Sabtu, 21 September 2019

CERPEN TERJATUH DALAM ANGAN YANG TERBUAI


TERJATUH DALAM
ANGAN YANG TERBUAI
            Seiring waktu berjalan seorang pria yang bernama Sofyan menjadikan dirinya seorang yang terbuai dalam sebuah keinginan, pria yang baru berumur 24 tahun itu berobsesi untuk menjadi seorang yang berarti didalam lingkungan masyarakatnya, namun pada kenyataannya dialam yang penuh dengan manusia yang rakus membuatnya merasa tertekan, lalu ia pun menjalani hari – harinya dengan mencari kerja sesuai dengan keahliannya dalam bidang ekonomi, namun kenyataan hidup kembali lagi sulit untuk menerima orang baru dalam dunia pekerjaan, karena parahnya perekonomian negeri dimana ia tinggal membuatnya terpaksa menganggur, orang tua yang acap kali menyindirnya kalau sedang berada didalam rumah membuatnya terpaksa terjun kedalam kehidupan seni.
            Setahun sudah mengamen yang membuat dirinya tampak kusam dan penuh dengan debu, hari itu di Halte Bus dimana ia biasa berbincang dengan kawan sesama seniman jalanan.
“Andi…; gimana elu udah dapet berapa…?” tanya Sofyan pada andi yang beru saja turun dari Metro Mini.
“Baru dikit Yan…..!;” ujar Andi dengan bahasa yang lemas.
“Ia juga Di___; akhir – akhir ini pendapatan semakin kecil !” tambah Sofyan yang juga belum dapat apa – apa lantaran ia baru saja tiba.
            Dengan gitar yang dulu ia beli sewaktu SMA membuat Sofyan semakin mahir saja memainkannya, mungkin kalau dibilang belajar tidak, namun kalau sering memainkannya itu sudah jelas karena ia selalu mencari kunci gitar dari lagu – lagu baru yang banyak keluar akibat bertambahnya anak – anak Band yang bermunculan menambah semarak musik tanah air, musim panas ini memang memang membuat orang merasa semakin jengah dengan sebuah proses ketatanegaraan dimana dahulu orang – orang mencintai negaranya, akan tetapi pada kenyataan tahun – tahun sekarang ini mereka banyak yang mencintai dirinya sendiri lantaran takut anak dan istrinya kelaparan.
            Bulan lalu Sofyan mempunyai kekasih yang cantik dan bertubuh langsing dengan kekayaan orang tuanya yang memang seorang pejabat wilayah sekitar, dengan keberadaan Sofyan yang bekas anak pengusaha kaya raya yang bangkrut lantaran sebuah permainan bisnis rekan Ayahnya itu hingga membuat Ayahnya meninggal dunia selang setahun kepergian Ibunya, lalu kisah cinta dengan sang gadis harus berakhir, sekarang entah apa lagi yang dapat Sofyan lakukan untuk membuatnya kembali seperti dahulu.
            Bulan Agustus ini Sofyan berencana mencari pekerjaan, suatu usaha yang sudah menjadi hal yang membosankan buatnya. Semangatnya belumlah padam oleh karena dihatinya masih merasakan gairah untuk mengejar impiannya untuk dapat menghidupi dirinya itu, lalu sepanjang hari itu Sofyan berusaha mencari tahu melalui surat kabar yang memang banyak terhampar disampingnya itu, wajarlah dihalte Bus sudah pasti terdapat penjual koran atau penjual dagangan lainnya yang mencari sepotong kehidupan yang mungkin masih panjang untuk menjadi berubah. Sofyan duduk melamun menatap seorang bocah kecil yang mengamen sepertinya, serentak ia berkata ‘seandainya aku mampu mungkin aku akan berusaha untuk menolongnya, atau aku jadikan mereka sebagai adik angkatku dengan aku menyekolahkannya dan memberi mereka makan serta uang jajan’ hal yang mungkin takkan terjadi apa lagi ditambah dengan tampang kota yang hanya mementingkan sebuah tontonan ketimbang memikirkan bagiamana menjadikan anak-anak tersebut sebagai generasi yang mampu menjadikan bangsa ini lebih beradab.
“Yan____; jangan bengong aja. tuh giliran elu yang naik…..!” ujar Bambang padanya.
“ kenapa Bam ?” tanya Sofyan dengan tersentak kaget,
“Itu___; elu mau dapet duit apa enggak?” Jawab Bambang.
