Aik pun dapat didengar oleh Yoyo, lalu tak beberapa lama Yoyo menunggu, kemudian suara yang lembut terdengar dari gagang telepone yang menempel dikelinganya,
“Eh elo Yo. ada apa nih Yo..?” Tanya Aik dengan penasaran oleh karena Yoyo jarang menghubungi Aik semenjak kisah cinta mereka putus dipertengahan tahun lalu,
“Enggak gue cuma kangen aja ama elo. oh iya, elu lagi ngapain….?” Tanya Yoyo sambil memandang ke sekitar ruang KBU Wartel tepatnya, yang dipenuhi dengan coretan pulpen bertuliskan  nama, serta nomor telepone entah nomor telepone siapa yang jelas Yoyo tak perdulikan,
‘Lagi nggak ngapa-ngapain___; emang kenapa Yo!?’ seru Aik dengan suaranya yang lembut,
“Nggak, oh iya; elo gak malam mingguan nih…!” ucap Yoyo agak ragu mengatakannya,
‘Enggak Yo, gue lagi ada masalah sama pacar gue, jadinya gue dirumah aja deh!’ jawab Aik tanpa merasa sedih walau gundah dihati terdengar dari suaranya,
“Oh gitu Ik; emangnya masalah elo gimana. Trus emangnya elo bikin kesalahan apaan sama dia?” Tanya Yoyo sedikit penasaran,
‘Bukan gue kali… yang bikin kesalahan, tapi dia yang bikin gue sebel, masa Dia jalan sama cewek lain didepan gue, trus yang bikin gue tambah kesel lagi, dia pake senyum ke gue lagi., trus Dia juga mau nyamperin gue, akhirnya gue pun menghindar dari Dia!’ seru Aik, sedikit jengkel dihatinya
“Elo salah Ik, mestinya elo jangan menghindar gitu, belum tentu cewek itu pacarnya bisa jadi itu saudaranya  yang mau Dia kenalin ke elo, trus kenapa elo gak coba nanya ke dia, tentang cewek tersebut. trus emangnya setelah kejadian itu Dia gak pernah nelephone elo atau sebaliknya?” ujar Yoyo seraya memberi masukan pada Aik,
‘Pernah,! Tapi gue gak mau ngomong sama dia, Habis gue udah gondok duluan ama dia’ Jawab Aik dengan agak tenang seperti orang yang tak pernah membuat kesalahan apapun,
“Ya ampun..... segitunya !” seru Yoyo
‘eh tapi, Iya juga Yo. nanti deh!, gue coba tanya sama dia, trus elu sendiri bagaimana. udah punya pacar Lagi?’ tanyanya pada Yoyo,
“P A C A R!?; nggak dulu deh.. gue masih mau sendiri, belajar menelaah diri sendiri biar gak ancur dikemudian hari.” sahut Yoyo dengan suara yang agak bimbang oleh karena dihatinya kini tersimpan nama seseorang yang sangat dia sukai yah sebut saja. Dia adalah Anna yang masih menjadi Mantan kekasih Sahabatnya itu, tapi selama ini yang masih ada dilubuk hatinya hanyalah kekasih pertamanya, sebut saja Ani.
“Tapi apa elo gak bosen. tiap malam minggu kaya gini, elo cuma bisa duduk ngeliat orang gandengan tangan, trus menikmati malam yang dingin berdua, atau gangguin mantan-mantan elu biar gak sepi gitu?!” tandas Aik menyindir Yoyo yang sedang gusar antara harus mencintai atau hanya sebagai sahabat saja, obrolan dengan Aik semakin tak enak,
“Ik gue itu gak pernah merasa seperti apa yang elo katakan, yang jelas gue bakalan merasa bosen kalau gue udah gak ada duit buat jajan, and gue juga akan merasa bosen kalo ngeliat sahabat-sahabat gue sedih karena masalah cinta atau hal lainnya..!” seru Yoyo sambil menatap durasi rupiah yang sudah menunjuk kan Rp. 2000,- biaya yang sudah dikeluarkan, oleh karena sudah cukup lama Ia menelepone Aik,
“Maaf Yo. kayanya gue harus udahin obrolan kita, habis ada yang mau make telepone nih…!”, ucap Aik oleh karena sang kakak ada disampingnya, hingga obrolan jadi gak enak lagi.
“Ya udah deh kalo gitu. gue juga mau balik, oh iya. Kapan-kapan gue telepone elo lagi oke! Assalamualaikum…” ujar Yoyo mengucapkan kata perpisahan, lalu Ia menuju kearah operator untuk membayar biaya yang sudah dikeluarkan.

Disisi yang berbeda.
“Ik elu lama banget sih terima teleponenya, gue kan mau pake nelephone….!” Wajah kakak yang begitu marahnya.
“Ah kakak…, segitu marahnya sama Aik, Aik kan juga baru kali ini pake telepone lama, kalo kakak yang pake telepone lama Aik gak marah, padahal Aik ada hal penting”, balas Aik yang sambil berjalan menuju ke arah kamarnya.
