TERJATUH DALAM
ANGAN YANG TERBUAI
Seiring waktu berjalan seorang pria yang bernama Sofyan
menjadikan dirinya seorang yang terbuai dalam sebuah keinginan, pria yang baru
berumur 24 tahun itu berobsesi untuk menjadi seorang yang berarti didalam
lingkungan masyarakatnya, namun pada kenyataannya dialam yang penuh dengan
manusia yang rakus membuatnya merasa tertekan, lalu ia pun menjalani hari –
harinya dengan mencari kerja sesuai dengan keahliannya dalam bidang ekonomi,
namun kenyataan hidup kembali lagi sulit untuk menerima orang baru dalam dunia
pekerjaan, karena parahnya perekonomian negeri dimana ia tinggal membuatnya
terpaksa menganggur, orang tua yang acap kali menyindirnya kalau sedang berada
didalam rumah membuatnya terpaksa terjun kedalam kehidupan seni.
Setahun sudah mengamen yang membuat dirinya tampak kusam
dan penuh dengan debu, hari itu di Halte Bus dimana ia biasa berbincang dengan
kawan sesama seniman jalanan.
“Andi…; gimana elu udah
dapet berapa…?” tanya Sofyan pada andi yang beru saja turun dari Metro Mini.
“Baru dikit Yan…..!;”
ujar Andi dengan bahasa yang lemas.
“Ia juga Di___; akhir –
akhir ini pendapatan semakin kecil !” tambah Sofyan yang juga belum dapat apa –
apa lantaran ia baru saja tiba.
Dengan gitar yang dulu ia beli sewaktu SMA membuat Sofyan
semakin mahir saja memainkannya, mungkin kalau dibilang belajar tidak, namun
kalau sering memainkannya itu sudah jelas karena ia selalu mencari kunci gitar
dari lagu – lagu baru yang banyak keluar akibat bertambahnya anak – anak Band
yang bermunculan menambah semarak musik tanah air, musim panas ini memang
memang membuat orang merasa semakin jengah dengan sebuah proses ketatanegaraan
dimana dahulu orang – orang mencintai negaranya, akan tetapi pada kenyataan
tahun – tahun sekarang ini mereka banyak yang mencintai dirinya sendiri
lantaran takut anak dan istrinya kelaparan.
Bulan lalu Sofyan mempunyai kekasih yang cantik dan
bertubuh langsing dengan kekayaan orang tuanya yang memang seorang pejabat
wilayah sekitar, dengan keberadaan Sofyan yang bekas anak pengusaha kaya raya
yang bangkrut lantaran sebuah permainan bisnis rekan Ayahnya itu hingga membuat
Ayahnya meninggal dunia selang setahun kepergian Ibunya, lalu kisah cinta
dengan sang gadis harus berakhir, sekarang entah apa lagi yang dapat Sofyan
lakukan untuk membuatnya kembali seperti dahulu.
Bulan Agustus ini Sofyan berencana mencari pekerjaan,
suatu usaha yang sudah menjadi hal yang membosankan buatnya. Semangatnya
belumlah padam oleh karena dihatinya masih merasakan gairah untuk mengejar
impiannya untuk dapat menghidupi dirinya itu, lalu sepanjang hari itu Sofyan
berusaha mencari tahu melalui surat kabar yang memang banyak terhampar
disampingnya itu, wajarlah dihalte Bus sudah pasti terdapat penjual koran atau
penjual dagangan lainnya yang mencari sepotong kehidupan yang mungkin masih
panjang untuk menjadi berubah. Sofyan duduk melamun menatap seorang bocah kecil
yang mengamen sepertinya, serentak ia berkata ‘seandainya aku mampu mungkin aku
akan berusaha untuk menolongnya, atau aku jadikan mereka sebagai adik angkatku
dengan aku menyekolahkannya dan memberi mereka makan serta uang jajan’ hal yang
mungkin takkan terjadi apa lagi ditambah dengan tampang kota yang hanya
mementingkan sebuah tontonan ketimbang memikirkan bagiamana menjadikan anak-anak
tersebut sebagai generasi yang mampu menjadikan bangsa ini lebih beradab.
“Yan____; jangan bengong
aja. tuh giliran elu yang naik…..!” ujar Bambang padanya.
“ kenapa Bam ?” tanya
Sofyan dengan tersentak kaget,
“Itu___; elu mau dapet
duit apa enggak?” Jawab Bambang.