“Ya mau lah !, masa gue gak mau duit yang bener aja loe…!” ujar Sofyan sambil menaiki metro mini tersebut,
            Dengan percaya dirinya Sofyan mulai memainkan gitarnya dengan lagu andalan yang ia telah karang sendiri sambil mencari inspirasi Sofyan memandang keseluruh metro mini dimana banyak orang yang memperhatikannya dari wanita muda sampai Ibu – ibu dari anak muda sampai Bapak – bapak semuanya menyimak lagu yang Sofyan lantunkan, Sofyan memang bukan seorang artis yang terkenal lantaran banyak uang akan tetapi sofyan punya bakat dan kelebihan yang membuat dirinya lebih baik lagi diatas kehidupan ini, suara yang keluar dari gitar itu membuat suasana metro mini terasa semarak lantaran setiap kali Sofyan yang mengamen banyak orang merasa tidak bosan dengan lagu-lagunya yang ia bawakan. Karena setiap kali Ia naik, Sofyan selalu saja mengeluarkan lagu yang sudah ia buat setiap malamnya, karena setiap kali ia pulang banyak kenangan terindah dengan banyak hal yang membuat ia selalu terbayang  hingga Ia sulit untuk memejamkan mata.
Semenjak segalanya berlalu di akhir bulan lalu, perasaan cintanya semakin menggebu-gebu hingga segalanya membuat dirinya menjadi semakin gila, setiap syair yang ia karang semakin membutakan hatinya untuk selalu mencintai karya dan bukan seorang gadis.
“Sofyan…!” panggil Gunawan siang itu di pelataran halte yang ramai
“Oh iya ada apa Gun ?” tanyanya pada Gunawan.
“tadi mantan elu Rina nanyain elu, terus dia bilang pengen banget ketemu sama elu!” serunya,
“emang ada apaan Gun ?, kayanya gue gak ada masalah apa-apa sama dia dan gue juga gak pernah ngejanjiin apa-apa kira-kira masalah apaan yah ?” tanya Sofyan sambil ia bicara sendiri dihalte itu.
“Gak tau Yan, mungkin kangen kali ama elu, atau dia pengen balikan kali!” Ujar Gunawan yang lalu segera menaiki Metro Mini yang sedang menunggu muatan pas bangku dan didalam sana sudah ada beberapa penumpang yang sedang duduk dengan sabar.
Dihalte itu bukan hanya Sofyan dan Gunawan saja tetapi Ada beberapa teman lainnya. Sofyan lalu duduk di teras halte disamping warung Rokok dan disana Ucup sedang menikmati musik dari radio butut milik penjaga warung tersebut, alunan lagu Pop terdengar begitu melankolis, namun hati Sofyan lebih melankolis dibandingkan dengan syair lagu dari grup band ternama di negeri itu.
“Yan elu kenapa senyum-senyum sendiri ?” tanya Ucup yang lalu menyalakan seabatang rokok dengan penuh pasti.
“Ah kagak Cup, gue cuma ngerasa senang aja, abis ada seseorang yang telah lama gue kangenin akhirnya dia nyariin gue juga!” Ujar Sofyan dengan segudang hayalan dan harapan Rani mau kembali padanya.
“Maksud elu Rani,” tandas Ucup dengan semangatnya yang tak pernah luntur walau sang diktaktor negerinya telah memaksa dirinya untuk menelan pil pahit tentang generasi muda yang akan semakin banyak penganggurannya di negerinya.
“Siapa lagi yang ada dihati gue Cup!. Kalau bukan Rani yang sangat manis” seru Sofyan sambil merangkul Ucup.
“Mana Yan, elu dah ada lagu baru lagi gak ?” tanya Ucup dengan santainya menghembuskan asap rokok dari mulutnya, lalu tak lama akhirnya Gunawan ikut bergabung dengan mereka berdua.
“Tenang entar elu dengerin aja pas gue naek!” ucap santainya.
“Eh elu Cup, dari mana aja, baru muncul sekarang!” tandas Gunawan yang menegur Ucup yang baru pulang dari kampung halaman.
“Iya juga Gun, emang elu kemana aja Cup?” tambah  Sofyan
“Gue baru balik dari kampung walau bukan kampung gue, abis gue bosen liat kampung sendiri yang cuma ada akal-akal culas dan dimana gue gak punya kesempatan buat mengejar mimpi gue buat jadi seseorang yang berarti di negara ini.” Seru Ucup, yang matanya kemana-mana.
“Iya juga Cup, buktinya Sofyan punya bakat bikin lagu, lagu-lagunya banyak dijualin buat makan ama bayar listrik terus buat melanjutkan kehidupannya yang susah, terus… kalo gue sendiri emang cuma berbakat nyontek alias nyanyiin lagu orang, wajar aja kalo Cuma sebatas pengamen Metro Mini,” ujar Gunawan membenarkan ucapan Ucup.
“Ah..! udah nikmatin aja yang ada, walau kenyataannya kita gak pernah ada dipandangan para pejabat negara ini, dan yang mereka pandang hanya manusia-manusia yang punya harta banyak, kaya Kiyai, Ulama, Haji, dan Para petinggi seperti Milyuner, maupun Jutawan, apa lagi orang asing udah pasti jadi panutan,” tandas Sofyan semakin berkata jujur apa adanya.