“Elu ngelawan mulu kalau gue bilangin…!” sang kakak dengan nada yang agak keras hingga sang Bapak yang sedang pusing menatap mereka dengan wajah yang tak enak.
“Udah-udah, masuk kamar Ik, kamu juga jadi kakak bukannya baikin adenya malah berantem mulu, Mama gak suka kalo kalian kaya gitu!” seru sang Ibu yang memisahkan mereka yang sedang bertengkar, lalu merekapun berhenti dari bertengkar mulut, Aik pun masuk kedalam kamar lalu tidur sedang sang kakak menelephone dengan santainya mencoba melupakan kejadian yang baru terjadi.
            Yoyo pun sudah merasa tenang, lalu Ia berjalan menuju kearah tepi jalan raya yang setelah itu ia pun menyeberangi jalan yang ramai dengan kendaraan bermotor, serta terasa sesak di dada oleh karena asap yang keluar dari kendaraan umum yang tidak terawat ‘maklum jakarta’. Setibanya dirumah Yoyo langsung menghidupkan tipe lalu ia raih kaset Heavy Metal yang tergeletak diatas kasur yang memang berada diatas lantai, tak lama sedang asik mendengarkan musik tiba-tiba  Anna datang berkunjung bersama sahabatnya hingga membuat suasana jadi serba salah, ‘yah…; memang itulah adanya’, pintu rumah yang tak terkunci, dan hanya tertutup saja adalah kebiasaan Yoyo kalau sedang berada dirumah.
“Mia kira-kira Yoyo nya ada apa enggak yah…?”. Tanya Anna pada Mia sambil jalan menuju kerumah Yoyo.
“Yah…, gak tau Ann, emangnya elo udah janjian sama dia apa belum sih?” jawab Mia,
“Ah, cuek aja deh kita coba aja, kali aja ada dirumah” Anna dengan perasaan yakin bahwa Yoyo ada di rumah.
“Terus kalau ternyata dirumah Yoyo ada Abay bagaimana..?” tanya Mia dengan santai
“Iya juga!” seru Anna yang lalu berhenti sejenak, dan ditatapnya wajah Mia mengisyaratkan agar dia mau untuk mengintipnya terlebih dahulu,
“Tuh kan akhirnya gue juga yang kena, oke deh demi persahabatan gue rela bantuin kawan gue yang lagi ‘fallin in love’ sama Yoyo, terus Abay elu mau kemanain?” sindir Mia sambil melongok kedepan rumah Yoyo yang sepi tak ada siapapun.
“Ann, sepi gak ada orang tapi kayanya Yoyo nya  ada deh habis suara tape kedengeran sampai kesini” Mia yang menghampiri Anna yang menunggunya di pertigaan gang sempit.
“Yang bener, ya udah kita kesono yuk…!” Anna dengan senangnya melangkahkan kaki menuju kearah rumah Yoyo, setibanya didepan rumah Yoyo mereka dorong-dorongan yang akhirnya Anna juga yang memberikan salam terlebih dahulu didepan pintu rumah,
“Assalamualaikum___” Anna menyapa,
“Wa alaikumsalam___!” sambut Yoyo yang langsung mendengar suara yang datang dari depan rumah, lantaran ia baru saja mau mengganti kaset yang sudah habis lalu dengan cepatnya Ia segera membuka pintu rumah yang tak ia kunci,
“Eh elo Anna__, tum_ben. ada apa nih….!?” Sapa Yoyo yang kaget Dikiranya siapa ternyata mantan kekasih sahabatnya,
“Ngga.... oh iya Yo, nih kenalin teman gue Mia” ujar Anna yang lalu tersenyum padanya,
“Mia.” serunya memperkenalkan diri sambil menatap wajah Yoyo dan menoleh kearah Anna dengan wajah yang seperti menutupi sesuatu,
“Gue Yoyo. oh iya, silahkan masuk!”  balas Yoyo yang lalu tersenyum, Anna serta Mia akhirnya duduk didepan rumah yang berteras kuning dengan penyangga yang terbuat dari besi silinder yang tak terlalu besar dengan cat berwarna putih, sedang Yoyo masih berdiri namun kini berada didekat mereka,
“Ngomong-ngomong Mau minum apa nih?” Yoyo sambil tersenyum.
“oh iya. Sebenarnya elo kemari ada acara apa nih..?” ucap yoyo.
“Makasih Yo. elo gak usah repot-repot. Nggak Yo… gue cuma mau minta anterin sama elo!” balas Anna,
“Emang nya elo pada mau kemana minta dianterin ama gue…?” Tanya Yoyo,
“Kita mau ke telepone umum yang ada dirumah sakit Islam, habis cuma disana yang ada telepone umum koin” Mia menjawab, berharap Yoyo mau untuk menemani mereka ke rumah sakit Islam yang berada didekat Pos Polisi Pondok Kopi,
“Oh gitu. Ya` udah kalau gitu tunggu bentar. gue ngonci pintu dulu oke !” Yoyo pun segera menuju arah pintu rumah untuk menguncinya, namun sebelum mengunci pintu Yoyo mematikan tape yang masih menyala, dan kaset yang baru Ia pasang belumlah habis didengarnya. Akhirnya mereka bertiga pergi menuju kerumah sakit Islam, melewati tangga rumah yang berada dihalaman, yang lalu tak terlihat lagi setelah mereka belok didepan gang yang penuh kenangan bagi Yoyo.