“Ya mau lah !, masa gue
gak mau duit yang bener aja loe…!” ujar Sofyan sambil menaiki metro mini
tersebut,
Dengan percaya dirinya Sofyan mulai memainkan gitarnya
dengan lagu andalan yang ia telah karang sendiri sambil mencari inspirasi Sofyan
memandang keseluruh metro mini dimana banyak orang yang memperhatikannya dari
wanita muda sampai Ibu – ibu dari anak muda sampai Bapak – bapak semuanya
menyimak lagu yang Sofyan lantunkan, Sofyan memang bukan seorang artis yang
terkenal lantaran banyak uang akan tetapi sofyan punya bakat dan kelebihan yang
membuat dirinya lebih baik lagi diatas kehidupan ini, suara yang keluar dari
gitar itu membuat suasana metro mini terasa semarak lantaran setiap kali Sofyan
yang mengamen banyak orang merasa tidak bosan dengan lagu-lagunya yang ia
bawakan. Karena setiap kali Ia naik, Sofyan selalu saja mengeluarkan lagu yang
sudah ia buat setiap malamnya, karena setiap kali ia pulang banyak kenangan
terindah dengan banyak hal yang membuat ia selalu terbayang hingga Ia sulit untuk memejamkan mata.
Semenjak segalanya
berlalu di akhir bulan lalu, perasaan cintanya semakin menggebu-gebu hingga
segalanya membuat dirinya menjadi semakin gila, setiap syair yang ia karang
semakin membutakan hatinya untuk selalu mencintai karya dan bukan seorang
gadis.
“Sofyan…!” panggil
Gunawan siang itu di pelataran halte yang ramai
“Oh iya ada apa Gun ?”
tanyanya pada Gunawan.
“tadi mantan elu Rina
nanyain elu, terus dia bilang pengen banget ketemu sama elu!” serunya,
“emang ada apaan Gun ?,
kayanya gue gak ada masalah apa-apa sama dia dan gue juga gak pernah ngejanjiin
apa-apa kira-kira masalah apaan yah ?” tanya Sofyan sambil ia bicara sendiri
dihalte itu.
“Gak tau Yan, mungkin
kangen kali ama elu, atau dia pengen balikan kali!” Ujar Gunawan yang lalu
segera menaiki Metro Mini yang sedang menunggu muatan pas bangku dan didalam
sana sudah ada beberapa penumpang yang sedang duduk dengan sabar.
Dihalte itu bukan hanya
Sofyan dan Gunawan saja tetapi Ada beberapa teman lainnya. Sofyan lalu duduk di
teras halte disamping warung Rokok dan disana Ucup sedang menikmati musik dari
radio butut milik penjaga warung tersebut, alunan lagu Pop terdengar begitu
melankolis, namun hati Sofyan lebih melankolis dibandingkan dengan syair lagu
dari grup band ternama di negeri itu.
“Yan elu kenapa
senyum-senyum sendiri ?” tanya Ucup yang lalu menyalakan seabatang rokok dengan
penuh pasti.
“Ah kagak Cup, gue cuma
ngerasa senang aja, abis ada seseorang yang telah lama gue kangenin akhirnya
dia nyariin gue juga!” Ujar Sofyan dengan segudang hayalan dan harapan Rani mau
kembali padanya.
“Maksud elu Rani,” tandas
Ucup dengan semangatnya yang tak pernah luntur walau sang diktaktor negerinya
telah memaksa dirinya untuk menelan pil pahit tentang generasi muda yang akan
semakin banyak penganggurannya di negerinya.
“Siapa lagi yang ada
dihati gue Cup!. Kalau bukan Rani yang sangat manis” seru Sofyan sambil
merangkul Ucup.
“Mana Yan, elu dah ada
lagu baru lagi gak ?” tanya Ucup dengan santainya menghembuskan asap rokok dari
mulutnya, lalu tak lama akhirnya Gunawan ikut bergabung dengan mereka berdua.
“Tenang entar elu
dengerin aja pas gue naek!” ucap santainya.
“Eh elu Cup, dari mana
aja, baru muncul sekarang!” tandas Gunawan yang menegur Ucup yang baru pulang
dari kampung halaman.
“Iya juga Gun, emang elu
kemana aja Cup?” tambah Sofyan
“Gue baru balik dari
kampung walau bukan kampung gue, abis gue bosen liat kampung sendiri yang cuma ada
akal-akal culas dan dimana gue gak punya kesempatan buat mengejar mimpi gue
buat jadi seseorang yang berarti di negara ini.” Seru Ucup, yang matanya
kemana-mana.
“Iya juga Cup, buktinya
Sofyan punya bakat bikin lagu, lagu-lagunya banyak dijualin buat makan ama
bayar listrik terus buat melanjutkan kehidupannya yang susah, terus… kalo gue sendiri
emang cuma berbakat nyontek alias nyanyiin lagu orang, wajar aja kalo Cuma
sebatas pengamen Metro Mini,” ujar Gunawan membenarkan ucapan Ucup.
“Ah..! udah nikmatin aja
yang ada, walau kenyataannya kita gak pernah ada dipandangan para pejabat
negara ini, dan yang mereka pandang hanya manusia-manusia yang punya harta
banyak, kaya Kiyai, Ulama, Haji, dan Para petinggi seperti Milyuner, maupun
Jutawan, apa lagi orang asing udah pasti jadi panutan,” tandas Sofyan semakin
berkata jujur apa adanya.