“Ah udah…udah…udah ! entar pada ditangkepin luh ngomongin kenyataan di lapangan sedangkan kita punya apa?, buat nebus supaya bebas dari penjara, terus kita punya duit berapa buat nyewa pengacara, apa lagi pas sidang kita bisa gak dianggap lantaran kagak punya uang dan jabatan, tuh ada Polisi,” Ucup menghentikan obrolan tentang kenyataan hidup yang memang susah.
“Eh elu gak naek Yan?” tegur Gunawan yang mengingatkannya.
“Oh iya, gue nyari duit dulu oke!, ntar kita terusin lagi” Sofyan dengan secepatnya bergegas menaiki Metro Mini dengan pede dan dengan ciri khasnya menyanyikan lagu karangannya sendiri dawai gitarnya membuat para penumpang merasa nyaman.
“Gunawan elu tau gak, kemarin gue ketemu sama cewe cakep banget, terus gue kenalan sama dia eh gak lama” Ucup berhenti dari ceritanya karena melintas cewe manis berambut panjang, tubuhnya semampai, lalu menghampiri Sofyan yang sedang asik menyiapkan akhir dari sebuah lagu dari nyanyinya.
“Kenapa luh Cup ?, tanya Gunawan yang langsung spontan ikut melihat kedalam Metro Mini yang sedang menunggu penumpang.
“Gila tuh cewe cakep banget, tapi sayang malah deketin Sofyan, bukannya gue yang ganteng” ucapnya dengan senyum diakhir kalimat.
“Ah elu mah parah… itu kan Rani!” tandas Gunawan.
“Rani anak orang kaya itu?, yang dulu waktu bokapnya Sofyan masih ada, yang trus bokapnya pernah menyetujui hubungannya dengan Sofyan, trus pas udah melarat jadi gak setuju” tandas Ucup dengan bencinya ia segera mengambil sebatang rokok lagi untuk ia hisap.
“Males gue ketemu orang kaya dia, gue balik ah Gun !” tandas Ucup yang lalu pergi
“Ya udah sana, gue mau nyantai sambil nyetem nih gitar, dari pada ada elu, yang ada gak selesai-selesai gue nyetem gitar” Usir Gunawan.
“Dasar luh Gun !” Ucup melempar kotak korek kayu yang masih ada isinya.
“Sial luh entar gue bales awas aja luh Cup!” seru Gunawan sambil mengambil kotak korek tersebut.
Sofyan turun dari Metro Mini tersebut bersama dengan Rani, yang lalu di kejauhan terlihat mobil mentereng terpakir sembarangan di tepi jalan didalam mobil tersebut terlihat cowok dengan wajah agak tak senang melihat Rani bicara dengan Sofyan yang notabenya mantan kekasih Rani, memang didalam sana pria tersebut adalah sang kekasih yang sedang menanti Rani merayu Sofyan untuk memberikan lagu yang sudah ia karang lantaran Denny kekasih Rani mengharapkan lagu tersebut untuk ia jadikan sebagai lagu andalan, lantaran Denny ingin membuat demo lagu bersama grup Bandnya.
“Yan..!, elu masih sayang gak ama gue?” tanya Rani padanya.
“Sayang…!, maaf Ran, elu udah punya pacar yang selevel dengan elu dan elu juga sederajat dengan dia, sama-sama calon sarjana yang intelektual, yang pinter dan elu berdua emang pasangan serasi, terus apa yang elu arepin dari rasa sayang yang gue miliki buat elu?!” tanya Sofyan yang memang masih memendam perasaan terdalam pada Rani.
“Gue Cuma berharap elu mau bantuin gue Yan!” ujar Rani pada Sofyan. Obrolan mereka memang didengar Gunawan yang sedang asik dengan senar gitarnya.
“Oke !, gue mau bantuin elu hanya sebatas teman gak lebih” ungkap Sofyan pada Rani.
“Ya iyaa lah…!, gue cuma mau elu mau jual lagu elu tentang cerita cinta yang pernah terjadi antara kita yang kalau gak salah yang Judulnya ‘Bahasa Cintaku Padamu’!” ungkapan hati Rani pada Sofyan.
“Yang itu yah, gue rasa bisa aja asalkan harganya sesuai dengan kenangan yang ada didalam karya gue itu Ran!” seru Sofyan dengan wajah yang gak senang dengan apa yang Rani harapkan.
“Oke terserah elu mau bayaran berapa, 100 juta maupun lebih bakalan gue turutin Yan” Rani dengan senang didalam hati dan dengan perasaan santai lantaran Sofyan bakalan menjualnya.
Rani memang telah jatuh hati pada Denny yang memang orang terpandang kaya raya dan ganteng serta hidup bakalan bahagia sampai akhir hayatnya, dengan kata lain sampai tua nanti.
“Oh… gini ternyata orang yang menghianati cinta ingin menghianati lebih dari sakit kusta yang tersebar diera masa silam” tandas Gunawan dengan indahnya, dimana Gunawan akhirnya pergi dari bangku halte menuju ke dalam Metro Mini untuk sekedar menyanyikan lagu sebagai satu harapan mendapatkan uang halal walau dimata banyak orang rendah.