            Mereka berjalan bersamaan melewati rel kereta, lalu mereka menyeberangi jalan raya yang ramai, dan sangat riuh karena suara para kenek ditambah suara para tukang ojek yang sedang mengobrol kesana kemari sambil menawari setiap orang yang baru turun dari angkutan umum, ketika itu mereka bertiga berjalan sambil sedikit membicarakan hal–hal biasa. Sedikit demi sedikit Anna menoleh sambil menampakkan senyum manisnya pada Yoyo. ‘Kasihannya Mia yang menjadi sapi ompong lantaran Yoyo hanya mengajak ngobrol Anna’, sedang Mia hanya sebatas saja, namun terkadang Anna mengajak bicara Mia yang memang sahabatnya itu, disisi lain Yoyo saat itu bertanya–tanya di dalam hatinya ‘apakah mungkin gue jatuh cinta sama Anna, dan kenapa gue didekatnya, gue merasakan getaran yang begitu dalam?’ ucapnya didalam hati.
             Sebaliknya Anna merasakan-perasaan yang nyaman malam itu saat Yoyo memperhatikannya. tak terasa walau berjalan dengan santai, akhirnya mereka tiba dirumah sakit itu, Anna yang langsung menuju telepone umum itu bersama dengan Mia tak perdulikan Yoyo dimana, akhirnya Yoyo nongkrong diatas trotoar yang agak jauh dari mereka, dirumah sakit itu banyak orang-orang yang berlalu-lalang ingin menjenguk keluarganya, sesekali melintas mobil ambulance datang dengan membawa orang sakit, ‘yah.. sebagaimana layaknya rumah sakit.’ berbagai raut wajah mengisyaratkan beraneka ragam perasaan manusia, ada yang nampak sedih oleh karena duka menyelimuti, dan ada pula yang bersuka cita oleh karena kerabatnya telah nampak lebih baik dari sebelumnya. Yoyo yang sedang nongkrong ditrotoar itu sangat serius memandang seorang anak kecil yang menunjuk-nunjuk mainan, yang memang diparkiran itu terdapat para pedagang mainan yang menjajaki dagangan yang Ia bawa untuk mereka jual demi mendapatkan uang demi kebutuhan anak serta istrinya dirumah, anak kecil itu menarik-narik tangan Ibunya, yang dengan tangannya yang satu menunjuk kearah mainan berharap Ibunya mau membelikannya.
            Saat itu Yoyo teringat akan kenangan masa kecilnya yang selalu ingin membeli mobil-mobilan bila Ia melihat pedagang mainan. Didepan gerbang rumah sakit yang kini sudah tak berfungsi sebagai tempat keluar masuk kendaraan, hanya sebatas untuk keluar masuk orang saja, nampak  tukang ojek menunggu para penumpang yang minta untuk diantar, serta tukang jajanan diseberang jalan berjajar sangat ramai terlihat juga para pedagang buah yang bersaing harga, dan mereka menanti pembeli yang mau mengunjungi kerabat mereka yang sedang sakit atau hanya sekedar untuk isi kulkas dirumah mereka masing-masing, Yoyo melamun memandangi sekitar yang memang malam itu begitu ramai, lamunan pun harus berakhir setelah Anna menegurnya.
“Yo...;” ucap Anna sambil menepuk punggung Yoyo, Anna tampak stress namun sedikit bahagia, lantaran ada Yoyo yang mau menemaninya menelephone, tetapi saat itu wajah Anna tak berseri lagi.
“Udah nelphone nya..?” Tanya Yoyo yang langsung menoleh kearah Anna serta Mia,
“Udah Yo.” Anna menjawab dengan singkat yang lalu melangkah menjauh dari telepone umum itu,
“Mia!, Anna kenapa sih…?” Yoyo menegur Mia yang berada disampingnya,
“Gak tau Yo. tapi kayanya gara-gara Abay, masalahnya tadi Anna nelephone Dia, terus habis ngobrol dengan Abay, Anna langsung bete gitu deh.” jawab Mia yang sedikit banyaknya tahu,
“Ann!, elo kenapa sih....?” tegur Yoyo yang lalu mengejar Anna yang berjalan didepan agak jauh darinya,
“Gak apa-apa kok. nanti aja deh gue ceritain ke elo Yo.” jawab Anna, yang kemudian Yoyo pun terdiam tak menanyakannya lagi.