“Ah udah…udah…udah ! entar
pada ditangkepin luh ngomongin kenyataan di lapangan sedangkan kita punya apa?,
buat nebus supaya bebas dari penjara, terus kita punya duit berapa buat nyewa
pengacara, apa lagi pas sidang kita bisa gak dianggap lantaran kagak punya uang
dan jabatan, tuh ada Polisi,” Ucup menghentikan obrolan tentang kenyataan hidup
yang memang susah.
“Eh elu gak naek Yan?”
tegur Gunawan yang mengingatkannya.
“Oh iya, gue nyari duit
dulu oke!, ntar kita terusin lagi” Sofyan dengan secepatnya bergegas menaiki Metro
Mini dengan pede dan dengan ciri khasnya menyanyikan lagu karangannya sendiri
dawai gitarnya membuat para penumpang merasa nyaman.
“Gunawan elu tau gak,
kemarin gue ketemu sama cewe cakep banget, terus gue kenalan sama dia eh gak
lama” Ucup berhenti dari ceritanya karena melintas cewe manis berambut panjang,
tubuhnya semampai, lalu menghampiri Sofyan yang sedang asik menyiapkan akhir
dari sebuah lagu dari nyanyinya.
“Kenapa luh Cup ?, tanya
Gunawan yang langsung spontan ikut melihat kedalam Metro Mini yang sedang menunggu
penumpang.
“Gila tuh cewe cakep
banget, tapi sayang malah deketin Sofyan, bukannya gue yang ganteng” ucapnya
dengan senyum diakhir kalimat.
“Ah elu mah parah… itu
kan Rani!” tandas Gunawan.
“Rani anak orang kaya itu?,
yang dulu waktu bokapnya Sofyan masih ada, yang trus bokapnya pernah menyetujui
hubungannya dengan Sofyan, trus pas udah melarat jadi gak setuju” tandas Ucup
dengan bencinya ia segera mengambil sebatang rokok lagi untuk ia hisap.
“Males gue ketemu orang
kaya dia, gue balik ah Gun !” tandas Ucup yang lalu pergi
“Ya udah sana, gue mau
nyantai sambil nyetem nih gitar, dari pada ada elu, yang ada gak
selesai-selesai gue nyetem gitar” Usir Gunawan.
“Dasar luh Gun !” Ucup
melempar kotak korek kayu yang masih ada isinya.
“Sial luh entar gue bales
awas aja luh Cup!” seru Gunawan sambil mengambil kotak korek tersebut.
Sofyan turun dari Metro
Mini tersebut bersama dengan Rani, yang lalu di kejauhan terlihat mobil
mentereng terpakir sembarangan di tepi jalan didalam mobil tersebut terlihat
cowok dengan wajah agak tak senang melihat Rani bicara dengan Sofyan yang
notabenya mantan kekasih Rani, memang didalam sana pria tersebut adalah sang
kekasih yang sedang menanti Rani merayu Sofyan untuk memberikan lagu yang sudah
ia karang lantaran Denny kekasih Rani mengharapkan lagu tersebut untuk ia
jadikan sebagai lagu andalan, lantaran Denny ingin membuat demo lagu bersama
grup Bandnya.
“Yan..!, elu masih sayang
gak ama gue?” tanya Rani padanya.
“Sayang…!, maaf Ran, elu
udah punya pacar yang selevel dengan elu dan elu juga sederajat dengan dia,
sama-sama calon sarjana yang intelektual, yang pinter dan elu berdua emang
pasangan serasi, terus apa yang elu arepin dari rasa sayang yang gue miliki
buat elu?!” tanya Sofyan yang memang masih memendam perasaan terdalam pada
Rani.
“Gue Cuma berharap elu
mau bantuin gue Yan!” ujar Rani pada Sofyan. Obrolan mereka memang didengar
Gunawan yang sedang asik dengan senar gitarnya.
“Oke !, gue mau bantuin
elu hanya sebatas teman gak lebih” ungkap Sofyan pada Rani.
“Ya iyaa lah…!, gue cuma
mau elu mau jual lagu elu tentang cerita cinta yang pernah terjadi antara kita
yang kalau gak salah yang Judulnya ‘Bahasa Cintaku Padamu’!” ungkapan hati Rani
pada Sofyan.
“Yang itu yah, gue rasa
bisa aja asalkan harganya sesuai dengan kenangan yang ada didalam karya gue itu
Ran!” seru Sofyan dengan wajah yang gak senang dengan apa yang Rani harapkan.
“Oke terserah elu mau
bayaran berapa, 100 juta maupun lebih bakalan gue turutin Yan” Rani dengan
senang didalam hati dan dengan perasaan santai lantaran Sofyan bakalan
menjualnya.
Rani memang telah jatuh
hati pada Denny yang memang orang terpandang kaya raya dan ganteng serta hidup
bakalan bahagia sampai akhir hayatnya, dengan kata lain sampai tua nanti.