“Sialan luh..!, ayo dong Yan gimana, berapa harga yang elu tawarin?” paksa Rani dengan sangat yang hingga membuat Sofyan merasa kesal.
“Harga Ran?, harga yang gue tawarin mungkin gak akan bisa elu penuhi atau pacar elu yang ganteng and tajir itu mampu memberikannya” tandas Sofyan.
“Ya udah kalo begitu berapa harga yang elu maksud, tapi kalau untuk gue harus putus dengan Denny gak akan terjadi Yan, gue dah sehati dengannya, dan gue juga bisa bahagia dengan dirinya” Rani memastikan dan memohon dengan penuh harapan
“Harga yang gue minta, sembilan ratus juta, kalau elu benaran sayang sama gue!” ujar Sofyan pada Rani.
“Ya udah nanti gue omongin sama Denny calon suami gue, dan mereka yang terlibat dalam hal ini, kira-kira elu mau ngasih ke guenya kapan?” tanya Rani.
“Satu bulan dari sekarang di tanggal 17 siang hari taman kota yang sepi saat tengah hari, aku nanti bersama teman-teman ku akan ikut menjemput uang tersebut baik kurang maupun lebih itu sudah ketentuan” kata Sofyan yang lalu pergi begitu saja menuju arah pulang.
“oke Yan nanti aku pasti kesana dengan membawa uangnya aku yakin kan takkan kurang dari yang kamu minta” teriak Rani dengan nada agak kesal lantaran ia mengharapkan tidak ada bayaran, ternyata malah minta bayaran tinggi, ‘apakah Sofyan menganggap kami gak mampu dengan harga tersebut, aku cuma mau karya itu menjadi milikku dan bukan miliknya lantaran aku ada dalam kiasan syair tersebut, kelak itu sangat berarti buatku’ tandasnya didalam hatinya.
Sofyan pulang menuju kerumahnya, setibanya dirumah ia merenung. Didalam  hatinya menimbang apakah harus memberikan harga pada dirinya, tiba-tiba Ucup datang dengan langkah santai terarah menuju ke rumah Sofyan dengan wajah yang senang lantaran ia baru mendapatkan pinjaman uang dari seseorang. Tak beberapa lama ia berjalan ia melihat Sofyan didepan rumahnya hingga mengejutkan hatinya ‘tumben tuh Sofyan ada dirumah biasanya pulang malam’ seru didalam hati Ucup dengan banyak pertanyaan lainnya didalam hati yang terpendam.
“tumben luh ada dirumah Yan jam segini, emang udahan ngamennya?” tanya Ucup dengan santainya. Saat ini tanggal 17 dan itu yang sedang Sofyan pikirkan hingga ia harus membongkar karya tersebut ia mainkan didepan rumah tersebut.
“Ah elu ganggu gue lagi mengenang seseorang aja, oh.. iya, dari mana luh kayanya seneng bener abis dapat duit gratisan nih?” ujar Sofyan yang lalu meletakkan gitarnya diatas meja yang penuh dengan kertas coret-coretan.
“Ha..ha..ha…, elu tau aja gue abis dapet uang dadakan, tapi elu belom jawab pertanyaan gue tadi, kenapa elu dah ada dirumah jam segini emang udah cukup duit elu buat satu minggu ini?” tanya Ucup.
“Gue rasa sih udah, karena gue bakalan dapet uang gede dalam waktu satu bulan dari sekarang terus gue bisa santai dalam beberapa minggu” ujar Sofyan
“Emang elu jual lagu lagi yang Yan?” tanya ucup dengan rasa penasaran sebenarnya lagu yang mana yang ia bakalan jual bulan depan.
            Kala itu Sofyan tak menjawab malahan memainkan lagu favoritnya yang menjadi kenangan dengan Rani wanita manis berkelas atas dengan taraf hidup yang tinggi dimana kenyataan tak mungkin Sofyan menuruti hal apa yang Rani harapkan, lantaran Sofyan hanya pengangguran dan tak bisa menjadi yang terbaik untuk Rani, Ucup seperti orang yang tak pernah jelas keberadaannya dan satu hal yang memang sangat ia ingin ketahui dari Sofyan oleh karena ia merasa perlu untuk tahu, Sofyan hanya tinggal sendirian didunia setelah bapaknya meninggal di saat Sofyan ingin mencapai tingkatan Universitas, sedangkan Ibunya telah pergi setahun sebelum ayahnya meninggal dunia, hingga pada akhirnya segala macam uang dan kekayaan tidak pernah ia pikirkan yang ia pikirkan hanyalah sebuah kehidupan wajar di mata orang banyak.
“Eh Gunawan, elu tahu gak Sofyan ngejual lagunya yang mana?” Gunawan yang terkejut saat melamun di halte tempat bernaung dari terik matahari dan deras hujan.