            Merekapun akhirnya pergi dari tempat itu, dan perlahan tak terlihat lagi dari tempat penjaga karcis parkir, mereka melalui jalan yang sama, namun kini agak berbeda oleh karena mereka ingin lebih cepat sampai kerumah, sepanjang perjalanan pulang Anna hanya diam membisu tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, sedang Yoyo kini tak dapat  banyak bertanya pada Anna, yang memang Ia sangat sanjungi saat itu meskipun Ia harus tutupi dari banyak orang, demi tidak merusak hubungan antara Anna dengan sahabatnya, tak lama kemudian mereka akhirnya tiba disebuah tangga peluran yang berada didepan halaman rumah Yoyo dimana suasana sepi nampak disekitar rumah, hingga rindang pohon salam yang berada disamping jalan setapak berpeluran menambah suasana disana nampak semakin sepi angin serasa menyambut sunyi, Di malam yang dingin bersama gerimis yang menghadirkan rasa dihati Yoyo semakin membeku, sebut saja seperti itu, oleh karena sejak tadi Yoyo masih saja bertanya-tanya tentang masalah apa yang sebenarnya Anna alami, didepan tangga itu mereka berdiri sejenak.
“Kalian  mau mampir dulu gak...?” Yoyo menawari, lalu Ia menatap Anna yang nampak tak ingin cepat pulang,
“Makasih Yo.., gue kayanya pulang aja deh.” jawab Mia dengan pasti,
“Sebentar Yo__; gue nganterin Mia balik dulu yah!, nanti gue balik lagi, Tapi elo gak kemana-manakan?” tandas Anna yang lalu bertanya membuat Yoyo tak jadi untuk mengatakan sesuatu, dan menyuruh Yoyo untuk tetap berada dirumah secara tak langsung,
“Ya udah___, kebetulan gue lagi gak ada acara malam ini” seru Yoyo dengan santai, Ia pun langsung menaiki tangga tersebut, lalu menuju keteras rumah untuk membuka pintu yang tadi Ia kunci sebelum pergi, namun setelah Anna serta Mia tak lagi terlihat nya.
Anna yang mengantarkan Mia pulang sampai kerumahnya setelah itu Ia agak buru-buru menuju kerumah Yoyo, sedangkan Yoyo yang sudah berada didalam rumah, Ia kembali menghidupkan lagi tape kasetnya yang tadi Ia baru dengarkan setengah, malam itu Yoyo duduk diatas sofa, setelah sebelumnya Ia membuat kopi sebagai teman untuk merokok, tak lama kemudian Anna pun tiba dirumah Yoyo, yang lalu memanggil Yoyo dari depan rumah, sebenarnya Yoyo tidak terlalu suka kalau Anna atau wanita datang kerumahnya, akan tetapi kali ini beda oleh karena Yoyo memiliki perasaan yang tersimpan didalam hatinya hanya didalam hatinya saat itu, lalu Ia segera  membereskan rumah dari segala macam benda yang berada diatas meja yang ditengahnya terdapat triplek sebagai pengganti kaca meja, malam itu nenek sedang melaksanakan Shalat Isya, sedang kakek sudah terlelap dikamar mereka masing-masing, nenek memang sangat tekun dalam menjalankan ibadahnya, Anna menunggu agak lama didepan rumah Yoyo, Ia merasa ragu-ragu untuk memanggilnya yang akhirnya Ia berpikiran untuk pulang, akan tetapi Yoyo yang sudah tahu Anna didepan rumah karena sebelumnnya Yoyo mengintip kedepan rumah melalui jendela kamar yang memang mengarah kehalaman rumah. Ia segera membuka pintu rumah yang tak Ia kunci, baru saja Anna bangun dari duduknya hendak melangkah kaki untuk pulang, tiba-tiba Yoyo memanggilnya dengan lekas.
“Anna….Anna...!. elo mau pulang yah?” tegur Yoyo yang merasa tidak enak karena Anna sudah datang, Anna yang mendengar suara Yoyo segera menoleh kebelakang, Yoyo tersenyum padanya,
“Ah enggak____, gue cuma ngerasa gak enak aja gangguin elu malam-malam” ujar Anna yang lalu kembali untuk meghampiri Yoyo yang berdiri didekat teras rumah,
“Duduk Ann___, gue ngambil minum dulu buat elu yah” ujar Yoyo yang lalu masuk kedalam rumah untuk mengambil segelas air minum, dan Yoyo tak menghiraukan alasan Anna apa yang pasti Ia sudah berada didekatnya saat ini, sedikit jajanan warung  yang sudah ada dari tadi sore itu Ia bawa keluar bersama dua gelas berisi air, sedang Anna duduk diatas teras rumah, yang memang duduk situ dikempat yang paling enak untuk memandang kehalaman rumah yang penuh dengan rimbun pepohonan, sesekali Anna memandang keatas langit berhiaskan bintang yang berkilau, sesekali Anna mengendus udara yang sejuk, lalu tak lama kemudian Yoyo keluar dengan agak kerepotan membuka pintu rumah, oleh karena membawa jajanan warung dan membawa dua gelas yang satu berisi kopi sedang yang satunya lagi hanya air putih biasa, pintu yang terbuka lebar membuat seisi rumah terasa sedikit sejuk serta hening. Maklum penghuni rumah tersebut hanya nenek, kakek dan yoyo.