“Oh… gini ternyata orang
yang menghianati cinta ingin menghianati lebih dari sakit kusta yang tersebar
diera masa silam” tandas Gunawan dengan indahnya, dimana Gunawan akhirnya pergi
dari bangku halte menuju ke dalam Metro Mini untuk sekedar menyanyikan lagu
sebagai satu harapan mendapatkan uang halal walau dimata banyak orang rendah.
“Sialan luh..!, ayo dong
Yan gimana, berapa harga yang elu tawarin?” paksa Rani dengan sangat yang
hingga membuat Sofyan merasa kesal.
“Harga Ran?, harga yang
gue tawarin mungkin gak akan bisa elu penuhi atau pacar elu yang ganteng and
tajir itu mampu memberikannya” tandas Sofyan.
“Ya udah kalo begitu
berapa harga yang elu maksud, tapi kalau untuk gue harus putus dengan Denny gak
akan terjadi Yan, gue dah sehati dengannya, dan gue juga bisa bahagia dengan dirinya”
Rani memastikan dan memohon dengan penuh harapan
“Harga yang gue minta, sembilan
ratus juta, kalau elu benaran sayang sama gue!” ujar Sofyan pada Rani.
“Ya udah nanti gue
omongin sama Denny calon suami gue, dan mereka yang terlibat dalam hal ini, kira-kira
elu mau ngasih ke guenya kapan?” tanya Rani.
“Satu bulan dari sekarang
di tanggal 17 siang hari taman kota yang sepi saat tengah hari, aku nanti
bersama teman-teman ku akan ikut menjemput uang tersebut baik kurang maupun
lebih itu sudah ketentuan” kata Sofyan yang lalu pergi begitu saja menuju arah
pulang.
“oke Yan nanti aku pasti
kesana dengan membawa uangnya aku yakin kan takkan kurang dari yang kamu minta”
teriak Rani dengan nada agak kesal lantaran ia mengharapkan tidak ada bayaran,
ternyata malah minta bayaran tinggi, ‘apakah Sofyan menganggap kami gak mampu
dengan harga tersebut, aku cuma mau karya itu menjadi milikku dan bukan
miliknya lantaran aku ada dalam kiasan syair tersebut, kelak itu sangat berarti
buatku’ tandasnya didalam hatinya.
Sofyan pulang menuju
kerumahnya, setibanya dirumah ia merenung. Didalam hatinya menimbang apakah harus memberikan
harga pada dirinya, tiba-tiba Ucup datang dengan langkah santai terarah menuju
ke rumah Sofyan dengan wajah yang senang lantaran ia baru mendapatkan pinjaman
uang dari seseorang. Tak beberapa lama ia berjalan ia melihat Sofyan didepan
rumahnya hingga mengejutkan hatinya ‘tumben tuh Sofyan ada dirumah biasanya
pulang malam’ seru didalam hati Ucup dengan banyak pertanyaan lainnya didalam
hati yang terpendam.
“tumben luh ada dirumah
Yan jam segini, emang udahan ngamennya?” tanya Ucup dengan santainya. Saat ini
tanggal 17 dan itu yang sedang Sofyan pikirkan hingga ia harus membongkar karya
tersebut ia mainkan didepan rumah tersebut.
“Ah elu ganggu gue lagi
mengenang seseorang aja, oh.. iya, dari mana luh kayanya seneng bener abis
dapat duit gratisan nih?” ujar Sofyan yang lalu meletakkan gitarnya diatas meja
yang penuh dengan kertas coret-coretan.
“Ha..ha..ha…, elu tau aja
gue abis dapet uang dadakan, tapi elu belom jawab pertanyaan gue tadi, kenapa
elu dah ada dirumah jam segini emang udah cukup duit elu buat satu minggu ini?”
tanya Ucup.
“Gue rasa sih udah,
karena gue bakalan dapet uang gede dalam waktu satu bulan dari sekarang terus
gue bisa santai dalam beberapa minggu” ujar Sofyan
“Emang elu jual lagu lagi
yang Yan?” tanya ucup dengan rasa penasaran sebenarnya lagu yang mana yang ia
bakalan jual bulan depan.
Kala itu Sofyan tak menjawab malahan memainkan lagu
favoritnya yang menjadi kenangan dengan Rani wanita manis berkelas atas dengan
taraf hidup yang tinggi dimana kenyataan tak mungkin Sofyan menuruti hal apa
yang Rani harapkan, lantaran Sofyan hanya pengangguran dan tak bisa menjadi
yang terbaik untuk Rani, Ucup seperti orang yang tak pernah jelas keberadaannya
dan satu hal yang memang sangat ia ingin ketahui dari Sofyan oleh karena ia
merasa perlu untuk tahu, Sofyan hanya tinggal sendirian didunia setelah bapaknya
meninggal di saat Sofyan ingin mencapai tingkatan Universitas, sedangkan Ibunya
telah pergi setahun sebelum ayahnya meninggal dunia, hingga pada akhirnya
segala macam uang dan kekayaan tidak pernah ia pikirkan yang ia pikirkan
hanyalah sebuah kehidupan wajar di mata orang banyak.