“Kagak tau Cup, emang dia cerita apa ama elu, sampe-sampe nyamperin gue lagi nyari duit” sahut Gunawan, Ucup duduk disamping Gunawan, lalu menghembuskan napas seraya melepas penat diotaknya.
“Sekarang begini Gun, tadi dia abis ketemu siapa ?, terus tampang tuh orang gimana abis ngobrol sama tuh orang ?” tegas Ucup pada Gunawan.
“Tadi yang gue tahu cuma Rani yang ngobrol sampai lama, trus elu bisa bayangin gue aja ampe selesai nyanyiin dua lagu dia bedua baru selesai ngobrol” Ungkap Gunawan yang memang ada disitu.
“kalau Rani si gue tahu. oh…! terus Rani kira-kira gimana abis ngobrol sama Sofyan ?” ujar Ucup sambil meraih rokok yang ada disaku celananya.
“Rani keliatan seneng terus dia ngomong apa ama calon suaminya gue gak tau yang jelas begitu ceritanya, udah ah ngomongin kawan sendiri melulu!” seru Gunawan yang lalu bangun dari duduknya seraya berkata pada Ucup.
“Elu mau ikut pulang apa nggak?” Ucup tersadar dan mengejar Gunawan yang berjalan agak tergesah sebab matahari mulai menutup diri.
“Gun…Gunawan tungguin gue dong !” teriaknya memanggil Gunawan.
“Gini Gun, gue rasa Sofyan menjual lagu ke Rani jangan-jangan lagu yang itu?” Ucup menegaskan pada Gunawan.
“Apa jual lagu yang itu..!, wah jangan dibiarin nih, Cup.. kalau nggak entar dia malah dibilang gak punya pendirian!” dengan lebih tergesah-gesah Gunawan semakin mempercepat langkahnya, gitar masih ia bawa walau pada nyatanya dia harus melalui rumahnya sebelum sampai dirumah Sofyan.
“Yan….Yan…., Sofyan elu katanya mau jual lagu lu yang itu yah ?” tanya Gunawan.
“Kenapa Gun…!, gila kali lu yah, pake teriak teriak manggil gue emang gue udah tua banget apa!” serunya
“Masalah lagu yang itu emang gue mau jual dan gue sama Rani, gue dan elu bedua, kita bakalan ke taman kota untuk transaksi, dengan nilai uang sembilan ratus juta kalau jadi!” bisiknya dan agak pelahan membicarakannya.
“Oh…. gitu, tapi gak kemahalan tuh Yan?” tanya Ucup dengan begitu seriusnya dan dengan menyimpan perasaan ragu didalam hatinya
“Gue ragu Yan, yang mau beli bakalan sesuai dengan harga yang elu mau” Ujar gunawan dengan logikanya.
“Bener, gue setuju dengan omongan Gunawan, gue ngerasa tuh orang gila mau beli lagu elu ampe seharga sembilan ratus juta, nanti dia juga bakalan nelpon elu, t’rus nego lagi ama elu, kalo gak mahal jangan yah Yan!” seru Ucup dengan harapan Sofyan punya uang banyak.
“Iya lah masa gue jual seratus ribu, bikinnya aja harus nguras otak!” tandas Sofyan
“Udah gue mau mandi dulu nih pegang gitar gue, entar kita maenin lagi tuh lagu ampe kita bosen dengernya” Gunawan lalu bergegas pulang untuk membersihkan badannya yang sudah bau keringat.
            Malam itu mereka bertiga mamainkan lagu dengan begitu serunya dan begitu seriusnya hingga tengah malam membuat mereka lelah dan bosan yang lalu mereka terlelap dirumah Sofyan yang memang menjadi base camp buat mereka dimana rumah tersebut hanya Sofyan yang tinggal disana, pagi terjelang suasana yang sama selalu terjadi mencari uang buat makan sehari-hari dari banyak orang yang hapal dengan wajah Gunawan serta Sofyan, mereka menjadikan mengamen adalah pekerjaan tetap hal yang harus mereka terima oleh karena biaya menjadi musisi kini setinggi pohon yang ada dinirwana, untuk Sofyan harga yang tinggi seperti itu takkan mungkin ia peroleh lantaran ia hanya seorang miskin, meski dahulunya adalah orang yang cukup berada.
            Disuatu hari dimana dekat dengan pertemuan di taman kota Sofyan sedang asik melamun memikirkan Rani kasihnya yang memang seorang gadis yang pernah sangat dekat dengannya dan bahkan hubungan mereka ketika itu sangatlah dekat lantaran orang tua mereka sudah merestui hubungan mereka, dan bahkan setelah mereka lulus SMA mereka akan di kuliahkan disatu kamu Universitas yang sama, namun apa yang terjadi orang tua Sofyan meninggal dunia dan meninggalkan banyak dilema yang pada akhirnya orang tua Rani membatalkan sebuah perjanjian sepihak, Sofyan yang tak punya siapa-siapa lagi terpaksa menerima kenyataan itu ada banyak Paman pun hanya sebatas hiasan dalam kehidupannya.