“Ann, gue kelamaan yah, ngambil minumnya?” sapa Yoyo yang agak kerepotan membawa dua gelas, serta toples jajanan warung yang Ia apit didadanya dengan menggunakan lengannya yang kurus,
“Enggak juga Yo, oh iya. itu pohon apaan sih Yo?” tanyanya pada Yoyo sedikit penasaran,
“Yang  mana  Ann__?” Anna tak menjawab hanya menunjuk kearah salah satu pohon yang tumbuh dihalaman rumah tua itu,
“Oh.... yang itu. kalau itu sih. pohon pete Ann.” ucapYoyo dengan santai sambil menikmati suasana malam,
“Oh…..”  serunya.  lalu termenung entah apa yang ia pikirkan, Yoyo merasa tak enak masa tamu hanya duduk membisu, dan memendam masalah seorang diri tanpa mau untuk membaginya pada seorang teman yang berada disampingnya,
“Ann,. elo jangan bengong gitu dong., emangnya elo lagi mikirin apaan sih?” Tanya Yoyo yang berada disamping kiri Anna, dengan perhatian yang tidak terlalu, “Ahh__enggak Yo. gue Cuma lagi berpikir bagaimana kalau gue putusan aja sama Abay `ya. plus gue juga lagi mikirin buat ulangan minggu depan.” jawabnya yang  lalu menoleh kearah Yoyo,
“Kok bisa gitu.? Trus kayanya yang gue pethatiin elo berdua terlihat mesra, emangnya elo ada masalah apaan sih sama Dia. Sampe-sampe elo berpikir untuk bubaran, lagian yang gue tahu elo berduakan udah lama pacarankan?, apa karena ada orang lain yang membuat elo berpikir untuk memutuskan hal tersebut Liss?”  Tanya Yoyo sedikit perduli dengan hubungan mereka.
“Gue juga gak tahu Yo?. yang jelas hubungan gue berdua semakin tak menentu dan kita juga udah jarang ketemuan setelah Dia pindah kerumah kakaknya, yang akhirnya gue pun berpikiran untuk memutuskan hubungan gue sama Dia!” jawabnya,
“Oh gitu: emang elu udah yakin akan keputusan elu Liss..?, kalau gue rasa semua itu gak beralasan.” seru Yoyo yang merasa heran dengan keputusan Anna yang terlihat agak terburu – buru,
“Elu salah Yo-, gue merasa, yang gue lakukan udah benar sepenuhnya; udah  Yo, gue gak mau lagi ngomongin itu lagi, yang jelas gue udah lupa ama semua itu” wajah Anna bertambah tidak enak dilihat dan nampak suara yang keluar bernada agak marah, Yoyo merasa tak enak lalu Ia pun diam, dan Yoyo memandang kesekeliling dengan perasaan yang tak menentu antara mengatakan saat ini atau tidak sama sekali, Yoyo termenung lalu tiba-tiba Anna mengagetkannya dengan menepuk pundaknya hingga segalanya lenyap, lalu Ia tersentak bertanya,
“Anna__. Terus elu sendirian lagi dong sekarang..?” tanya Yoyo dengan nada yang agak pelan,
“Kayanya gitu deh Yo!, habis gue bosen dengan semua cinta yang gue alami.” jawab Anna dengan simpel yang lalu meletakkan tangannya pada gelas,
            lalu Ia menggenggam gelas yang berada disebelah kirinya untuk Ia teguk air yang berada didalamnya, malam itu Anna hanya ingin berada didekat Yoyo saja, sedang alasan curhat hanyalah sebuah karangan belaka, itu yang tersimpan didalam hati Anna, malam itu Yoyo memandang Anna sebagai wanita yang begitu cantik oleh karena memang sesuai engan kennyataan. entah mungkin ini memang sudah takdir mereka dipertemukan atau memang menjadi satu catatan terindah untuk sebuah cinta Yoyo.
            Malam itu Yoyo bersama dengan Anna sampai pada pukul 21.30 WIB yang kemudian Anna pulang dengan diantar oleh Yoyo, akan tetapi Yoyo hanya mengantar sampai gang yang berada didekat rumah Anna karena takut ketahuan oleh Ibunya yang melarang untuk berpacaran dan Ibunya termasuk jamaah dari masjid LDII yang belum terlalu lama berdiri dikampung pisangan itu, namun sudah sangat tenar oleh karena banyak orang yang tak mengerti dengan hidup yang bergolongan, itu bukan sesuatu yang berarti malah semakin memecah suatu keselarasan hidup, lalu Yoyo pun pulang kembali menuju rumah yang sangat sepi oleh karena Ia hanya tinggal bersama dengan kakek serta neneknya saja, setibanya dirumah Yoyo kembali mendengarkan tape yang memang hanya itu barang elektronik dirumahnya, merebahkan badan diatas kasur yang tergeletak dilantai tua berwarna hijau lumut, Ia pun melamun seandainya saja Ia tak putus dengan Ani seorang wanita yang Ia cintai dengan sangat, akan tetapi semua itu sudah berakhir dari kehidupannya kini, karena saat ini Yoyo hanya sendiri tanpa seorang wanita disisinya sepanjang dua tahun ini, segalanya telah ia akhiri disaat ujian Ebtanas waktu duduk di SLTP, Ia termasuk pria yang banyak membuat wanita tertarik bahkan sempat dua kakak kelasnya menyukainya.