“Eh Gunawan, elu tahu gak
Sofyan ngejual lagunya yang mana?” Gunawan yang terkejut saat melamun di halte
tempat bernaung dari terik matahari dan deras hujan.
“Kagak tau Cup, emang dia
cerita apa ama elu, sampe-sampe nyamperin gue lagi nyari duit” sahut Gunawan, Ucup
duduk disamping Gunawan, lalu menghembuskan napas seraya melepas penat diotaknya.
“Sekarang begini Gun,
tadi dia abis ketemu siapa ?, terus tampang tuh orang gimana abis ngobrol sama
tuh orang ?” tegas Ucup pada Gunawan.
“Tadi yang gue tahu cuma Rani
yang ngobrol sampai lama, trus elu bisa bayangin gue aja ampe selesai nyanyiin
dua lagu dia bedua baru selesai ngobrol” Ungkap Gunawan yang memang ada disitu.
“kalau Rani si gue tahu.
oh…! terus Rani kira-kira gimana abis ngobrol sama Sofyan ?” ujar Ucup sambil
meraih rokok yang ada disaku celananya.
“Rani keliatan seneng
terus dia ngomong apa ama calon suaminya gue gak tau yang jelas begitu
ceritanya, udah ah ngomongin kawan sendiri melulu!” seru Gunawan yang lalu
bangun dari duduknya seraya berkata pada Ucup.
“Elu mau ikut pulang apa
nggak?” Ucup tersadar dan mengejar Gunawan yang berjalan agak tergesah sebab
matahari mulai menutup diri.
“Gun…Gunawan tungguin gue
dong !” teriaknya memanggil Gunawan.
“Gini Gun, gue rasa
Sofyan menjual lagu ke Rani jangan-jangan lagu yang itu?” Ucup menegaskan pada
Gunawan.
“Apa jual lagu yang
itu..!, wah jangan dibiarin nih, Cup.. kalau nggak entar dia malah dibilang gak
punya pendirian!” dengan lebih tergesah-gesah Gunawan semakin mempercepat
langkahnya, gitar masih ia bawa walau pada nyatanya dia harus melalui rumahnya
sebelum sampai dirumah Sofyan.
“Yan….Yan…., Sofyan elu
katanya mau jual lagu lu yang itu yah ?” tanya Gunawan.
“Kenapa Gun…!, gila kali
lu yah, pake teriak teriak manggil gue emang gue udah tua banget apa!” serunya
“Masalah lagu yang itu
emang gue mau jual dan gue sama Rani, gue dan elu bedua, kita bakalan ke taman
kota untuk transaksi, dengan nilai uang sembilan ratus juta kalau jadi!”
bisiknya dan agak pelahan membicarakannya.
“Oh…. gitu, tapi gak
kemahalan tuh Yan?” tanya Ucup dengan begitu seriusnya dan dengan menyimpan
perasaan ragu didalam hatinya
“Gue ragu Yan, yang mau
beli bakalan sesuai dengan harga yang elu mau” Ujar gunawan dengan logikanya.
“Bener, gue setuju dengan
omongan Gunawan, gue ngerasa tuh orang gila mau beli lagu elu ampe seharga
sembilan ratus juta, nanti dia juga bakalan nelpon elu, t’rus nego lagi ama
elu, kalo gak mahal jangan yah Yan!” seru Ucup dengan harapan Sofyan punya uang
banyak.
“Iya lah masa gue jual
seratus ribu, bikinnya aja harus nguras otak!” tandas Sofyan
“Udah gue mau mandi dulu
nih pegang gitar gue, entar kita maenin lagi tuh lagu ampe kita bosen
dengernya” Gunawan lalu bergegas pulang untuk membersihkan badannya yang sudah
bau keringat.
Malam itu mereka bertiga mamainkan lagu dengan begitu
serunya dan begitu seriusnya hingga tengah malam membuat mereka lelah dan bosan
yang lalu mereka terlelap dirumah Sofyan yang memang menjadi base camp buat
mereka dimana rumah tersebut hanya Sofyan yang tinggal disana, pagi terjelang
suasana yang sama selalu terjadi mencari uang buat makan sehari-hari dari
banyak orang yang hapal dengan wajah Gunawan serta Sofyan, mereka menjadikan
mengamen adalah pekerjaan tetap hal yang harus mereka terima oleh karena biaya
menjadi musisi kini setinggi pohon yang ada dinirwana, untuk Sofyan harga yang
tinggi seperti itu takkan mungkin ia peroleh lantaran ia hanya seorang miskin,
meski dahulunya adalah orang yang cukup berada.