            Ia dihari itu mengalami penyakit yang selama ini Sofyan sembunyikan dari Gunawan dan Ucup, senandung dalam irama yang biasanya lalu dengan tiba-tiba ia jatuh pingsan dengan begitu saja, waktu pertemu dengan Rani dan Denny tinggal empat hari lagi, kebetulan sangat kebetulan tetangga Sofyan melihatnya sudah terkapar diatas teras rumah dengan kertas yang tak lagi ia genggam, Sofyan pun dibawa ke rumah sakit dengan dana dari orang tuanya Ucup.
“Yan elu gimana sekarang, keadaan elu udah baikan Yan?” tanya Bapak Jaya padanya yang terbaring diatas kasur rumah sakit.
“Udah mendingan Pak!, kira-kira saya bakalan pulang kapan Pak?” tanyanya.
“Gak tau Yan, dokter belum sama sekali ngasih tau Bapak!” jawab nya
“Pap…!, nih kwitansinya, tadi Ucup ngeliat suster cakep banget Pap ampe lama dah Ucup di depan kasir” Ucup memanggil Papanya dengan perlahan takut menggangu Sofyan yang sedang istirahat.
“Pantesan Papa bingung, kenapa lama amat padahal biasanya enggak, takutnya uangnya kurang apa kemana dulu itu doang yang Papa khawatirin,” ujar Pak jaya dengan suaranya yang begitu memperhatikan anak-anaknya, termasuk Sofyan walau bukan anak kandung tetapi sudah dianggapnya anak sendiri sebab Sofyan anak yang baik dan sopan.
“Cup..!, sini dah !” serunya memanggil Ucup dengan suara yang belum seperti biasanya.
“Kenapa Yan?, buset dah elu pingsan pake kagak telepon gue sombong bangat luh bro, oh iya tadi Rani telepon gue, terus dia nanyain elu, t’rus gue bilang aja Hp nya lagi digade ama konter, jadi gak bisa ditelepon-telepon dah, dia maksa gak percaya sama gue akhirnya gue bilang elu pergi gak tau kemana, itu ceritanya Yan!” Ucup yang spotan menghampiri Sofyan lalu menjelaskan apa yang udah terjadi selama dirinya tak sadarkan diri.
“Untung aja elu bilang kaya gitu kalo bilang gue sakit mampus gue!” seru Sofyan pada Ucup, penyakit yang ada dikepala Sofyan tidak membuat dirinya bosan untuk mengarang, dokter menjelaskan pada Pak Jaya dan Ibu Jaya serta Ucup bahwa Sofyan terkena gangguan otak atau dalam kata lain ada penyakit didalam kepalanya yang membuat dirinya tak dapat untuk hidup lama sebab obatnya belum ada dan penyakit ini masih baru dalam hal kehidupan.
“Oh… iya Cup, emang gue sakit apaan sih? Sampe dirawat kaya gini, ini kan mahal biayanya” seru Sofyan pada Ucup, namun obrolan meraka terhenti.
“Cup.. Yan, Papa pulang dulu yah, Papa lagi mau ada pertemuan dengan rekan bisnis Papa, Ucup jangan kemana-mana jaga Sofyan jangan ditinggal-tinggal!” seru Papa Jaya yang lalu segera meninggalkan ruangan tersebut menuju arah pulang, setelah itu ia pergi ketempat pertemuan yang sudah di tentukan meski pun malam sudah menjelang.
Diatas kasur yang senantiasa membuatnya merasa tak betah, membuat pikirannya senantiasa melayang memikirkan apa yang memang sudah iya janjikan selama ini, Sofyan masih saja teringat akan wajah ayu dan manis, dia adalah Rani namun ia selalu merasa kesal saat mengingat Denny yang memang seorang yang kaya lantaran Ayahnya adalah pemilik perusahaan yang mampu mengontrol apa yang diinginkan oleh Rani. Tak lama Sofyan termenung sambil menulis beberapa bait kata diatas buku bersampul biru, sedangkan Ucup duduk santai di kursi tamu sambil memandangi langit kamar yang bersih dan putih, Gunawan tiba dengan agak terengah-engah.
“Cup…!” teriaknya memanggil Ucup yang membuat Ucup kaget bukan kepalang.
“Ada apa Gun, kenapa, emang ada apaan?” tanya Ucup.
“Iya ada apaan sih loh teriak kaya gitu, bikin banyak orang pada bingung!” Sofyan menambahkan.
“Iya tadi gue ngeliat Bambang sama Andi udah gak ada, dan dia udah tewas di kamar yang indah, alias tahanan” ujar Gunawan.
“Emang kenapa bisa kaya gitu?” tanya Ucup dan Sofyan dengan kompaknya.
“Iya ternyata dia bedua bandar narkotika, dan didalam penjara mereka kelebihan dosis yang bikin dia akhirnya tak bisa bertahan, terus tewas dah, untung gue gak pernah mau ikutan kalo dia ngajakin!” Gunawan menceritakan.