            Di satu pihak Anna ketika itu ingin mencoba untuk menyendiri, dan tak ingin memiliki seorang pujaan hati yang hanya membuat dirinya merasa bosan dengan segala macam dilemanya. Malam itu suasana sendu menguasai ruang kamar yang agak berantakkan, dengan buku–buku pelajaran berserakan dimana–mana, ada yang berada diatas meja berwarna hitam yang berada didalam kamarnya, dan ada diatas kasur yang tak seindah kamar hotel terdapat beberapa hasil karya puisi buatannya, kamar yang nampak kumuh karena tak seperti rumah yang berada dikehidupan mewah yang selalu kita tonton di Televisi, namun tak sekotor kamar anak muda biasanya dan kamar itu cukup baik untuk Ia gunakan menikmati malam untuk beristirahat.


BULAN AGUSTUS PENUH CINTA (3)
Di dalam hutan rindu.
Aku berjalan didasar hati yang berlalulalang
Mengiba – mengecap – mengeram tentang bayang-bayang
Inikah memori dibalik kisi-kisi
Tersembunyi dibalik pelukan lampu jalan

            17 Agustus hampirlah tiba dimana Indonesia merayakan hari Kemerdekaannya, Yoyo semakin sering bertemu dengan Anna didepan rumah Dewi, dan Yoyo pun kini semakin akrab dengan Koco teman yang baru beberapa lama Ia kenal, dan Ia juga pernah menjadi saingannya Syarif dalam mengejar cinta Anna, akan tetapi Koco hanya menelan pil pahit yang membuat dia merasa tak lagi punya harapan untuk menjadikan Anna sebagai seorang kekasih yang mampu memberikan cinta yang hangat, sedang Yoyo hanya sekedar mencari teman wanita yang enak untuk diajak bicara dalam hal biasa dan tak berharap lebih. Yoyo dan Koco mungkin tidak cuma mengenal wanita dilingkup Rt.11 saja, namun mereka juga terkadang ikut ngumpul dengan anak muda dilingkungan Rt.10, disana mereka mengenal Tia, Sesi, Ayu dan yang lainnya. Malam itu kebetulan sekali Yoyo berada disana dengan Koco setelah Enjun memberitahukan bahwa Anna akan ikut latihan nari dirumah Dewi salah satu teman dekat Anna, akan tetapi masih ada hubungan saudara dengan Yoyo.
Suasana musik pop ala Britney spears memanjakan kuping banyak orang yang berkumpul disana, Yoyo pun sesekali memandang kearah rumah Dewi yang memang terlihat jelas mereka sedang latihan oleh karena kaca rumah yang tembus pandang, lalu Anna pun agak malu saat Ia tahu bahwa Yoyo berada disana untuk melihatnya atau punya maksud lain yang jelas itu suatu privasi yang tersimpan dilubuk hati Yoyo. Akhirnya Anna pun selesai latihan, Ia langsung menuju kearah Yoyo yang sedang berdiri didekat gerbang berwarna hitam yang terbuat dari tralis besi berukiran, lalu Ia tersenyum pada Anna yang nampak berseri-seri entah apa yang Ia rasakan yang  jelas itu terlihat sangat menarik.
“Hai……” Anna menyapa pada Yoyo dengan wajah tersenyum,
“Udah selesai latihan narinya?” Tanya Yoyo dengan santai, lalu Ia bersandar pada pagar besi yang berada didekat bangku kayu,
“Sudah. emang kenapa Yo?” Anna yang agak salah tingkah didepan Yoyo,
“Gak apa-apa, gue cuma mau nanya aja.” ucap Yoyo,
“Elu udah lama Yo?”  tanya Anna yang kini agak lebih dekat dengan Yoyo,
“Gue____.” Yoyo sedikit mengangkat bahunya, ‘gue udah lama disini sejak elu lagi pada latihan nari tadi!” tandas Yoyo dengan pasti,
“Gue jadi malu, tapi gimana baguskan tarian gue?” Anna sedikit membanggakan lalu terdengar suara menyoraki Anna, mereka yang tak dianggap ada oleh Anna maupun Yoyo, ‘yah…, itulah cinta terkadang membuat orang menjadi egois, dan sangat egois walau sebenarnya cinta itu hanya membuat orang menjadi sangat rendah
“Bagus kok!” ujar Yoyo agak sedikit memuji,
“Masa_____, tapi kalau menurut gue, kayanya masih kurang deh Yo..!” Anna sedikit pesimis yang lalu Ia melipatkan tangannya, dan sedikit tersenyum manja.
“Eh elu Yo…” sapa Dewi pada Yoyo yang mengganggu mereka yang sedang asik mengobrol,
“Pa kabar Dew…?” sahut Yoyo membalas tegurnya.