Disuatu hari dimana dekat dengan pertemuan di taman kota
Sofyan sedang asik melamun memikirkan Rani kasihnya yang memang seorang gadis
yang pernah sangat dekat dengannya dan bahkan hubungan mereka ketika itu
sangatlah dekat lantaran orang tua mereka sudah merestui hubungan mereka, dan
bahkan setelah mereka lulus SMA mereka akan di kuliahkan disatu kamu
Universitas yang sama, namun apa yang terjadi orang tua Sofyan meninggal dunia
dan meninggalkan banyak dilema yang pada akhirnya orang tua Rani membatalkan
sebuah perjanjian sepihak, Sofyan yang tak punya siapa-siapa lagi terpaksa
menerima kenyataan itu ada banyak Paman pun hanya sebatas hiasan dalam
kehidupannya.
Ia dihari itu mengalami penyakit yang selama ini Sofyan
sembunyikan dari Gunawan dan Ucup, senandung dalam irama yang biasanya lalu
dengan tiba-tiba ia jatuh pingsan dengan begitu saja, waktu pertemu dengan Rani
dan Denny tinggal empat hari lagi, kebetulan sangat kebetulan tetangga Sofyan
melihatnya sudah terkapar diatas teras rumah dengan kertas yang tak lagi ia
genggam, Sofyan pun dibawa ke rumah sakit dengan dana dari orang tuanya Ucup.
“Yan elu gimana sekarang,
keadaan elu udah baikan Yan?” tanya Bapak Jaya padanya yang terbaring diatas
kasur rumah sakit.
“Udah mendingan Pak!,
kira-kira saya bakalan pulang kapan Pak?” tanyanya.
“Gak tau Yan, dokter
belum sama sekali ngasih tau Bapak!” jawab nya
“Pap…!, nih kwitansinya,
tadi Ucup ngeliat suster cakep banget Pap ampe lama dah Ucup di depan kasir”
Ucup memanggil Papanya dengan perlahan takut menggangu Sofyan yang sedang
istirahat.
“Pantesan Papa bingung,
kenapa lama amat padahal biasanya enggak, takutnya uangnya kurang apa kemana
dulu itu doang yang Papa khawatirin,” ujar Pak jaya dengan suaranya yang begitu
memperhatikan anak-anaknya, termasuk Sofyan walau bukan anak kandung tetapi
sudah dianggapnya anak sendiri sebab Sofyan anak yang baik dan sopan.
“Cup..!, sini dah !” serunya
memanggil Ucup dengan suara yang belum seperti biasanya.
“Kenapa Yan?, buset dah
elu pingsan pake kagak telepon gue sombong bangat luh bro, oh iya tadi Rani
telepon gue, terus dia nanyain elu, t’rus gue bilang aja Hp nya lagi digade ama
konter, jadi gak bisa ditelepon-telepon dah, dia maksa gak percaya sama gue
akhirnya gue bilang elu pergi gak tau kemana, itu ceritanya Yan!” Ucup yang
spotan menghampiri Sofyan lalu menjelaskan apa yang udah terjadi selama dirinya
tak sadarkan diri.
“Untung aja elu bilang
kaya gitu kalo bilang gue sakit mampus gue!” seru Sofyan pada Ucup, penyakit
yang ada dikepala Sofyan tidak membuat dirinya bosan untuk mengarang, dokter
menjelaskan pada Pak Jaya dan Ibu Jaya serta Ucup bahwa Sofyan terkena gangguan
otak atau dalam kata lain ada penyakit didalam kepalanya yang membuat dirinya
tak dapat untuk hidup lama sebab obatnya belum ada dan penyakit ini masih baru
dalam hal kehidupan.
“Oh… iya Cup, emang gue
sakit apaan sih? Sampe dirawat kaya gini, ini kan mahal biayanya” seru Sofyan
pada Ucup, namun obrolan meraka terhenti.
“Cup.. Yan, Papa pulang
dulu yah, Papa lagi mau ada pertemuan dengan rekan bisnis Papa, Ucup jangan
kemana-mana jaga Sofyan jangan ditinggal-tinggal!” seru Papa Jaya yang lalu
segera meninggalkan ruangan tersebut menuju arah pulang, setelah itu ia pergi
ketempat pertemuan yang sudah di tentukan meski pun malam sudah menjelang.
Diatas kasur yang
senantiasa membuatnya merasa tak betah, membuat pikirannya senantiasa melayang
memikirkan apa yang memang sudah iya janjikan selama ini, Sofyan masih saja
teringat akan wajah ayu dan manis, dia adalah Rani namun ia selalu merasa kesal
saat mengingat Denny yang memang seorang yang kaya lantaran Ayahnya adalah
pemilik perusahaan yang mampu mengontrol apa yang diinginkan oleh Rani. Tak
lama Sofyan termenung sambil menulis beberapa bait kata diatas buku bersampul
biru, sedangkan Ucup duduk santai di kursi tamu sambil memandangi langit kamar
yang bersih dan putih, Gunawan tiba dengan agak terengah-engah.