“Ooooh, gue sih udah nebak bakalan kaya gitu!” ujar Sofyan, Ucup pun menanggapi dengan diam tanpa berkomentar, lantaran Ucup merespon hal tersebut dengan santai lantaran ia tak mau ketahuan selama ini ia pergi entah kemana sebab hal tersebut,
“Sebenarnya gue waktu itu ngilang, gue rehab di Bandung, terus kenapa Bokap, Nyokap gue gak pernah nyari gue selama gue pergi lantaran mereka yang menaruh gue ditempat tersebut” Ucup dengan spontan menjelaskan tentang kepergiaannya ketika itu.
“Terus kuliah elu gimana Cup?, terus kenapa elu baru cerita sekarang?” tanya Sofyan.
“Maafin gue, gue bukannya mau menutupin ini semua dari kalian, gue gak mau elu pada ngerasa bersalah tentang kedeketan gue sama Bambang dan Andi semua itu lantaran gue penasaran, apa sih yang mereka cari dari semua itu, ternyata gak ada apa-apa hanya sebagai satu keinginan hati ingin menjadi seorang yang terkenal” tandas Ucup.
“Elu kan udah gue peringatin jangan ikut-ikutan mereka, mereka udah bikin Band kita bubar, terus kasus Polisi yang hampir membuat Sofyan terkait,” Gunawan agak kesal dengan sikap Ucup.
“Udah Gun, sekarang gak usah kita bahas lagi tentang semua itu yang udah terlambat untuk kita bahas, sekarang yang kita jalani selalu berpikiran kedepan dan jangan hal yang udah terjadi terulang lagi oke!” Sofyan melerai amarah Gunawan dengan mengeluarkan kata-kata bijak.
“Oh iya gimana Rani udah telepon lagi belum Cup?” tanya Sofyan mengalihkan obrolan.
“Belum Yan!” Ucup menjawab sambil bangun dari duduknya menuju ke toilet yang memang berada didalam ruangan tersebut.
“Emang elu jadi Yan negejual lagu sama dia!, terus bukan besok adalah hari nya elu janji ketemu sama mereka?” tanya Gunawan.
“Gak tahu liat besok aja!, Gun gimana elu tadi rame ngemen, dapet berapa luh hari ini?” tanya Sofyan dengan senyum membuat Gunawan merasa tenang, dan membuktikan bahwa dia itu sudah benar-benar sembuh.
“Gue pengen ngamen lagi Gun, pengen nyanyiin satu lagu yang indah buat pria, dan wanita yang sedang kasmaran, dan gue juga pengen makan masakan Bu Tenih di Wartegnya, entar gue yang teraktir elu bedua dah!” seru Sofyan yang lalu memandang kearah jendela yang ada di sebelah kirinya dimana malam itu terlihat banyak bintang bertebaran menghiasi Atmosfer.
“Boleh tuh elu beneran yah kalo elu udah sembuh traktir Gue sama Ucup, iya gue hari ini dapet empat puluh ribu, cukup buat makan terus sisanya biasa kita taruh di celengan kesayangan kita sebagai modal untuk masa depan kita betiga, walau Ucup udah ada Bokap dan Nyokapnya, tapi dari hasil sendiri kan lebih indah tidak selalu mengandal kan orang tuanya yang kaya, gue benerkan Yan?” jawab Gunawan dengan santainya
“Yah…, begitu lah” lalu Sofyan tertidur.
“Eh elu Cup… lama amat elu di toilet?” tanya Gunawan.
“Iya gue salah makan kali!, terus sekarang jadi laper lagi, Gun…. kita nyari makanan yuk, biarin aja Sofyan istirahat, besok pagi kita balik lagi bareng ama nyokap gue” tandas Ucup.
“Emang elu, bawa mobil?” tanya Gunawan.
“Bawa, dari kemarin gak gue idup-idupin mesinnya, abis gue jaga Sofyan yang pingsan ampe dua hari” ujar Ucup sambil mengeluarkan kunci mobilnya dari saku celananya.
Malam itu Gunawan dan Ucup tidak menginap dirumah sakit tersebut, sedang Sofyan merasakan sakit yang gak bisa dikatakan, kepalanya terasa sakit yang luar biasa namun iya tahan seperti tekatnya untuk hidup dialam kehidupan yang keras dan sedikit peluang untuk hidup dikota Jakarta yang hanya milik para orang yang berpengaruh dan berkedudukan tinggi dalam hal pendidikan atau hal umum lainnya.
Matahari pagi membangunkan Ucup dari tidurnya, sedang Ibunya sedang menyiapkan makanan di meja makan dan terlihat rantang tersusun dengan rapih diatas meja makan tersebut, Papa Ucup sudah ada disana untuk sarapan, sedang Ucup baru saja keluar dari kamarnya.
“Ucup, kamu bukannya di rumah sakit nemenin Sofyan?” tanya Papa padanya.