“Baik… ; Anna besok kita latihan lagi oke…!” ucap Dewi pada Anna yang sedang asik menatap Yoyo yang memang telah membuat hati Anna terpanah.
“Dew, kayanya gue balik dulu deh, abis udah malam nih ntar Mama gue ngomel lagi!” ujar Anna yang merasa harus pulang lantaran Ia ingat Mamanya yang suka marah kalau anak perempuannya pulang malam melewati batas.
“Mau gue anterin….?” Tanya Dewi.
“Makasih Dew, ud ada yang mau nganterin nih..!” seru Anna sambil memandang Yoyo yang sedang diam memperhatikan mereka sedang asik ngobrol.
“Oh…, ya udah kalo gitu gue juga capek, ati-ati yah Ann” Ujar Dewi yang lalu tersenyum,
“Udah sono anterin Yo…!” ujar Dewi pada Yoyo,
“Ya udah gue nganterin Anna dulu oke!” serunya pada Dewi,
“Oh Iya Co, bentar ya, gue nganterin Anna dulu” ucap Yoyo pada Koco yang sedang asik mengobrol.
“Ya udah sono..!” agak jutek Koco menjawabnya.
“Yo…, ayo anterin gue balik…!” tandas Anna dari kejauhan.
Malam itu akhirnya mereka berpisah setelah sebelumnya Yoyo mengantarkan Anna pulang terlebih dahulu sebelum Ia kembali kerumahnya untuk menikmati kesendirinya yang panjang, mungkin sudah terlalu lama untuk berada diatas kesendirian. Entah harus berapa lama lagi semua ini akan dijalani olehnya yang pasti dikemudian hari semua akan berubah.
Diawal bulan Agustus ini Yoyo bersama dengan Koco sedang asik mengobrol di dalam rumah, obrolan kesana kemari dengan banyak topik yang dibicarakan membuat Yoyo sedikit terinspirasi untuk membuat surat cinta, entah apa maksudnya, serta tujuannya kemana yang jelas malam itu mereka merencanakan untuk membuat surat cinta tersebut, malam itu kakek yang sudah terlelap pulas serta nenek yang sedang terbaring setelah melaksanakan shalat Isya, lalu Ia terbaring sambil meletakkan tangannya diatas keningnya memikirkan sesuatu ‘entah apa yang Ia pikirkan saat itu,’ mungkin Ia tak habis pikir tentang keluarganya yang telah menghancurkan segalanya, bagaimana tidak hancur saat kaya Ia selalu dimintai bantuannya, akan tetapi saat susah Ia malah dihinakan, barang-barang  yang tersisa pun akhirnya dibawa dan diakui sebagai barang saudaranya sungguh biadab saudaranya itu hingga orang yang sudah miskinpun masih saja dibuat susah hingga tak tersisah, baju-bajunya yang hanya tinggal beberapa pun dimanfaatkan untuk diakui sebagai milik saudaranya yang  jahat, baik dari pihak nenek, maupun dari pihak keluarga kakeknya yang sangat rakus, semua itu membuat Yoyo seperti saat ini dimana Ia tak dapat mempercayai saudara-saudara dari Kakek serta Neneknya yang masih keturunan dari uyutnya, memang dalam keluarga Betawi terkenal seperti itu, hanya bisa memanfaatkan saudaranya untuk memperkaya dirinya sendiri, tanpa mau untuk bekerja keras, dan orang Betawi rata-rata tak pernah mau membalas budi saudaranya yang telah membantunya dengan penuh kasih sayang, disini aku cuma mau mengingatkan bahwa “sebenarnya dimuka bumi ini sudah hilang rasa balas budi atas kebaikan seseorang dan bukan dalam satu suku saja melainkan satu negeri ini semuanya sama, (apa lagi kepada Tuhan), “saya pun minta maaf kalau kisah ini menyinggung satu pihak diri saya sendiri. Malam itu Yoyo berdua dengan koco didalam ruang tamu sambil mendengarkan tape satu-satunya  barang elekronik yang bisa menghibur hati mereka.
“Co.! enaknya ngapain yah?” ujar Yoyo bertanya pada Koco yang sedang melamun,
“Gak tahu Yo____!” seru Koco, sambil Ia mengangkat gelas yang berisi kopi,
“Bagaimana kalau kita bikin surat ?” Yoyo dengan tiba-tiba nyeletuk melontarkan pertanyaan.
“mmm…; tapi buat siapa Yo.?” tanya Koco dengan wajah bingung, sambil menggaruk kepalanya, dan menyelipkan cambangnya disela-sela telinga atasnya.
“Kalau buat Anna gimana? tapi enak gak yah? trus bakalan diterima apa nggak yah? tapi apapun balasannya yang jelas gue cuma mau iseng aja, terus kalau gue diterima bagaimana Co?” ujar Yoyo sambil memandang langit – langit rumah yang sudah penuh dengan kerak air,
“Coba aja dulu Yo___; kalau diterima bagus” jawab Koco dengan sedikit menghibur,
“Ia juga tapi gak bisa gitu dong Co. gue kan gak niat untuk jadian sama Anna, dan gue juga cuma mau iseng aja dari pada bosen gak jelas gini!, mau dengerin musik gak punya kaset baru, yang ada cuma kaset lama yang ngebosenin gue……!” Yoyo berkomentar, sedangkan Koco sedang tak konsen mendengarkan ucapan Yoyo, yang Koco lakukan hanya melamun memikirkan sesuatu entah apa?.