“Cup…!” teriaknya memanggil
Ucup yang membuat Ucup kaget bukan kepalang.
“Ada apa Gun, kenapa,
emang ada apaan?” tanya Ucup.
“Iya ada apaan sih loh
teriak kaya gitu, bikin banyak orang pada bingung!” Sofyan menambahkan.
“Iya tadi gue ngeliat
Bambang sama Andi udah gak ada, dan dia udah tewas di kamar yang indah, alias
tahanan” ujar Gunawan.
“Emang kenapa bisa kaya
gitu?” tanya Ucup dan Sofyan dengan kompaknya.
“Iya ternyata dia bedua
bandar narkotika, dan didalam penjara mereka kelebihan dosis yang bikin dia
akhirnya tak bisa bertahan, terus tewas dah, untung gue gak pernah mau ikutan
kalo dia ngajakin!” Gunawan menceritakan.
“Ooooh, gue sih udah
nebak bakalan kaya gitu!” ujar Sofyan, Ucup pun menanggapi dengan diam tanpa
berkomentar, lantaran Ucup merespon hal tersebut dengan santai lantaran ia tak
mau ketahuan selama ini ia pergi entah kemana sebab hal tersebut,
“Sebenarnya gue waktu itu
ngilang, gue rehab di Bandung, terus kenapa Bokap, Nyokap gue gak pernah nyari gue
selama gue pergi lantaran mereka yang menaruh gue ditempat tersebut” Ucup
dengan spontan menjelaskan tentang kepergiaannya ketika itu.
“Terus kuliah elu gimana
Cup?, terus kenapa elu baru cerita sekarang?” tanya Sofyan.
“Maafin gue, gue bukannya
mau menutupin ini semua dari kalian, gue gak mau elu pada ngerasa bersalah
tentang kedeketan gue sama Bambang dan Andi semua itu lantaran gue penasaran,
apa sih yang mereka cari dari semua itu, ternyata gak ada apa-apa hanya sebagai
satu keinginan hati ingin menjadi seorang yang terkenal” tandas Ucup.
“Elu kan udah gue peringatin
jangan ikut-ikutan mereka, mereka udah bikin Band kita bubar, terus kasus
Polisi yang hampir membuat Sofyan terkait,” Gunawan agak kesal dengan sikap
Ucup.
“Udah Gun, sekarang gak
usah kita bahas lagi tentang semua itu yang udah terlambat untuk kita bahas,
sekarang yang kita jalani selalu berpikiran kedepan dan jangan hal yang udah
terjadi terulang lagi oke!” Sofyan melerai amarah Gunawan dengan mengeluarkan
kata-kata bijak.
“Oh iya gimana Rani udah
telepon lagi belum Cup?” tanya Sofyan mengalihkan obrolan.
“Belum Yan!” Ucup
menjawab sambil bangun dari duduknya menuju ke toilet yang memang berada
didalam ruangan tersebut.
“Emang elu jadi Yan
negejual lagu sama dia!, terus bukan besok adalah hari nya elu janji ketemu
sama mereka?” tanya Gunawan.
“Gak tahu liat besok
aja!, Gun gimana elu tadi rame ngemen, dapet berapa luh hari ini?” tanya Sofyan
dengan senyum membuat Gunawan merasa tenang, dan membuktikan bahwa dia itu
sudah benar-benar sembuh.
“Gue pengen ngamen lagi
Gun, pengen nyanyiin satu lagu yang indah buat pria, dan wanita yang sedang
kasmaran, dan gue juga pengen makan masakan Bu Tenih di Wartegnya, entar gue
yang teraktir elu bedua dah!” seru Sofyan yang lalu memandang kearah jendela
yang ada di sebelah kirinya dimana malam itu terlihat banyak bintang bertebaran
menghiasi Atmosfer.
“Boleh tuh elu beneran
yah kalo elu udah sembuh traktir Gue sama Ucup, iya gue hari ini dapet empat
puluh ribu, cukup buat makan terus sisanya biasa kita taruh di celengan
kesayangan kita sebagai modal untuk masa depan kita betiga, walau Ucup udah ada
Bokap dan Nyokapnya, tapi dari hasil sendiri kan lebih indah tidak selalu
mengandal kan orang tuanya yang kaya, gue benerkan Yan?” jawab Gunawan dengan
santainya
“Yah…, begitu lah” lalu
Sofyan tertidur.
“Eh elu Cup… lama amat
elu di toilet?” tanya Gunawan.
“Iya gue salah makan
kali!, terus sekarang jadi laper lagi, Gun…. kita nyari makanan yuk, biarin aja
Sofyan istirahat, besok pagi kita balik lagi bareng ama nyokap gue” tandas Ucup.
“Emang elu, bawa mobil?”
tanya Gunawan.
“Bawa, dari kemarin gak gue
idup-idupin mesinnya, abis gue jaga Sofyan yang pingsan ampe dua hari” ujar
Ucup sambil mengeluarkan kunci mobilnya dari saku celananya.