“Gak apa kok Pap, semalem Ucup liat Sofyan baik-baik aja malahan iya tidur pules banget jadi Ucup pulang bareng sama Gunawan” jawab Ucup.
Suara dering telepon menghentikan obrolan, Mama mengangkat telepon tersebut tampak wajah Mama terlihat berbeda terlihat kerut cemas membinar diwajahnya, sedang Papa nampak heran melihat Mama khawatir seperti itu.
“Ada apa Mam?” tanya Ucup yang menghampiri Mamanya yang berada dekat telepon.
“Iya Sofyan gak ada dikamarnya, terus iya ninggalin tulisan makasih Mama Jaya, Papa Jaya Udah baik mau merawat Sofyan.” Ujar Mama menjelaskan
“Ah Ucup tahu kemana Sofyan pergi, nanti Ucup susulin, tenang aja Mam, Pap!” tandas Ucup membuat hati mereka tenang.
“Elu ati-ati Cup.., jangan ngebut bawa mobilnya” ujar Papa berpesan.
“Iya Pap….” Ucup dengan bergegas menuju ke taman kota dimana Sofyan dan Rani bertemu untuk menyelesaikan janji yang sudah disepakati
Disisi yang berbeda,
“Rani ini lagu yang elu mau, gue gak maksa elu harus membayar dengan jumlah yang gue udah bilang kemaren, sekarang gue cuma minta sepuluh juta aja buat nutupin utang gue sama Mama dan Papanya Ucup” Ucap Sofyan didepan Denny, terlihat wajah Sofyan tak sesegar saat lalu dimana Rani menemuinya di halte.
“Baik Yan, nih sepuluh jutanya, terus!” Rani memberikan uangnya
“Gue juga mau bilang tolong jaga lagu itu, kalo sampai ada yang elu rubah gak masalah, namun dihati gue tetap segalanya tak berubah seperti cinta takkan hilang walau sampai kapan pun Ran, Rani hati ini selalu tersimpan wajah mu yang selalu bikin gue gak bisa berhenti untuk mencintai elu, salamin sama Denny kelak dia harus jaga elu dengan cintanya didalam hatinya, selamat tinggal Ran, dan salam sayang ku selalu buat mu!” Sofyan lalu memalingkan wajahnya dari Rani dan melangkah dengan santainya menjauh dari mereka yang berdiam di taman kota tersebut.
Matahari semakin tampak indah pagi itu dengan kesibukan banyak manusia yang merasa bangga dengan mengejar dan berharap akan mendapatkan uang yang banyak, sebab dengan adanya uang mereka dapat hidup dan merasa tenang dalam menikmati keindahan kota, dengan semua itu mereka dapat membeli apapun termasuk harga diri, maupun hak orang lain dapat mereka kuasai dengan adanya uang yang berlipat ganda atau beberapa tumpuk di tempat penyimpanan.
Semua sudah berakhir Sofyan telah lemah dengan rasa cintanya pada Rani hingga ia memberikan yang begitu berharga untuk seorang gadis yang ia cintai, lalu kematian menjemputnya setelah tak lama Ucup menemukannya disebuah pohon yang begitu indah dengan rerumputan yang menjadi tempat berbaring terakhir untuk Sofyan seorang seniman yang tak berharta, tak bertitel, namun memiliki keahlian dengan bakatnya. Semoga apa yang kita inginkan jangan menjadikan beban, dan sebuah angan-angan bukan satu hal yang mampu membuat kita jatuh, berjuanglah dengan apa adanya dengan tulus dan jujur tanpa harus melupakan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kita memuja uang yang menjadi berhala baru dialam dunia ini, sebab berbentuk dan bergambar, serta sugesti manusia menuangkan kata. ‘tanpa uang kita bukan apa-apa dan tanpa uang kita bisa mati (meninggal)’.
Terima Kasih yang sudah bersedia membacanya.
  

 







Selasa, 03 September 2019

puisi cinta


SAMPAI AKHIR
Karya : Johnucup/Yoyo

Senyuman terindah yang ku lihat
Senyuman manja yang ku rindu
Dalam telaga sepi aku tulisan cinta ku
Untuk kamu.. yang aku sayangi

Sepanjang kisah hidup ini
Tiada cinta yang seperti mu
Tiada bahasa yang selembut kata-katamu
Hidup ini selalu merindu mu

Didalam cinta ku
Mungkin takkan pernah tergantikan
Didalam cinta ku
Hingga akhirnya….

Cinta dan hidup.. selalu saja kamu
Selalu saja rindukan kamu
Suaramu, tatapan mu
Dan sinar diwajahmu

Sampai akhir
Aku selalu menyayangi.

Puisi Johnucup

 GAK ADA INSPIRASI Karya : Johnucup Semilir angin berhembus, sore ini setelah panas hilang, Berjalan mempercepat langkah ku, Mengejar suasan...