“Co, elu gimana! gue lagi serius ngomong elu malah bengong ___!” Yoyo menegur Koco, lalu Yoyo menghampirinya yang berada diatas sofa,
“Enggak Yo. gue gak bengong !, gue cuma berpikir mau nulis surat buat siapa?, kalau ke Anna gue udah jelas ditolak, kalau ke_Tia bagaimana Yo…?” wajah koco berubah menjadi sedikit berseri dengan senyumnya,
“Ya udah_ kalau elu suka sama Tia kirimin aja surat ke Dia, gue pengen tahu diterima apa enggak__!” jawab Yoyo yang mencoba menyemangati Koco,
“Nah kalau gitu, elu ambil buku ama pulpen gidah, buku ama pulpennya ada diatas meja, dikamar gue, ntar gue yang bikinin suratnya, tapi entar elu salin lagi pake tulisan elu masalahnya Tia udah tahu tulisan gue!” ucap Yoyo menyuruh Koco.
Lalu Koco pun hanya mengangguk, dan Ia segera mengambil buku serta pulpen yang berada didalam kamar sambil tersenyum, Yoyo dengan sangat semangat menuliskan surat untuk Anna terlebih dahulu, setelah selesai surat tersebut dibaca oleh Koco, lalu setelah koco membacanya Ia pun segera memberikan balik pada Yoyo yang kini sedang menulis satu surat lagi untuk Tia yang telah membuat Koco tertarik dan berpikiran untuk menjadikannya kekasih, ‘terkadang sesuatu yang indah itu adalah pacaran, akan tetapi cinta didalam pacaran hanya sebuah ungkapan dosa yang besar dimana cinta dalam pacaran membawa manusia kearah yang  jauh dari keimanan,’ surat kedua sudah selesai dengan bahasa merayu yang sangat menarik, dan terlalu manis untuk dibaca, dengan segenap hati Koco membacanya dengan teliti hingga Yoyo pun mengusiknya,
Suasana malam yang masih terus terasa sepi dengan cinta yang masih dalam bayangan mereka berdua, keadaan yang rumah yang hening berteman dengan musik yang keluar dari radio tape milik Yoyo, dalam kegaduhan anak mudah dengan suara lagu yang dapat terdengar dari pelataran rumah Yoyo. Koco yang sedang asik membaca surat yang sudah dibuat oleh Yoyo berharap akan datang cinta yang diharapkan, sedang Yoyo menikmati tulisan-tulisan puisinya.
Malam semakin membawa kantuk untuk setiap manusia yang terbiasa terlelap ditengah malam namun mereka berdua tidak seperti itu, mereka senantiasa menikmati hari malam hingga pagi terjelang.
Disela-sela keseriusan Yoyo menulis ia pun terkadang menyeletuk “Co… kira-kira elu laper gak?” tanya pada Koco yang sudah terlihat menguap
“hoooaam….. laper sih tapi mata gue dah lima watt nih Yo..” jawab koco sambil mengucek matanya.
“ah payah luh… kalo aja Didit atau si Komplang ada enak nih klo kita maen Remi..!” ujar Yoyo sambil meletakkan pena nya.
“iya juga, tapi tumben tuh dia pada gak kerumah lo Yo ..?!” tandas koco yang kini sudah mulai mengulet di atas sofa.
“terus sekarang enak nya ngapai ya Co ?” sambil bangun dari duduknya Yoyo menuju kamar sambil membawa buku dan pena yang menjadi teman setia.
“gak tahu dah Yo.. gue ngantuk.. gue tidur duluan ya Yo ..!” Koco yang mulai merasa letih dengan mata nya yang kini terpejam.
“ya udah…, gue mau lanjutin tulisan gue aja dah” Yoyo pun menjawab ucapan Koco, namun ia seperti bicara sendiri, oleh karena Koco sudah terlelap.
            Mungkin kebiasaan Yoyo yang selalu tidur pagi membuat tubuh dia semakin tidak dapat gemuk atau dengan kata lain tetap kurus walau makan sebanyak apapun. Yang selalu dipikirkannya hanya menulis dan membuat karya entah apakah karya tersebut dapat dihargai atau hanya sebatas angin lalu. Malam yang semakin sepi suara tape yang kini telah Yoyo sedikit pelankan namun suasana rock and roll masih tertetap menyatu di telinganya sambil membuat beberapa puisi, atau sekedar menulis beberapa kata untuk mengisi suntuk oleh karena hanya dirinya yang masih terjaga di dalam rumah itu.



Puisi Johnucup

 GAK ADA INSPIRASI Karya : Johnucup Semilir angin berhembus, sore ini setelah panas hilang, Berjalan mempercepat langkah ku, Mengejar suasan...