Malam itu Gunawan dan
Ucup tidak menginap dirumah sakit tersebut, sedang Sofyan merasakan sakit yang
gak bisa dikatakan, kepalanya terasa sakit yang luar biasa namun iya tahan
seperti tekatnya untuk hidup dialam kehidupan yang keras dan sedikit peluang
untuk hidup dikota Jakarta yang hanya milik para orang yang berpengaruh dan
berkedudukan tinggi dalam hal pendidikan atau hal umum lainnya.
Matahari pagi
membangunkan Ucup dari tidurnya, sedang Ibunya sedang menyiapkan makanan di
meja makan dan terlihat rantang tersusun dengan rapih diatas meja makan
tersebut, Papa Ucup sudah ada disana untuk sarapan, sedang Ucup baru saja
keluar dari kamarnya.
“Ucup, kamu bukannya di
rumah sakit nemenin Sofyan?” tanya Papa padanya.
“Gak apa kok Pap, semalem
Ucup liat Sofyan baik-baik aja malahan iya tidur pules banget jadi Ucup pulang
bareng sama Gunawan” jawab Ucup.
Suara dering telepon
menghentikan obrolan, Mama mengangkat telepon tersebut tampak wajah Mama
terlihat berbeda terlihat kerut cemas membinar diwajahnya, sedang Papa nampak
heran melihat Mama khawatir seperti itu.
“Ada apa Mam?” tanya Ucup
yang menghampiri Mamanya yang berada dekat telepon.
“Iya Sofyan gak ada
dikamarnya, terus iya ninggalin tulisan makasih Mama Jaya, Papa Jaya Udah baik
mau merawat Sofyan.” Ujar Mama menjelaskan
“Ah Ucup tahu kemana
Sofyan pergi, nanti Ucup susulin, tenang aja Mam, Pap!” tandas Ucup membuat
hati mereka tenang.
“Elu ati-ati Cup..,
jangan ngebut bawa mobilnya” ujar Papa berpesan.
“Iya Pap….” Ucup dengan
bergegas menuju ke taman kota dimana Sofyan dan Rani bertemu untuk
menyelesaikan janji yang sudah disepakati
Disisi yang berbeda,
“Rani ini lagu yang elu
mau, gue gak maksa elu harus membayar dengan jumlah yang gue udah bilang
kemaren, sekarang gue cuma minta sepuluh juta aja buat nutupin utang gue sama
Mama dan Papanya Ucup” Ucap Sofyan didepan Denny, terlihat wajah Sofyan tak
sesegar saat lalu dimana Rani menemuinya di halte.
“Baik Yan, nih sepuluh
jutanya, terus!” Rani memberikan uangnya
“Gue juga mau bilang
tolong jaga lagu itu, kalo sampai ada yang elu rubah gak masalah, namun dihati gue
tetap segalanya tak berubah seperti cinta takkan hilang walau sampai kapan pun
Ran, Rani hati ini selalu tersimpan wajah mu yang selalu bikin gue gak bisa
berhenti untuk mencintai elu, salamin sama Denny kelak dia harus jaga elu
dengan cintanya didalam hatinya, selamat tinggal Ran, dan salam sayang ku
selalu buat mu!” Sofyan lalu memalingkan wajahnya dari Rani dan melangkah
dengan santainya menjauh dari mereka yang berdiam di taman kota tersebut.
Matahari semakin tampak
indah pagi itu dengan kesibukan banyak manusia yang merasa bangga dengan
mengejar dan berharap akan mendapatkan uang yang banyak, sebab dengan adanya
uang mereka dapat hidup dan merasa tenang dalam menikmati keindahan kota,
dengan semua itu mereka dapat membeli apapun termasuk harga diri, maupun hak
orang lain dapat mereka kuasai dengan adanya uang yang berlipat ganda atau
beberapa tumpuk di tempat penyimpanan.
Semua sudah berakhir
Sofyan telah lemah dengan rasa cintanya pada Rani hingga ia memberikan yang
begitu berharga untuk seorang gadis yang ia cintai, lalu kematian menjemputnya
setelah tak lama Ucup menemukannya disebuah pohon yang begitu indah dengan
rerumputan yang menjadi tempat berbaring terakhir untuk Sofyan seorang seniman
yang tak berharta, tak bertitel, namun memiliki keahlian dengan bakatnya.
Semoga apa yang kita inginkan jangan menjadikan beban, dan sebuah angan-angan
bukan satu hal yang mampu membuat kita jatuh, berjuanglah dengan apa adanya
dengan tulus dan jujur tanpa harus melupakan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kita
memuja uang yang menjadi berhala baru dialam dunia ini, sebab berbentuk dan
bergambar, serta sugesti manusia menuangkan kata. ‘tanpa uang kita bukan
apa-apa dan tanpa uang kita bisa mati (meninggal)’.
Terima Kasih yang sudah bersedia membacanya.